Sebagai pedoman hidup umat muslim, al-qur’an dan hadits sudah banyak menjelaskan tentang aurat terutama berhijab dan siapa saja yang berhak melihat aurat wanita tersebut. sebutkan 5 siapa sajakah yang diperbolehkan melihat aurat wanita tersebut?

Umumnya jumhur ulama mengatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat yang tidak boleh terlihat. Dengan pengecualian wajah dan kedua tapak tangan, baik bagian dalam maupun bagian luar.

Sedangkan ulama dari Mazhab Hambali, kebanyakan para ulama mereka sepakat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, tanpa pengecualian wajah dan tangan. Bahkan kukunya pun aurat juga.

Sedikit perbedaan dalam mazhab Al-Hanafiyah, yang menyatakan bahwa kaki bukan termasuk aurat wanita, yaitu sebatas mata kaki. Alasannya adalah adanya hajat yang sulit untuk dihindari.

Para wanita punya kebutuhan untuk bermuamalah dengan kaum lelaki dalam kehidupannya sehari -hari, seperti untuk mengambil atau memberi sesuatu dengan tangannya.

Ulama berbeda pendapat tentang telapak kaki wanita, baik bawah ataupun punggungnya apakah termasuk dalam aurat wanita yang harus ditutupi atau tidak. Sebagian ulama mengkategorikannya sebagai aurat dan sebagian yang lain tidak. Para ulama pun mengungkapkan alasan-alasan yang jelas terkait hal itu.

Berikut pendapat para ulama tentang apa saja aurat wanita itu.

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Al-Kasani (w. 587 H) salah satu ulama mazhab AlHanafiyah di dalam kitabnya Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartibi As-Syarai’ menuliskan sebagai berikut :

Diharamkan bagi laki-laki memandang kepada seluruh bagian tubuh  wanita yang bukan mahram kecuali wjah dan kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki. 

Ibnul Humam (w. 681 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Fathul Qadir menuliskan sebagai berikut :

sebagaimana disebutkan dalam alqur’an : maka jangnlah mereka menampakkan perhiasan mereka”. dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa kaki bukanlah termasuk perhiasan yang biasa ditampakkan. 

Badruddin Al-Aini (w. 855 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Al-Binayah Syarah Al-Hidayah menuliskan sebagai berikut :

Al hasan bin Ziyad meriwayatkan dari Abi Hanifah bahwa telapak kaki bukan aurat karena sulit bagi seorang wanita untuk tidak memperlihatkan telapak kakinya baik ketika berjalan tanpa alas kaki maupun menggunakan sandal. Selain itu, timbulnya syahwat saat melihat telapak kaki tidak sama seperti syahwat ketika melihat wajah. 

Batasan aurat wanita khususnya dalam mazhab Al-Hanafiyah memang disebutkan bahwa kaki para wanita bukan termasuk aurat. Tepatnya mulai dari batas mata kaki ke bawah, tidak termasuk bagian yang harus ditutup.

Hal itu dikarenakan alasan kedaruratan, di mana para wanita pasti butuh untuk berjalan dan beraktifitas. Dan tidak mungkin dilakukan kecuali dengan mengangkat pakaiannya agar tidak menyentuh tanah.

2. Mazhab Al-Malikiyah

Al-Hathab Ar-Ru’aini (w. 954 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Mawahibul Jalil menuliskan sebagai berikut :

Aurat adalah kemaluan dan semua hal yang dapat menimbulkan rasa malu apabila terlihat. Aurat merupakan perhiasan yang wajib ditutupi dari orang-orang yang tidak berhak untuk melihatnya dan atau menikmatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan kepada kita bahwa,

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَبِأَنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِـهَا اسْتَشْـرَ فَهَا الشَّيْـطَانُ

“Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya.” (Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi no. 1173, Ibnu Khuzaimah III/95 dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir no. 10115, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma)

Imam al-Mubarakfuri rahimahullah berkata ketika mengomentari hadits di atas, “Dijadikan diri wanita sebagai aurat karena jika wanita muncul maka ia akan merasa malu, sebagaimana ia merasa malu melihat aurat manakala terbuka. Sehingga dikatakan bahwa maknanya wanita itu memiliki aurat.” (Lihat Tuhfatul Ahwadzi III/237 dan Syarah al-Arba’un al-Uswah no. 32)

Karena itu, kita sebagai kaum wanita haruslah menaruh perhatian yang besar terhadap masalah ini. Hanya saja, Allah ta’ala telah memberikan pengecualian mengenai larangan menampakkan aurat kepada beberapa orang yang menjadi mahram kita. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

وَلاَ يُبْـدِيْنَ زِيْنَتَـهُـنَّ إِلاَّ لِبُعُو لَتِهِنَّ أَو ءَابَآ ئِهِنَّ أَو ءَابَآءِ بُعُو لَتِهِنَّ أَو أَبْنَآئِهِنَّ أَو أَبْنَآءِ بُعُو لَتِهِنَّ أَو إِخْوَنِهِنَّ أَو بَنِى إِخْوِنِهِنَّ أَو بَنِى أَخَوَتِهِنَّ أَو نِسَآئِهِنَّ أَو مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِ التَّبِعِيْنَ غَيْرِ أُولِى الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَو الطِّـفْـلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلَى عَوْرَتِ النِّسَآءِ ۖ

“… dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (Qs. An-Nuur: 31)

Kita telah memahami maksud larangan menampakkan perhiasan wanita di depan yang bukan mahramnya, lalu bagaimana maksud dan aplikasi pengecualian ini terhadap orang-orang yang menjadi mahram kita? Adakah batasan aurat yang boleh ditampakkan di depan mahram?

Batasan Aurat (Perhiasan) Wanita yang Boleh Tampak di Depan Mahram

Dari artikel sebelumnya, (Lihatlah Siapa Mahrammu 1, Lihatlah Siapa Mahrammu 2) kita telah mengetahui siapa saja yang termasuk mahram, dan siapa yang tidak termasuk mahram. Dalam surat an-Nuur ayat 31, Allah ta’ala membolehkan mahram melihat bagian-bagian dari perhiasan seorang wanita yang tidak boleh ditampakkan pada laki-laki yang bukan mahram. Hal ini dikarenakan keadaan darurat yang mendorong terjadinya percampur-bauran di antara mereka mengingat adanya hubungan kekerabatan dan amannya mereka (para mahram) dari fitnah. [Lihat Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/157)]

Secara garis besar, ada dua pendapat ulama yang masyhur (populer) tentang batasan yang boleh dilihat oleh mahram, yaitu:

Pendapat pertama: Mahram boleh melihat seluruh tubuh wanita, kecuali bagian di antara pusar dan lutut, dan inilah pendapat kebanyakan ulama. [Lihat al-Mabsuuth (X/149), al-Majmuu’ Fataawaa Ibn Taimiyah (XVI/140), Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/158)]

Pendapat tersebut didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَإِذَا أَنْكَحَ أَحَدُكُمْ عَبْدَهُ أَو أَجِيرَهُ فَلاَ يَنْظُرَنَّ إِلَى شَيْءٍ مِنْ عَورَتِهِ، فَإِنَّ مَا أَسْفَلَ مِنْ سُرَّتِهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ مِنْ عَوْرَتِهِ .

“Jika salah seorang di antara kalian menikahkan hamba sahaya atau pembantunya, maka jangan sekali-kali ia melihat sedikit pun dari auratnya. Karena apa yang ada di bawah pusar hingga lutut adalah aurat.” [Hadits hasan. Riwayat Ahmad (II/187) dan Abu Dawud (no. 495)]

Meskipun jika dilihat dari matan (redaksi) nya, hadits tersebut ditujukan kepada kaum lelaki, namun hadits tersebut berlaku juga bagi kaum wanita karena kaum wanita adalah saudara sekandung/belahan bagi kaum lelaki. Wanita belahan laki-laki maksudnya adalah masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dalam syariat, termasuk diantaranya adalah batasan aurat, menurut pendapat dia atas.

Diriwayatkan pula dari Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu,

ذَخَلْتُ أَنَا وَأَخُو عَائِشَةَ عَلَى عَائِشَةَ فَسَأَلَهَا أَخُوهَا عَنْ غُسْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَدَعَتْ بِإِنَاءٍ نَحْوًا مِنْ صَاعٍ فَاغْتَسَلَتْ وَأَفَاضَتْ عَلَى رَأْ سِهَا وَبَيْنَنَا وَبَيْنَهَا حِجَابٌ .

“Aku dan saudara ‘Aisyah datang kepada ‘Aisyah, lalu saudaranya itu bertanya kepadanya tentang mandi yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas ‘Aisyah meminta wadah yang berisi satu sha’ (air), kemudian ia mandi dan mengucurkan air di atas kepalanya. Sementara antara kami dan beliau ada tabir.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 251) dan Muslim (no. 320)]

Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Yang nampak dari hadits tersebut adalah bahwa keduanya (yakni Abu Salamah dan saudara ‘Aisyah) melihat apa yang dilakukan oleh ‘Aisyah pada kepala dan bagian atas tubuhnya, dimana itu adalah bagian yang boleh dilihat oleh seorang mahram, dan ‘Aisyah adalah bibinya Abu Salamah karena persusuan, sementara ‘Aisyah meletakkan tabir untuk menutupi bagian bawah tubuhnya, karena bagian tersebut adalah bagian yang tidak boleh dilihat oleh mahram.” [Lihat Fat-hul Baari (I/465)]

Sehingga, kesimpulan dari pendapat pertama adalah mahram boleh melihat seluruh tubuh wanita, kecuali bagian antara pusar hingga lutut.

Pendapat kedua: Seorang mahram hanya boleh melihat anggota tubuh wanita yang biasa nampak, seperti anggota-anggota tubuh yang terkena air wudhu’. [Lihat Sunan al-Baihaqi (no. 9417), al-Inshaaf (VIII/20), al-Mughni (VI/554), al-Majmuu’ Fataawaa Ibn Taimiyah (XVI/140) dan Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/159)]

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Dahulu kaum lelaki dan wanita pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan wudhu’ secara bersamaan.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 193), Abu Dawud (no. 79), an-Nasa’i (I/57) dan Ibnu Majah (no. 381)]

Hadits di atas difahami sebagai suatu keadaan yang terjadi khusus bagi para istri dan mahram, di mana mahram boleh melihat anggota wudhu’ para wanita. [Lihat Fat-hul Baari (I/465), ‘Aunul Ma’bud (I/147) dan Jaami’ Ahkaamin Nisaa’ (IV/195)]

Kesimpulan dari pendapat kedua adalah bahwa mahram hanya diperbolehkan untuk melihat anggota wudhu’ seorang wanita.

***
artikel muslimah.or.id
Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits

Maraji’:

  • Ensiklopedi Fiqh Wanita, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cet. Pustaka Ibnu Katsir
  • Fataawaa an-Nisaa’ (Edisi Terjemah), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ta’liq: Muhammad Muhammad Amir, cet. Ailah
  • Fat-hul Baari bi Syarh Shahiih al-Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqalani, cet. Daar al-Hadits
  • Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Lajnah ad-Daimah lil Ifta’, cet. Darul Haq
  • Jilbab Wanita Muslimah Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Pustaka at-Tibyan
  • Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, cet. Pustaka Ibnu Katsir
  • Syarah al-Arba’uun al-Uswah Min al-Ahaadiits al-Waaridah fii an-Niswah, Manshur bin Hasan al-Abdullah, cet. Daar al-Furqan

🔍 Tauhid Rahmaniyah, Rabbana Atina Fiddunya Hasanah Wafil, Nasehat Salaf, Hadis Tentang Prasangka Baik, Khusyuk, Muslim Wanita, Hukum Islam Menjilat Kemaluan Istri, Arti Tahniah, Doa Haid Pertama Kali, Khitbah Dan Tunangan

Siapa saja yang boleh melihat aurat perempuan sesuai dengan Quran surat An Nur ayat 31?

Ia menguraikannya melalui surah an-Nur ayat 31. Ayat tersebut menyebutkan, janganlah perempuan menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka dan putra suaminya, dan saudara mereka atau putra saudara laki-laki mereka.

Sebutkan kepada siapa sajakah seorang wanita boleh menampakkan auratnya?

Pihak-pihak yang masuk kelompok ini adalah suami, ayah mertua atau ayah dari si suami, anak tiri yakni anak dari si suami dari wanita lain, ayah tiri yakni suami dari ibu yang bukan bapak kandung si wanita, menantu laki-laki yakni suami dari putri kandung di wanita.

Apa saja yang termasuk aurat wanita?

Batasan aurat perempuan mencakup semua hal kecuali wajah dan telapak tangan. Batasan ini juga berlaku antara perempuan muslim dengan perempuan nonmuslim. Kedudukan di antaranya sama, tetapi dikhawatirkan jika aurat tersebut diceritakan kepada orang lain.

Sebutkan 2 Surah Al Quran dan yang mengandung perintah menutup aurat bagi wanita Islam tulis nama surat dan ayat berapa?

Foto: Getty Images/iStockphoto/.shock/Surat Al Ahzab Ayat 59: Perintah Menutup Aurat bagi Wanita. Surat Al Ahzab ayat 59 berisi perintah menutup aurat bagi perempuan.