Sebutkan 5 pilar pariwisata berkelanjutan bagi negara berkembang menurut UNWTO

Sebutkan 5 pilar pariwisata berkelanjutan bagi negara berkembang menurut UNWTO

SOLOPOS.COM - Solopos Digital Media - Panduan Informasi dan Inspirasi

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Jumat (30/11/2018). Esai ini karya Desto Prastowo, aparatur sipil negara di Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Alamat e-mail penulis adalah .

Solopos.com, SOLO — Industri perjalanan dan pariwisata adalah industri terbesar di dunia saat ini (Zolfani dkk., 2015). Industri pariwisata juga diyakini memiliki berbagai peran, termasuk menghapus kemiskinan (poverty alleviation) dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

PromosiTokopedia Card Jadi Kartu Kredit Terbaik Versi The Asian Banker Awards 2022

Pemerintah Indonesia tampaknya menyadari fakta tersebut dan mengambil sejumlah langkah, seperti perbaikan iklim investasi dan integrasi antarkawasan wisata guna mewujudkan target 20 juta wisatawan asing pada 2019.

Gairah mengembangkan sektor pariwisata juga ditunjukkan pemerintah daerah yang berlomba-lomba mengembangkan beragam destinasi wisata. Perlombaan pengembangan sektor pariwisata juga menjalar sampai ke entitas pemerintahan terkecil, yakni desa.

Konsep desa wisata tumbuh subur di sejumlah wilayah. Salah satu contoh adalah di Provinsi  Jawa Tengah. Data Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Jawa Tengah, sebagaimana dikutip sejumlah media massa,  menjelaskan terdapat 400 desa yang memiliki potensi menjadi desa wisata di Jawa Tengah, yang 238 di antaranya telah ditetapkan menjadi desa wisata.

Sayang, daya tarik yang ditonjolkan oleh sebagian besar desa wisata tersebut ternyata seragam. Hal ini berarti mereka akan saling bersaing antarmereka karena membidik ceruk pasar yang sama.

Kita berharap ratusan desa wisata itu mampu berkembang dan berkelanjutan, namun mewujudkan hal itu tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

UNWTO dalam buku panduan yang berjudul Indicators of Sustainable Development for Tourism Destinations (2004) mendefinisikan pariwisata berkelanjutan sebagai pariwisata yang mampu memenuhi kebutuhan wisatawan, industri pariwisata, dan masyarakat lokal, baik saat ini maupun pada masa yang akan datang.

Mayoritas peneliti sepakat bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan memerlukan pengembangan tiga aspek secara berimbang, yakni ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Aspek ekonomi berarti ada output keuangan yang optimal dan stabil dalam jangka waktu yang panjang.

Aspek sosial budaya mewajibkan keterlibatan masyarakat lokal serta melindungi dan menghormati praktik budaya lokal. Aspek Lingkungan berarti ada kepedulian terhadap ekosistem, keanekaragaman hayati, serta kapasitas lingkungan.

Teori yang Ideal

Pengelola harus memerhatikan pengelolaan sampah atau limbah dan memperhitungkan berapa kapasitas lokasi wisata tersebut, terutama wisata alam, dalam menampung kehadiran wisatawan.

Teori tentang pariwisata berkelanjutan memang diakui sebagian besar ilmuwan sulit diimplementasikan. Bramwell (2015) dalam artikel yang berjudul Theoretical Activity in Sustainable Tourism Research, yang mengutip sejumlah pendapat peneliti sebelumnya, menyebut pariwisata berkelanjutan cukup ideal dalam teori namun nyaris mustahil dalam implementasi.

Mereka juga sepakat bahwa terdapat sejumlah indikator yang dibutuhkan untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan agar ekploitasi dalam industri pariwisata dapat terkendali dan lestari.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan mengungkap betapa sulit mengembangkan pariwisata berkelanjutan karena sejumlah faktor. Baiquni (2009) yang meneliti pengembangan kawasan wisata Borobudur menyebut sejumlah persoalan yang muncul dalam proses pengembangan destinasi wisata agar berkelanjutan.

Sejumlah persoalan tersebut adalah eksploitasi yang lebih dominan dibanding konservasi, kesiapan aparatur daerah dalam pengelolaan kawasan pariwisata terkait dengan otonomi daerah, konflik kepentingan, serta sumber daya manusia pengelola yang kurang cakap.

Penelitian lain menyebut kegagalan juga kerap terjadi dalam pemeliharaan destinasi wisata sehingga terjadi degradasi lingkungan, baik manusia maupun fisik (Butler 1993). Edgell (2015) melihat tantangan paling berat adalah menentukan cara terbaik guna mendorong peningkatan jumlah wisatawan yang pada saat bersamaan destinasi wisata mengalami keterbatasan sumber daya alam dan perubahan lingkungan yang terus terjadi.

Haxton (2013) menilai tantangan terberat adalah menciptakan inovasi dan diversifikasi industri pariwisata. Sedangkan Theobald (2005) menjelaskan kelemahan dalam hal regulasi menjadi tantangan tersendiri.

Bersama Mencari Solusi

Beragam bukti empiris maupun kajian teoretis meyakinkan kita bahwa pengembangan pariwisata berkelanjutan memang bukan perkara sepele.

Pengembangan destinasi wisata yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan ketiga aspek (ekonomi, sosial, dan lingkungan) sudah pasti tidak akan mampu bertahan di tengah persaingan global yang semakin sengit.

Para pemangku kepentingan dalam industri pariwisata perlu menyelaraskan langkah untuk merespons pertumbuhan industri pariwisata yang tengah booming ini.

Berdasar sejumlah penelitian yang dijelaskan sebelumnya, beberapa hal yang harus menjadi fokus pengembangan adalah terkait sumber daya manusia, menyuburkan inovasi, mendorong diversifikasi usaha, pemeliharaan destinasi wisata yang seimbang dengan eksplorasi dan sesuai kapasitas lingkungan, serta mewujudkan keadilan ekonomi bagi masyarakat lokal.

Tugas pemerintah adalah menyiapkan regulasi yang dapat mendukung pengembangan tersebut. Dalam konteks berkembangnya desa wisata di Jawa Tengah, pemerintah daerah tidak perlu mengobral surat  keputusan tentang desa wisata.

Hal yang lebih mendesak adalah menyiapkan desa-desa wisata tersebut dalam sejumlah aspek yang saya sebutkan sebelumnya sehingga mereka tidak saling berdesakan berebut pengunjung, antara satu desa dengan dengan desa yang lainnya tidak perlu bersaing secara frontal.

Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan pandangan atas dampak dari pengembangan pariwisata di suatu negara. Pariwisata yang dibangun dengan dasar mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar-besarnya dan mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya dipandang memiliki dampak destruksi terhadap lingkungan di destinasi, baik yang bersifat alam maupun sosial budaya.

Pembangunan pariwisata yang berhasil bukan saja dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi negara melalui kontribusi terhadap PDB Nasional. Jika pariwisata dapat dikelola secara baik, pariwisata dapat menjamin kelestarian alam dan budaya, serta penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal.

Untuk itu, dalam pengembangan pariwisata, perlu diterapkan konsep pembangunan yang dapat meminimalkan dampak negatifnya, yaitu melalui konsep pariwisata berkelanjutan (Sustainable Tourism).

Apa yang dimaksud dengan pariwisata berkelanjutan?

World Tourism Organization (WTO) menyebutkan bahwa pariwisata berkelanjutan adalah “tourism that takes full account of its current and future economic, social and environmental impacts, addressing the needs of visitors, the industry, the environment, and host communities”. Penjelasan tersebut dapat didefinisikan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan konsep pembangunan/pengembangan pariwisata yang memperhitungkan sepenuhnya dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan saat ini maupun masa depan.

Melalui penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan suatu konsep yang dipraktikkan, baik oleh masyarakat, yang dalam hal ini tidak hanya penyedia layanan wisata saja, tetapi juga wisawatan serta komunitas tuan rumah maupun pemerintah setempat.

WTO dan United Nations Environment Program (2005) juga telah merumuskan setidaknya terdapat 12 tujuan utama dari pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, yang di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Economic Viability, memastikan kelangsungan dan daya saing destinasi wisata sehingga mereka dapat menerima manfaat ekonomi dalam jangka panjang.
  2. Local Prosperity, memaksimalkan kontribusi pariwisata terhadap ekonomi masyarakat lokal di lingkungan destinasi.
  3. Employment Quality, meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bertugas/terlibat dalam kegiatan kepariwisataan, termasuk juga dalam hal penerimaan upah, kesetaraan gender maupun ras.
  4. Social Equity, memberikan distribusi yang luas dan adil dari manfaat ekonomi maupun sosial, termasuk juga meningkatkan peluang keterlibatan, pendapatan, dan layanan.
  5. Visitor Fulfillment, untuk memberikan pengalaman yang memuaskan bagi pengunjung, termasuk juga adanya pertukaran pengetahuan di dalam kegiatan wisata.
  6. Local Control, melibatkan dan memberdayakan masyarakat lokal dalam perencananaan maupun pengambilan keputusan mengenai pengelolaan atau pengembangan pariwisata.
  7. Community Wellbeing, menjaga dan memperkuat kualitas hidup masyarakat lokal, termasuk struktur sosial dan akses sumberdaya, fasilitas, dan sistem pendukung kehidupan.
  8. Cultural Richness, menghormati dan meningkatkan kepedulian akan warisan sejarah, budaya otentik, tradisi dan kekhasan dari komunitas tuan rumah di destinasi wisata.
  9. Physical Integrity, menjaga dan meningkatkan kualitas lanskap destinasi, baik perkotaan maupun pedesaan.
  10. Biological Diversity, mendukung segala bentuk sistem konservasi kawasan alam, habitat, dan margasatwa.
  11. Resource Efficiency, meminimalkan penggunaan sumberdaya yang langka dan tidak terbarukan dalam pengembangan maupun pengoperasian fasilitas pariwisata.
  12. Environmental Purity, meminimalkan pencemaran udara, air, dan tanah serta timbunan limbah oleh destinasi wisata dan wisatawan.

Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Pariwisata No. 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, terdapat 4 (empat) pilar utama dalam pengembangan pariwisata. Pilar ini juga menjadi kriteria yang telah dirumuskan oleh Badan Pariwisata Berkelanjutan Dunia (Global Sustainable Tourism Council), yang mencakup:

  1. Pengelolaan destinasi parwisata berkelanjutan (Sustainability Management)
  2. Pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal (Social-Economy)
  3. Pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung (Culture)
  4. Pelestarian lingkungan (Environment)

Empat pilar di atas sejatinya sudah disebutkan dengan jelas dalam Undang-Undang Kepariwisataan kita, di mana kinerja pembangunan pariwisata tidak hanya diukur dan dievaluasi berdasarkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga atas kontribusinya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengurangan pengangguran dan kemiskinan, pelestarian sumber daya alam/lingkungan, pengembangan budaya, perbaikan atas citra bangsa serta identitas bangsa sehingga dapat mempererat kesatuan.

Pilar Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

Dalam membangun pariwisata yang berkelanjutan, maka diperlukan perubahan pola pikir dan kesadaran dari seluruh pemangku kepentingan. Hal ini menjadi kunci penting untuk memperkuat dan meletakkan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Dengan perencanaan yang baik dan manajemen yang efektif, pariwisata dapat memberikan dampak yang positif bagi ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Sebaliknya pun bisa terjadi jika perencanaan pembangunan disusun secara sembarangan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan.  

Adapun penjelasan dari 4 (empat) pilar pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah sebagai berikut.

1. Pengelolaan Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

Destinasi wisata diharapkan telah menyusun dan mengaplikasikan pengembangan strategi jangka panjang dengan mempertimbangkan isu lingkungan, ekonomi, sosial, budaya, kualitas, kesehatan, keselamatan, dan estetika yang dikembangkan bersama dengan masyarakat.  Sistem pemantauan maupun evaluasi juga harus diterapkan guna meminimalisir segala dampak yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan kepariwisataan.

Selain itu, destinasi pariwisata diharapkan memiliki organisasi, kelompok atau komite yang efektif, bertanggungjawab untuk melakukan koordinasi terhadap pengembangan pariwisata berkelanjutan dengan melibatkan sektor swasta dan pemerintah. Organisasi ini juga berperan dalam memberikan pengawasan dan pelaporan kepada publik secara berkala.

Sebutkan 5 pilar pariwisata berkelanjutan bagi negara berkembang menurut UNWTO
Potensi bahari di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat sangat diminati wisatawan mancanegara

2. Pemanfaatan Ekonomi untuk Masyarakat Lokal

Pada pilar ini, pembangunan pariwisata berkelanjutan menuntut destinasi wisata agar menyediakan kesempatan kerja yang sama terhadap seluruh masyarakat. Organisasi pun harus memiki sistem yang mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan tujuan serta pengambilan keputusan secara berkelanjutan.

Pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal juga dapat ditunjukkan dengan adanya sistem yang mendukung masyarakat lokal maupun pengusaha kecil dan menengah untuk dapat mempromosikan serta mengembangkan produk lokalnya secara berkelanjutan. Adapun produk lokal yang dimaksud dapat berupa makanan dan minuman, kerajinan tangan, pertunjukan kesenian, produk pertanian, dan lainnya.

Baca juga: Pengembangan Pariwisata di Daerah Tertinggal

3. Pelestarian Budaya bagi Masyarakat dan Pengunjung

Nilai-nilai budaya yang menjadi warisan leluhur haruslah dilestarikan. Pelestarian budaya ini nantinya juga dapat menjadi suatu atraksi yang menarik bagi wisatawan sehingga menjadi sarana edukasi maupun transfer pengetahuan. Selain itu, dengan adanya atraksi wisata berupa kearifan lokal/budaya, maka akan membawa wisatawan untuk dapat menghormati dan menghargai budaya di setiap destinasi wisata yang dikunjunginya.

Destinasi wisata juga diharapkan sudah memiliki sistem pengelolaan pengunjung, termasuk di dalamnya berupa tindakan untuk mempertahankan, melindungi, dan memperkuat aset sumber daya alam maupun budaya. Untuk mendukung sistem ini, destinasi wisata dapat menyediakan atau menerbitkan panduan perilaku pengunjung yang pantas pada situs-situs yang sensitif. Informasi dan panduan ini juga harus disesuaikan dengan budaya setempat yang dikembangkan melalui kolaborasi bersama masyarakat.

Sebutkan 5 pilar pariwisata berkelanjutan bagi negara berkembang menurut UNWTO
Pura Ulundanu, Beratan di Bali menjadi salah satu destinasi wisata favorit wisatawan domestik dan mancanegara.

4. Pelestarian Lingkungan

Pelestarian lingkungan dilakukan untuk mengurangi serta mencegah kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas kepariwisataan. Dalam hal ini, saat akan mengembangkan destinasi wisata, organisasi diharuskan mengidentifikasi risiko lingkungan beserta proses/sistem penanganannya.

Selain itu, destinasi wisata wajib berperan untuk memberikan perlindungan alam liar, baik flora dan fauna dengan menyediakan sistem yang disesuaikan dengan hukum lokal, nasional, dan internasional.

Empat poin yang telah disebutkan di atas tentunya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Referensi:

Making Tourism More Sustainable – A Guide for Policy Makers. UNEP and UNWTO. 2005. p.11-12