Sebelum ditanami mangrove harus dibuatkan Alat penahan ombak dengan tujuan

Share the publication

Save the publication to a stack

Like to get better recommendations

The publisher does not have the license to enable download

Pada tanggal 06 April 2019 bertempat di Desa Cigondang, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Banten memperingati Hari Bakti Perbendaharaan dengan menyelenggarakan Program Perbendaharaan Peduli Lingkungan yaitu melalui kegiatan “Penanaman Pohon Bakau (Mangrove) Di Sekitar Wilayah Bencana Tsunami yang terjadi pada tanggal 22 Desember 2018 yang diakibatkan oleh meletusnya anak gunung Krakatau.

Salah satu tujuan penanaman mangrove ini adalah untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan dan tumbuhan Mangrove ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang memiliki akar kokoh yang dapat meredam gelombang besar termasuk tsunami. Oleh karena itu, manfaat penanaman mangrove sangat penting sekali untuk mencegah terjadinya bencana alam.

Kegiatan yang berlangsung selama sehari tersebut, berangkat dari kepedulian Haryana sebagai Kepala Kantor dan seluruh pegawai Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Banten tergerak bersama-sama dengan beberapa stakeholder, diantaranya Aparat Desa Cigondang, Aparat Kecamatan Labuan, Gerakan Mahasiswa Pelestari Alam - Universitas Banten Jaya (Gempa-Unbaja), Badan Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan Sekolah Tinggi Perikanan Serang, Mahasiswa IPDN, dan masyarakat setempat bersinergi dalam melestarikan ekosistem di pesisir pantai dan disertai dengan pemberian cinderamata berupa plakat dan piagam dari Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Banten kepada Camat Labuan, Kepala Desa Cigondang, dan Gempa-Unbaja.

Setiap individu harus bisa menjaga lingkungan tanpa merusaknya agar lingkungan tersebut pada akhirnya akan kembali memberikan manfaatnya bagi kita semua, karena hutan mangrove dapat menarik minat wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang datang untuk mengetahui sebanyak mungkin manfaat dari hutan mangrove.

Selain itu, dengan diadakannya penanaman mangrove ini secara tidak langsung akan memberikan kesadaran dan pembelajaran kepada masyarakat akan pentingnya menjaga ekosistem pantai dengan merawat tanaman mangrove tersebut. Kegiatan ini juga harus terus ditanamkan kepada generasi penerus atau generasi muda untuk turut serta berperan aktif dalam menjaga lingkungan yang akan mendukung kehidupan masyarakat dimasa mendatang.

#BaktiPerbendaharaan2019
 

Kontributor: Safary Mutiara

 

Mangrove merupakan ekosistem yang tumbuh sepanjang garis pantai tropis dan sub tropis, biasanya pada perairan landai dan berada di sekitar muara sungai (Rahman, 2013). Mangrove berfungsi sebagai tempat pemijahan dan tempat makan bagi berbagai ikan, kerang, dan berbagai jenis kepiting. Mangrove juga sangat penting bagi kualitas air pada ekosistem di sekitar nya seperti ekosistem terumbu karang. Akar mangrove dapat menjadi pelarut nutrien, penahan gelombang, sedimen dan material suspensi yang terangkut dari sungai ke pantai serta melindungi dan mencegah erosi pantai (Rahman, 2013).

Ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem yang rentan akan kerusakan. Menurut Majid et.al (2016) mangrove di Indonesia saat ini dalam keadaan kritis, terdapat kerusakan sekitar 68 % atau 5,9 juta hektar dari laus keseluruhan 8,6 juta hektar.  Hal tersebut cukup mengkhawatirkan, disebabkan ulah manusia seperti mengalihfungsikan lahan mangrove menjadi tambak, permukiman, ataupun tempat wisata secara besar-besaran serta tanpa izin dari pihak yang berwenang. Seperti penebangan mangrove untuk dijadikan wisata kolam pemandian. Kondisi ini memerlukan perubahan sikap dan persepsi untuk memperbaiki ekosistem mangrove Karena pentingnya mangrove untuk ekosistem dan juga biota yang ada di sekitarnya.

Upaya untuk memperbaiki ekosistem mangrove salah satunya dengan restorasi, untuk mengembalikan karakteristik dan fungsi ekosistem ini. Mangrove merupakan tumbuhan yang dapat melakukan penyembuhan sendiri, melalui suksesi sekunder dalam periode 15-30 tahun, dengan syarat pasang-surut air tidak berubah, dan tersedia propagul atau bibit (Setyawan dan Kusumo, 2006). Namun hal itu membutuhkan waktu yang sangat lama, maka perlunya restorasi buatan bantuan manusia untuk mempercepat proses restorasi.

Proses restorasi buatan bisa dengan cara penanaman propagul (bibit) dan juga semai. Namun, semai mempunyai keunggulan lebih dari pada propagul, karena mempunyai ukuran dan juga akar yang lebih kuat dari pada propagul. Akar dan ukuran semai dapat lebih mudah untuk beradaptasi terhadap kondisi lingkungan seperti kondisi tanah, salinitas, temperatur, curah hujan dan pasang surut (Hutahaian, Cecep, & Helmy, 1999).

Gambar 1. Lokasi Penanaman Mangrove

Proses Penanaman mangrove ada beberapa tahapan, dimulai dengan penyemaian (pembuatan semai) pada wilayah yang dipengaruhi pasang surut, untuk memberikan pasokan air laut bagi pertumbuhan mangrove. Setelah proses penyemaian dilakukan proses kesesuaian lahan untuk menentukan lokasi yang cocok untuk penanaman mangrove (Gambar 1). Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lubang untuk penanaman (Gambar 2), dengan jarak tanam antar bibit yaitu 1 m. penanaman mangrove dikatakan berhasil apabila mangrove tumbuh subur, yang ditunjukkan daun-daun yang tampak hijau segar dan adanya pertumbuhan pucuk daun baru, dan sebaliknya. Penanaman mangrove dikatakan gagal apabila mangrove yang ditanam mati, ditunjukkan oleh daun dan batang yang mengering, menguning, sebagian layu, dan tidak adanya pertumbuhan pucuk baru (Sari & Dwi, 2014).

Gambar 2. Membuat Lubang Mangrove

Setelah melakukan penanaman mangrove, maka dilakukan pemantauan pertumbuhan mangrove. menurut Sari dan Dwi (2014), pemantauan penanaman mangrove, meliputi pengukuran parameter lingkungan mangrove dan penghitungan tingkat kelulusan hidup mangrove. Pemantauan hasil penanaman mangrove untuk mengetahui apakah tumbuhan itu masih hidup, kondisi baik, buruk atau sudah mati. Kegiatan restorasi mangrove, mulai dari penyemaian sampai dengan pemantauan merupakan salah satu upaya untuk menjaga ekosistem mangrove.

Muhammad Fajrul Falah

Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Pertanian.
Universitas Trunojoyo Madura

Daftar Pustaka

Hutahaian, E. E., Cecep, K., & Helmy, R. D. (1999). Studi Kemampuan Tumbuh Anakan Mangrove Jenis Rhizophora mucronata, Bruguiera gimnorrhiza dan Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas. Jurnal Manajemen Hutan Tropika , 77-85.

Majid, I., Mimien, H. I., Fachur, R., & Istamar, S. (2016). Konservasi Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah. Jurnal BIOEDUKASI , 488-496.

Rahman, S. (2013). Potensi Hutan Mangrove Sebagai Pelindung Pantai Terhadap Serangan Gelombang. Hasil Penelitian Fakultas Teknik (Halm. 1-6). Makassar: Group Teknik Perkapalan .

Sari, S. P., & Dwi, R. (2014). Tingkat Keberhasilan Penanaman Mangrove pada Lahan Pasca Penambangan Timah di Kabupaten Bangka Selatan . Tingkat Keberhasilan Penanaman Mangrove pada Lahan Pasca Penambangan Timah di Kabupaten Bangka Selatan , 71-80.

Setyawan, A. D., & Kusumo, W. (2006). Permasalahan Konservasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah . B I O D I V E R S I T A S , 159-163 .

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA