Salah satu kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank perkreditan rakyat adalah

Bank Perkreditan Rakyat (disingkat BPR) adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.[1] BPR hanya melakukan kegiatan berupa simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui. Karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persy-ratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah:

  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip suku bunga/bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over liquidity atau kelebihan likuiditas.[1]

Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR

Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah:

  • Menerima simpanan berupa giro.
  • Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
  • Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
  • Melakukan usaha perasuransian.
  • Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu:

  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.[1]

  1. ^ a b c Republik Indonesia, Pemerintah (25 Maret 1992). "Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998" (PDF). Otoritas Jasa Keuangan. Diakses tanggal 13-07-2019.  line feed character di |title= pada posisi 33 (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)

  • Daftar Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia
  • Otoritas Jasa Keuangan
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bank_Perkreditan_Rakyat&oldid=21034048"

Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Jenis bank ada dua sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU 7/1992, yaitu:

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip ayariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.[1]

  1. Bank Perkreditan Rakyat (“BPR”).

BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.[2]

Menurut Muhammad Djumhana, dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia (hal106-107), pembagian jenis bank tersebut hanya mendasarkan pada segi fungsi bank, dimaksudkan untuk memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat diselenggarakannya. Penyederhanaan ini jika dilihat dari kepemilikan dan penciptaan uang giral, kita tetap bisa membedakan lagi satu sama lainnya. Lebih lanjut Djumhana menjelaskan bahwa bank yang beroperasional, seperti bank umum kepemilikannya mungkin saja dimiliki oleh negara, swasta nasional, swasta asing, pemilikan campuran, atau milik koperasi. Sedangkan kepemilikan bank perkreditan rakyat hanya dimungkinkan dimiliki oleh pihak negara (pemerintah daerah), swasta, dan koperasi.

Lebih dalam lagi Djumhana menjelaskan bahwa adapun dari segi penciptaan uang giral, tetaplah kita juga bisa membedakan jenis bank yang ada karena dalam pengaturan yang berlaku hanya bank umumlah yang bisa menciptakan uang giral, sedangkan bank perkreditan rakyat sesuai Pasal 14 huruf a UU 7/1992 dilarang untuk memberikan jasa simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. Namun, pada dasarnya, semua bank yang menerima deposito dan memberikan kredit bisa disebut bank komersial (kecuali bank sentral) karena di dalam usahanya mencari keuntungan dari selisih bunga serta usaha lain.

Berdasarkan penjelasan tersebut, menurut kami kurang tepat jika BPR disebut sebagai bank khusus untuk kredit karena bank umum juga memberikan kredit, namun BPR memang menjalankan kegiatan usaha yang salah satunya memberikan kredit.[3] Kegiatan usaha BPR meliputi:[4]

  1. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

  2. memberikan kredit;

  3. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;

  4. menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain.

Adapun hal-hal yang dilarang dilakukan oleh BPR, yaitu adalah:[5]

  1. menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;

  2. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;

  3. melakukan penyertaan modal;

  4. melakukan usaha perasuransian;

  5. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 UU 10/1998.

BPR Merupakan Jenis Bank Sekunder

Menurut Muhammad Djumhana dalam buku yang sama (hal. 104), bahwa dari segi penciptaan uang giral, kita mengenal ada dua jenis bank, yaitu:

Bank primer adalah bank yang dapat menciptakan uang melalui simpanan masyarakat yang ada padanya, yaitu simpanan likuid dalam bentuk giro. Yang dapat bertindak sebagai bank primer ini adalah bank umum.

Yaitu adalah bank yang tidak bisa menciptakan uang melalui simpanan masyarakat yang ada padanya. Bank ini hanya bertugas sebagai perantara dalam menyalurkan kredit. Umumnya bank yang bergerak pada bank sekunder adalah bank tabungan, bank pembangunan, dan bank hipotik. Adapun bank yang sekarang ada di Indonesia adalah berupa bank perkreditan rakyat. Semua bank tersebut tidak boleh menciptakan uang giral.

Sebagai informasi pada buku digital (e-book) yang berjudul UANG: Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya dalam Perekonomian yang diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia (hal.11) uang yang berada dalam rekening giro di bank umum sering disebut sebagai uang giral. Bank umum adalah sebagai lembaga keuangan yang dapat menciptakan uang, yaitu yang namanya uang giral. Oleh sebab itu, bank umum juga dikenal sebagai bank umum pencipta uang giral (BPUG).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa BPR termasuk kedalam jenis bank sekunder.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Referensi:

[1] Pasal 1 angka 3 UU 10/1998

[2] Pasal 1 angka 4 UU 10/1998

[3] Pasal 6 huruf b dan Pasal 13 huruf b UU 10/1998

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA