QS. AtTaubah 103 kata khudz dalam ayat tersebut menunjuk kalimat perintah yang berarti

//alawialbantani.blogspot.com/2018/07/tafsir-qs-at-taubah103-dan-60-tentang_30.html



ARTIKEL TAFSIR AHKAM

(QS. AT-TAUBAH:103 dan 60)

Diajukan kepada Bapak Dr. Ahmad Hasan Ridwan, M.Ag untuk memenuhi salah satu tuas Tafsir Ahlam Proram Maister (S2) Ekonomi Syariah UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Oleh,

M. Tolib Alawi

NIM: 2.215.2.019

PRORAM MAGISTER (S2) EKONOMI SYARIAH

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2015

A.    Pendahuluan.

Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau saat hasil pertanian telah tiba.

Zakat diwajibkan dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan kaum dhu’afa, fakir miskin, atau melipur orang-orang yang sengsara, dan membantu orang-orang yang sangat membutuhkan pertolongan. Di samping itu pemberian zakat dapat merekat tali kasih sehingga tidak timbul ketegangan atau gejolak di tengah-tengah masyarakat yang sering terjadi di antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin. Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi: vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai kewajiban kepada sesama manusia).

Berkenaan dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut dan ayat 60 surat At-Taubah.

B.     Pembahasan

1.      Asbab Nujul

Asbab an-nuzul artinya pristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat dan menerangkan hukumnya. Jadi, asbabun nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada masa Nabi atau pertanyaan yang ditujukan kepada beliau, lalu turunlah ayat Allah yang menjelaskan segala hal yang berhubungan dengan peristiwa tersebut atau jawaban pertanyaan itu.

Asbab Nujul surat Attaubah ayat 103 dan ayat 60 adalah:

a.       Surat Attaubah Ayat 103.

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan orang-orang lainnya. Mereka merupakan kaum mukminin dan mereka pun mengakui dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada seperti mereka adalah seperti mereka juga dan hukum bagi mereka juga sama.Mereka mengikat diri mereka di tiang-tiang masjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka  mendengan firman Allah SWT, yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak berangkat berjihad, sedang mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi SAW sendiri. Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi melepaskan ikatan mereka.  Nabi kemudian mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya kemudian mendoakan mereka sebagai tanda bahwa taubat mereka telah diterima.

Ibnu Jarir  meriwayatkan dari Ibnu Abbas: bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid ketika mengakui dosa-dosa mereka dan Allah pun telah mengampuni mereka datang kepada Rasulullah saw. Dengan membawa harta mereka seraya berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab: "Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah ayat ini : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً الآية). Lalu Rasulullah saw mengambil 1/3 dari harta mereka.

Dalam riwayat lain desebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi, bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa Rasulullah, "Ya Rasulullah berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki harta pada saya!' Kemudian berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak shalat Jum'at dan ikut jama'ah, lalu turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim.

b.      Surat Attaubah Ayat 60.

Pada dasarnya surat At-Taubah ayat 60 tidak ada asbab an-Nuzul atau tidak ada sebab turunnya ayat ini.

2.      Makna Mufradat

a.       Surat Attaubah Ayat 103.

خُذ ambilahۡ مِنۡ dari  أَمۡوَٰلِهِمۡ harta mereka  صَدَقَةٗ (untuk)zakat  تُطَهِّرُهُمۡmembersihkan mereka  (yang dapat) وَ dan تُزَكِّيهِم   mensucikan mereka  بِهَا darinya   وَ  dan  صَلِّ doakanlah   عَلَيۡهِمۡۖ atas mereka    إِنَّ   sesungguhnya  صَلَوٰتَكَ  doamu    سَكَنٞ     (adalah) ketentraman jiwa  لَّهُمۡۗ   bagi  mereka  وَ  dan ٱللَّهُ  Allah    سَمِيعٌ    maha mendengar  عَلِيمٌ     maha mengetahui  ١٠٣

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا

(ambilah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu mmbersihkan dan menyucikan mereka) dari dosa-dosa mereka, maka Nabi SAW. Mengambil sepertiga harta mereka, kemudian menyedekahkannya; 

 وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ

(dan berdoalah untuk mereka)

 إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ

(sesungguhnya doa kamu menjadi ketenangan jiwa) rahmat, menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan sakanun  ialah ketenangan batin lantaran tobat mereka diterima.

لَّهُمۡۗ

(bagi mereka)

(dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui)  وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣

b.      Surat Attaubah Ayat 60.

۞إِنَّمَاsungguh hanyalah  ٱلصَّدَقَٰتُ  zakat لِلۡفُقَرَآءِ bagi orang-orang yang fakir  وَ   dan  ٱلۡمَسَٰكِينِ  orang-orang miskin   وَ  dan  ٱلۡعَٰمِلِينَ   para pengurus عَلَيۡهَا atas (zakat)    وَ   dan  ٱلۡمُؤَلَّفَةِ  orang yang dilunakan    قُلُوبُهُمۡ  hati mereka    وَ  dan  فِي  dalam   ٱلرِّقَابِ    memerdekakan budak  وَ  dan  ٱلۡغَٰرِمِينَ   orang-orang yang berutang وَ  dan  فِي    di سَبِيلِ   jalan   ٱللَّهِ Allah   وَ  dan  ٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ    orang dalam perjalanan    فَرِيضَةٗ    ketetapan مِّنَ dari    ٱللَّهِ  Allah ۗ وَ  dan  ٱللَّهُ  Allah   عَلِيمٌ  Maha Mengetahui   حَكِيمٞ   Mahabijaksana  ٦٠

Zakat membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta dan zakat menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka memperkembangkan hati mereka.

۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ

(Sesungguhnya Zakat-zakat) zakat-zakat yang diberikan

 لِلۡفُقَرَآءِ

(hanyalah untuk orang-orang fakir), yaitu mereka yang tidak dapat menemukan peringkat ekonomi yang dapat mencukupi.

 وَٱلۡمَسَٰكِينِ

(Orang-orang miskin) yaitu mereka yang sama sekali tidak dapat menemukan apa-apa yang dapat mencukupi mereka

 وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا

(pengurus-pengurus zakat) yaitu orang yang bertugas menarik zakat, yang membagi-bagikannya, juru tulisnya, dan yang mengumpulkannya;

 وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ

(para muallaf yang dibujuk hatinya) supaya mau masuk islam atau untuk memantapkan keislaman mereka, atau supaya mau masuk Islam orang-orang yang semisal dengannya, atau supaya mereka melindungi kaum muslimin. Muallaf itu bermacam-macam jenisnya; menurut pendapat Imam Syafi’i, jenis muallaf yang pertama dan yang terakhir pada masa sekarang (zamannya Imam Syafi’i, pent.) tidak berhak lagi mendapatkan bagiannya, karena Islam telah kuat. Berbeda dengan dua jenis muallaf yang lainnya, maka keduanya masih berhak untuk diberi bagian.  Demikianlah menurut pendapat yang sahih;   

وَفِي

(dan untuk) memerdekakan

 ٱلرِّقَابِ

(budak-budak) yakni para hamba sahaya yang bersetatus mukatab;

 وَٱلۡغَٰرِمِينَ

(orang-orang yang berutang) orang-orang yang mempunyai utang, dengan syarat bila ternyata utang mereka itu bukan untuk tujuan maksiat; atau mereka telah bertobat dari maksiat, hanya mereka tidak memiliki untuk melunasi utangnya, atau diberikan kepad orang-orang yang sedang bersengketa demi untuk mendamaikan mereka, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan;  

 وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ

(untuk jalan Allah) yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah, tetapi tanpa ada yang membayarnya, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan;

وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ

(dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan) yaitu yang kehabisan bekalnya;

 فَرِيضَةٗ

(sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan) lafaz faridotun dinasabkan oleh fiil yang keberadaannya diperkirakan;

 مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ

(Allah, dan Allah Maha mengetahui) makhluk-Nya;

 حَكِيمٞ ٦٠

(lagi Maha bijaksana) dalam penciptaanNya.

3.      Makna Ijmali

a.       Surat Attaubah Ayat 103.

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (9: 103).

Islam bukanlah agama ibadah, zikir dan doa saja melainkan agama kepedulian terhadap fakir miskin dan pendanaan kepentingan-kepentingan sosial. Bahkan salah satu dari kewajiban setiap orang muslim adalah membagikan sebagian dari harta kekayaan mereka kepada fakir miskin atau yang dikenal dengan zakat. Mengeluarkan zakat hukumnya wajib, selain itu bersedekah juga merupakan perbuatan mustahab yang berulang kali ditekankan oleh para nabi.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

a.       Mengeluarkan zakat, merupakan bukti kejujuran seseorang atas pengakuan imannya kepada Allah Swt.

b.      Dalam menilai perbuatan baik orang lain, kita dituntut untuk bersyukur kepada Allah dan termotivasi untuk melakukan perbuatan yang baik. Bahkan Rasulullah Saw mengucapkan salam dan mendoakan orang-orang mengeluarkan zakat.

Allah memerintahkan Rasul saw, untuk mengambil zakat dari harta kekayaan mereka, yng denannya akan membersihkan dan menyucikan mereka, yang demikian itu bersifat umum, meskipun sebagian ulama ada yang mengembalikan dhomir hum pada kalimat awalihim kepada orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka yang mencampurkan antara amal kebaikan dengan perbuatan buruk. Oleh karena itu sebagian orang yang menolak membayar zakat dari kalangan masyarakat Arab, berkeyakinan bahwa pembayaran zakat kepada pemimpin tidak boleh, kalau pun boleh harus kepada Rasulullah saw. Penafsiran dan pemahaman yang salah tersebut telah ditentang oleh Abu Bakar ash-Shidiq dan semua Shabat Rasul saw. Bahkan oleh Abu Bakar diperangi, hingga mereka membayar zakat kepada Khalifah sebagaimana mereka membayar zakat kepada Rasul saw, Abu Bakar berkata “Demi Allah seandainya mereka menghalangiku dari anak kambing yang dulu mereka tunaikan kepada Rasul saw, niscaya aku akan memerangi mereka karena hal itu”

b.      Surat Attaubah Ayat 60.

۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٦٠

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah:60)

Ayat ini menyatakan bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang-orang selain mereka, tidak boleh pula mencegah zakat dari sebagian golongan diantara mereka bilamana golongan tersebut memang ada. Selanjutnya imamlah yang membagi-bagikannya kepada golongan-golongan tersebut secara merata; tetapi imam berhak mengutamakan individu tertentu dari suatu golongan atas yang lainnya.  Huruf lam yang terdapat pada lafaz lil fuqara memberikan pengertian wajib meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak.  Hanya saja tidak diwajibkan kepada pemilik harta yang dizakati, bilaman ia membaginya sendiri, meratakan pembagiannya kepada setiap golongan, karena hal ini amat sulit untuk dilaksanakan.  Akan tetapi, cukup baginya memberikannya kepada tiga orang dari setiap golongan. Tidak cukup baginya bilamana ternyata zakatnya hanya diberikan kepada kurang dari tiga orang; demikianlah pengertian yang disimpulkan dari ungkapan jamak pada ayat ini.  Sunnah telah memberikan penjelasannya, bahwa syarat bagi orang yang menerima zakat itu antara lain muslim, hendaknya ia bukan keturunan dari Bani Hasyim, dan tidak pula dari Bani Mutaqin.      

Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad, sipemilik harta boleh memberikan zakatnya kepada salah satu Ashnaf saja. Bahkan menurut Abu Hanifah dan Imam Malik, zakat itu boleh saja diberikan kepada seseorang dari salah satu Ashnaf yang disebutkan dalam ayat diatas. Sedangkan menurut Imam Malik disunatkan memberikan zakat kepda orang yang sangat memerlukannya. Pendapat yang moderat dikemukakan oleh Ibrahim An-Nakha’i yang menyatakan bahwa zakat boleh hanya diberikan kepada kelompok atau orang tertentu apabila jumlahnya hanya sedikit. Akan tetapi jika jumlahnya banyak hendaknya diberikan kepada setiap Ashnaf  yang disebutkan dalam surat At-Taubah: 60.

            Zakat yang dimaksud dalam surat Al-Taubah: 60 juga meliputi zakat fitrah, yakni zakat yang harus dibayarkan oleh setiap orang muslim pada akhir bulan Ramadhan hingga turunnya Khotib dari mimbar Shalat Idul Fitri. Zakat fitarah diwajibkan kepada setiap orang muslim, baik orang merdeka, budak, anak-anak maupun bayi, laki-laki dan perempuan. Kewajiban membatar zakat fitrah dibebankan kepada majikannya. Sedangkan kewajiban atas anak-anak dan bayi dibebankan kepada orang tuanya. Pembayaran zakat fitrah, menurut sebagian mazhab Syafi’iyah, boleh dilakukan sejak awal Ramadhan. Adapun keutamaan membayar zakat fitrah adalah pada saat wajibnya , yakni sejak terbenam matahari pada akhir ramadhan hinggga khotib turun dari mimbar shalat idul Fitri.                                                 

Jakat wajib itu hanya didistribusikan kepada delapan golongan:

1.      Kaum kafir yang tidak memiliki apa pun

2.      Kaum miskin yang memiliki harta, tapi tidak mencukupi kebutuhan mereka;

3.      Orang-orang yang dikhususkan untuk menarik zakat;

4.      Kaum kafir yang dipikat hatinya oleh imam untuk masuk Islam, atau orang Islam yang masih leah ke Islamannya;

5.      Untuk membeli dan membebaskan budak  atau budak mukatab(budak yang terikat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan);

6.      Orang yang terlilit utang (yang berutang untuk keperluan sendiri)

7.      Orang yang berjihad dan murabithun (pasukan yang siap siaga di perbatasan) untuk berjihad;

8.      Membantu musafir yang kehabisan bekal, meskipun dinegrinya dia adalah orang kaya. Allah mewajibkan pembagian ini secara baku. Allah maha mengetahui yang maslahat bagi hamba-Nya; Maha bijaksana dalam mengatur segala urusan mereka.

Para ulama berbeda pendapat mengenai delapan kelompok ini, apakah pembagian zakat harus meliputi semuanya atau sebatas yang memungkinkan? Dalam hal ini ada dua pendapat;

1.      Menurut Imam yafi’i, harus meliputi semuanya.

2.      Tidak harus semuanya, boleh dibrikan kepada satu kelompok saja, meskipun terdapat kelompok lain, ini menurut Imam Malik dan sekelompok Ulama syalaf dan Khalaf diantaranya: Umar Kudzaifah, Ibnu ‘Abbas, Abul ‘Aliayah bin Jubair dan Maimun bin Mihram.

Fakir didahulukan karena mereka lebih membutuhkan daripada kelompok-kelompok yang lain. Menurut Abu Hanifah “orang miskin kondisinya lebih buruk daripada orang fakir” sedangkan Ibnu Jarir dan beberapa ulama lain mengatakan bahwa, orang fakir adalah orang yang butuh, akan tetapi tidak mau meminta-minta, sedangkan ornag miskin adalah orang butuh akan tetapi dia mampu meminta-minta. Qatadah berkata “orang fakir adalah orang yang butuh dan memilki penyakit menahan, sedangkan orang miskin adalah orang butuh tetapi badannya sehat”

  Adapun tentang Amilin adalah orang yang mengelola zakat, mereka berhak mendapat bagian zakat, amil tidak boleh berasal dari keluarga Nabi, karena keluarga Nabi tidak berhak menerima zakat.

Tentang almuallafatu quluubuhum (orang-orang yang hatinya perlu dilunakan), ada beberapa macam, diantaranya ada yang diberi zakat agar masuk Islam, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah terhadap Shafwan bin Umayyah, beliau memberinya rampasan perang hunain, yang mana pada saat itu dia masih musrik. Safwan menceritakan “Rasulullah Saw, terus memberiku hingga ia menjadi orang yang paling aku cintai, setelah sebelumnya ia adalah orang yang paling aku benci”

Diantara mereka ada yang diberi harta zakat untuk memperbaiki kualitas keimanan, seperti yang dilakukan oleh Rasul saw, terhadap para pembesar dari orang-orang Thulaqa’, dimana beliau memberikan kepada mereka masing-masing 100 unta dari harta rampasan perang hunain. Ada yang diberi zakat agar teman-temannya masuk Islam, ada yang diberi zakat agar mau mengumpulkan zakat dari orang-orang sekelilngnya atau untu mengamankan wilayah kaum muslimin, dari bahaya yang timbul di perbatasan.

Apakah setelah wafatnya Rasul saw Muallafah yang diharapkan masuk Islam mendapatkan bagian zakat? Para ulama berbeda pendapat. Diriwayatkan bahwa ‘Umar, ‘Amir, asy-Sya’bi ­dan sekelompok ulama lainnya, tidak memberikan bagian zakat setelah Rasul saw, wafat. Karena Allah telah memulyakan dan tempat kepada Islam dan kaum muslim lainnya di muka bumi. Sedangkan ulama lain berpendapat.”mereka tetap diberi bagian, karena Rasul saw, telah memberi mereka bagian setelah penaklukan kota Mekkah dan kekalahan orang-orang Hazin dan karena hal itu kadang dibutuhkan, jadi mereka diberi bagian”

Tentang ar-Rikab (hamba sahaya) adalah al-Mukatib (hamba sahaya yang melakukan perjanjian bebas). Ibnu Abas dan al-Hasan bekata “tidak mengapa seorang budak dimerdekakan dengan harta zakat” pendapat ini dipegang oleh Imam Ahmad, Imam Malik dan Ishaq. Ada banyak hadits yang menerangkan besarnya orang yang membebaskan budak dan bahwa Allah akan membebaskan setiap badan yang membebaskan budak dari api neraka, hingga kemaluannya.

Tentang al-gharimu, ada beberapa macam, diantaranya yang mempunyai tanggungan denda atau hutang, yang harus dipenuhisedangkan untuk memenuhinya ia harus menguras habis harta kekayaannya, atau ia harus berhutang kepada orang lain atau berhutang lalu melakukan kemaksiatan lalu ia bertaubat orang-orang demikian diberikan bagian.

Tentang Fi Sabilillah diantaranya adalah orang-orang sedang dalam peperangan sedangkan mereka tidak digaji. Menurut Imam Ahmad al-Hasan dan Ishaq, bahwa haji termasuk fi Sablillah.

Tentang Ibnu Sabil adalah orang yang musafir disuatu negri yang bekalnya mencukupi untuk dipakai pulang ke negrinya, maka dia diberi bagian zakat yang mencukupi pulang kenegrinya. Begitupula yang mau bepergian, akan tetapi tidak memiliki bekal, maka ia diberi dari bagian zakat untuk perbekalannya pergi dan pulang. Dari pendapat ini dari ayat tersebut dan hadits.

4.      Munasabah

Untuk korelasi atau penghubung surat At-Taubah ayat 60 menyatakan bahwa hanya menerangkan cara-cara pendistribusian zakat dan kepada siapa saja zakat itu diberikan; tidak menunjukan kepada keharusan adanya pemerataan pembagian. Adapun Hadis Ziad bin Al-Harts yang dipegangi pendukung pendapat pertama dinyatakan dha’if (lemah) oleh pendukung pendapat kedua. Alasan lain yang dipertahankan kelompok kesua ialah firman Allah SWT:

إِن تُبۡدُواْ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِيَۖ وَإِن تُخۡفُوهَا وَتُؤۡتُوهَا ٱلۡفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۚ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّ‍َٔاتِكُمۡۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ٢٧١

Jika kamu menampakkan sedekah (mu), Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah, 2:271)

Al-Baqarah, 2:43

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٤٣

43. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku´(Al-Baqarah, 2:43)

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡأَحۡبَارِ وَٱلرُّهۡبَانِ لَيَأۡكُلُونَ أَمۡوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡبَٰطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۗ وَٱلَّذِينَ يَكۡنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٖ ٣٤

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.

Q.S At-Taubah:35

يَوۡمَ يُحۡمَىٰ عَلَيۡهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكۡوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمۡ وَجُنُوبُهُمۡ وَظُهُورُهُمۡۖ هَٰذَا مَا كَنَزۡتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمۡ تَكۡنِزُونَ ٣٥

Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu. (Q.S At-Taubah:35)

Q.S  Al A’nam:141

۞وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنشَأَ جَنَّٰتٖ مَّعۡرُوشَٰتٖ وَغَيۡرَ مَعۡرُوشَٰتٖ وَٱلنَّخۡلَ وَٱلزَّرۡعَ مُخۡتَلِفًا أُكُلُهُۥ وَٱلزَّيۡتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُتَشَٰبِهٗا وَغَيۡرَ مُتَشَٰبِهٖۚ كُلُواْ مِن ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثۡمَرَ وَءَاتُواْ حَقَّهُۥ يَوۡمَ حَصَادِهِۦۖ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ ١٤١

Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin) dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.(QS. Al-An’am:141)

Q.S Al Baqarah :277

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٢٧٧

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah:277)

Q.S Ar-Rum:39

وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن رِّبٗا لِّيَرۡبُوَاْ فِيٓ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرۡبُواْ عِندَ ٱللَّهِۖ وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن زَكَوٰةٖ تُرِيدُونَ وَجۡهَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُضۡعِفُونَ ٣٩  

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (           QS. Ar-Rum:39)

Q.S. Al Baqarah : 274

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٢٧٤

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah:274) 

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٢٧٤

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati

Q.S Al-Baqarah: 245

مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ ٢٤٥

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan

1.      Harta Dagangan.

Al-Baqarah : 267

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بِ‍َٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ ٢٦٧

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.(QS.Al-Baqarah:267)

َعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مُعَاذًا رضي الله عنه إِلَى اَلْيَمَنِ )  فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ, وَفِيهِ: ( أَنَّ اَللَّهَ قَدِ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ, تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ, فَتُرَدُّ فِ ي فُقَرَائِهِمْ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيّ ِ

Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu--dan didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

Kewajiban Membayar Zakat.

حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَوْهَبٍ عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ قَالَ مَا لَهُ مَا لَهُ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَبٌ مَا لَهُ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ وَقَالَ بَهْزٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ وَأَبُوهُ عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُمَا سَمِعَا مُوسَى بْنَ طَلْحَةَ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ أَخْشَى أَنْ يَكُونَ مُحَمَّدٌ غَيْرَ مَحْفُوظٍ إِنَّمَا هُوَ عَمْرٌو

Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin 'Umar telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Muhammad bin 'Utsman bin 'Abdullah bin Mawhab dari Musa bin Thalhah dari Abu Ayyub radliallahu 'anhu; Bahwa ada seseorang laki-laki berkata, kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam: "Kabarkan kepadaku suatu amal yang akan memasukkan aku kedalam surga". Dia berkata,: "Apakah itu, apakah itu?. Dan Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Dia membutuhkannya. Yaitu kamu menyembah Allah dengan tidak menyekutukanNya dengan suatu apapun, kamu mendirikan shalat, kamu tunaikan zakat, kamu sambung hubungan kerabat (shilaturrahim) ". Dan berkata, Bahz telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Utsman dan bapaknya 'Utsman bin 'Abdullah bahwa keduanya mendengar Musa bin Thalhah dari Abu Ayyub dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam dengan lafadz seperti ini. Berkata, Abu 'Abdullah Al Bukhariy: "Aku ragu bahwa Muhammad bin 'Utsman yang menghafalnya dari (Syu'bah) akan tetapi yang benar adalah 'Amru bin 'Utsman.

Dosa Bagi Orang yang Enggan Membayar Zakat

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا } لَا يَحْسِبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ { الْآيَةَ

Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Aal Qasim telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin 'Abdullah bin Dinar dari bapaknya dari Abu Shalih As-Saman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata,: Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam telah bersabda: "Barangsiapa yang Allah berikan harta namun tidak mengeluarkan zakatnya maka pada hari qiyamat hartanya itu akan berubah wujud menjadi seekor ular jantan yang bertanduk dan memiliki dua taring lalu melilit orang itu pada hari qiyamat lalu ular itu memakannya dengan kedua rahangnya, yaitu dengan mulutnya seraya berkata,: 'Aku inilah hartamu, akulah harta simpananmu". Kemudian Beliau membaca firman Allah subhanahu wata'ala QS Alu 'Imran ayat 180 yang artinya "(Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, ……").

Zakat Fitrah

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ

1609. Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Rasulallah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari hal-hal dan perbuatan yang sia-sia dan perkataan buruk (ketika berpuasa), serta untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (Idul Fitri) maka zakatnya diterima, dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat Idul Fitri, maka harta yang dikeluarkannya itu dianggap sebagai shadaqah sebagaimana shadaqah yang lain. " (Hasan)

عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أُنَيْسٍ حَدَّثَهُ أَنَّهُ تَذَاكَرَ هُوَ وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ يَوْمًا الصَّدَقَةَ فَقَالَ عُمَرُ أَلَمْ تَسْمَعْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ يَذْكُرُ غُلُولَ الصَّدَقَةِ أَنَّهُ مَنْ غَلَّ مِنْهَا بَعِيرًا أَوْ شَاةً أُتِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ قَالَ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُنَيْسٍ بَلَى

1478-1837. Dari Ibnu Unais, ia bersama Umar bin Khaththab menyebutkan tentang harta sedekah/zakat pada suatu hari, kemudian Umar berkata, "Tidakkah kau mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika beliau menyebutkan perihal kecurangan dalam harta zakat, bahwasanya beliau menyatakan bahwa orang yang berlaku curang (mengambil sebagian harta sebelum dibagikan), berupa seekor unta atau kambing, maka ia akan dibebankan kepadanya untuk membawanya?" perawi berkata, "Maka Abdullah bin Unais berkata, "Ya." Shahih: Ash-Shahihah (2354): Muttafaq Alaih, lebih lengkap.

Zakat perhiasan.

أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مَسْعُودٍ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِنْتٌ لَهَا فِي يَدِ ابْنَتِهَا مَسَكَتَانِ غَلِيظَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ أَتُؤَدِّينَ زَكَاةَ هَذَا قَالَتْ لَا قَالَ أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ قَالَ فَخَلَعَتْهُمَا فَأَلْقَتْهُمَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ هُمَا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قَالَ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ سَمِعْتُ حُسَيْنًا قَالَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ قَالَ جَاءَتْ امْرَأَةٌ وَمَعَهَا بِنْتٌ لَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي يَدِ ابْنَتِهَا مَسَكَتَانِ نَحْوَهُ مُرْسَلٌ قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ خَالِدٌ أَثْبَتُ مِنْ الْمُعْتَمِرِ

Telah mengabarkan kepada kami Isma'il bin Mas'ud dia berkata; telah menceritakan kepada kami Khalid dari Husain dari 'Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya bahwa seorang wanita dari negeri Yaman datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersama puterinya yang mengenakan dua gelang ditangannya berukuran besar terbuat dari emas, lalu beliau bertanya: "Apakah kamu telah mengeluarkan zakat gelang ini?" Ia menjawab; 'Tidak.' Beliau bersabda: 'Apakah kamu senang pada hari Kiamat nanti Allah -Azza wa Jalla- akan menggelangimu dengan dua gelang dari api neraka? 'Ibnu Amru berkata; 'Maka ia segera melepas kedua gelang tersebut dan melemparkannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, seraya berkata; 'Kedua gelang itu untuk Allah dan Rasul-Nya.' Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdul A'la dia berkata; telah menceritakan kepada kami Al Mu'tamir bin Sulaiman dia berkata; Aku mendengar Husain berkata; Telah menceritakan kepada kami Amru bin Syu'aib dia berkata; Telah datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seorang wanita bersama puterinya yang mengenakan dua gelang ditangannya,-sebagaimana Hadits di atas secara mursal. Abu Abdurrahman berkata; Khalid lebih kuat dibanding Al Mu'tamir.

5.      SIGNIFIKANSI

A.    Tujuan dan sasaran Zakat

1.      Memperbaiki Tarap Hidup

2.      Mengatasi ketenagakerjaan

3.      Perkoprasian

4.      Pendidikan dan Bea Siswa

5.      Proyek kesehatan

6.      Panti Asuhan

7.      Sarana peribadatan

A.    Manajemen Zakat

Zakat adalah Ibadah Maliah Ijtimaiyah yang diwajibkan kepada seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama Islam untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan keputusan Mentri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan UU tersebut telah memberi kewenangan kepada pemerintah untuk membentuk organisasi pengelolaan zakat, seperti halnya Badan Amil Zakat (BAZ) yang berkedudukan di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, serta unit pengumpul zakat (UPZ) di tingkat desa dan untit kerja. Organisasi tersebut masing-masing berdiri sendiri dan hanya memiliki hubungan koordinatif, konsultatif, dan informatif.

Struktur organisasi BAZ terdiri dari unsur pertimbangan, pengawasan, dan pelaksana. Kepengurusan atas unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional, dan wakil pemerintah. Berdasarkan KMA No. 581 tahun 1999 Pasal 10, Badan Pelaksana BAZ nasional, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan diberi tugas untuk:  Menyelanggarakan tugas administrasi dan teknis pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat, menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi dan edukasi pengelolaan zakat.

1.      Persyaratan Lembaga Pengelolaan Zakat

Yusuf al-Qaradhawi dalam bukunya Fiqih Zakat mengatakan sebagai berikut: Beragama Islam, mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus urusan umat, memiliki sifat Amanah atau Jujjur, mengerti dan memahami hukum-hukum zakat, memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas, kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Di Indonesia berdasarkan KMA RI No. 581 tahun 1999, dikemukakan bahwa lembaga zakat harus memiliki persyaratan tertulis, antara lain:

1.      Berbadan Hukum,

2.      Memiliki data Muzakki dan Mustahik,

3.      Memiliki program kerja yang jelas,

4.      Memiliki pembukuan yang baik, dan

5.      Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit.

2.      Organisasi Lembaga Pengelola Zakat

UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Bab lll pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa llembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu BAZ dan LAZ. BAZ dibentuk oleh pemerintah, sdangkan LAZ didirikan oleh masyarakat. Dalam bukupetunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh Institut Manajemen Zakat (2001) dikemukakan susunan organisasi lembaga pengelola zakat seperti BAZ sebagai berikut: Susunan organisasi BAZ. BAZ terdiri dari Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas, dan Badan Pelaksana, dewan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat  (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan bendahara, komisi pengawas  sebagaimana dimaksud dalam ayat  (1) meliputi unsur ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota, badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat  (1) meliputi unsur ketua, sekretaris, bagian keuangan, bagian pengumpulan, bagian pendistribusian, dan pendayagunaan, anggota pengurus amil zakat terdiri dari unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri dari unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional, dan lembaga pendidikan yang terkait.

3.      Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus BAZ.

Dewan Pertimbangan. Fungsi Memberikan pertmbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi pengawas dalam pengelolaan BAZ, meliputi aspek syariah dan aspek manajerial. Tugas pokok, antara lain:

1.      Memberikan garis-garis kebijakan umum BAZ,

2.      Mengesahkan rencana kerja dari badan pelaksanaan dan komisi pengawas,

3.      Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak berkenaan dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus BAZ,

4.      Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi pengawas baik diminta mapun tidak, dan

5.      Memberikan ersetujuan atas laporan tahunan hasil kerja badan pelaksana dan komisi pengawas, menunjuk akuntan publik.

Komisi Pengawas. Fungsi, Sebagai pengawas internal atas oprasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana. Tugas Pokok, antara lain:

1.      Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan,

2.      Mengawasi pelasanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dewan pertimbangan,

3.      Mengawasi oprasional kegiatan yang yang dilaksanakan badan pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribuian, dan pendayagunaan,

4.      Melakukan pemeriksaan oprasional dan pemeriksaan syariah.

Badan Pelaksana. Fungsi, Sebagai pelaksana pengelolaan zakat, Tugas Pokok, antara lain:

1.      Membuat rencana kerja,

2.      Melaksanakan oprasional pelaksanaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai kebijakan yang telah ditetapkan,

3.      Menyusun laporan tahunan, dan

4.      Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah, bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama BAZ ke dalam maupun keluar.

Dalam tugas pokok pelaksana tidak ada tugas pelaksana yang harus memberikan informasi dana zakat kepada publik, karena menurut penulis jika  publik mengetahui arus dana zakat, maka ini akan memupuk kepercayaan masyarakat terhadap BAZ, karena transfaransi keuangan sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat, bukan hanya pemerintah saja, jika masyarakat sudah percaya, maka muzakki

B.     Isu dan Definisi

Pada tahun 1998 tingkat inflasi mencapai 77.63%. tidak kurang dari 17 juta orang menganggur dan tingkat kemiskinan mengalami setback seperti tahun 1970-an, yaitu mendekati 80 juta orang atau hampir 40% dari jumlah penduduk Indonesia. Ada berbagai macam kemiskinan, yaitu:

1.      Kemiskinan Natural, kemiskinan yang dialami masyarakat pertama disebabkan faktor alami, seperti miskinnya sumber daya alam (SDA), baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Secara alami melemahkan etos masyarakat untuk dapat keluar dari lingkar kemiskinan,

2.      Kemiskinan Struktural, yaitu kemiskinan yang melilit masyarakat di tengah-tengah drap pembangunan. Meskipun pembangunan telah berjalan sekian lama, masyarakat tetap tidak berubah kesejahtraannya. Masyarakat ini menderita kekurangan fasilitas, modal,pendidikan, dan sebagaimana yang dibuthkan untuk melepaskan diri lingkar kemiskinan, dan

3.      Kemiskinan Budaya, yaitu kemiskinan yang dialami masyarakat di tengah lingkungan yang mengandung cukup bahan untuk memperbaiki taraf hidup mereka,  seperti melimpahnya sumber dayya alam (SDA). Kebudayaan itu tidak mengandung ilmu pengetahuan, pengalaman, teknologi, jiwa usaha, dan dorongan sosial untuk menggali SDA serta memanfaatkannya untuk perbaikan hidup. Keberhasilan BAZ dalam mengemban misi atau tugas pokok dan fungsinya sangat tergantung pada ketetapan manajemennya.

Sebagaimana yang kita lihat dan rasakan negri kita adalah negri yang kaya akan SDA, jadi menurut penulis miskin natural itu sangat tidak mungkin, karena kalau kita bisa menggali SDA kita akan kaya, namun permasalahannya bukan dari SDA tapi dari SDM yang lemah, jika melihat penomena ini maka dana zakat bisa untuk didistribusikan dalam pembangunan SDM biar umat Islam mampu mengelola SAD dengan itu maka kemiskinan dapat diatasi.

C.    Tugas Pengelolaan Zakat.

Perencanaan, antara lain:

1.      Merumuskan tujuan, identifikasi sasaran,

2.      Menganalisis lingkungan dan sumberdaya,

3.      Identifikasi peluang strategis dan tantangan,

4.      Mengambil keputusan strategis jangka pendek,

5.      Menengah dan panjang, implementasi strategis, dan

6.      Evaluasi kemajuan dan perkembangan.

Pelaksanaan¸antara lain:

1.      Pengumpulan,

2.      Pengelolaan, dan

3.      Pendayagunaan (distribusi).

Manajemen Pengumpulan. antara lain:

1.      Sosialisasi kebijakan melalui media massa baik cetak maupun elektronik,

2.      Kerjasama dengan ormas-ormas Islam dan OKP dalam rangka peningkatan sistem penyuluhan dan kehumasan,

3.      Melaksanakan rood show melalui kerjasama dengan instansivertikal,

4.      BUMN, Bank, dalam rangka menyaring muzki, membuka rekening di bank milik pemerintah dan suasta, menerbitkan buku panduan, buku pedoman, leaflet, buku kutbah jum’at berisi tema-tema zakat, dan pengajian eksekutif (lepas kerja), kunjungan silaturahim,

5.      Melaksanakan pelatihan tata cara pengumpulan dana ZIS, melaksanakan kegiatan Bulan Zakat, dan

6.      Membuka unit pengumpulan zakat (UPZ) pada Instansi/perusahaan berkala propinsi, membuka counter zakat, pembangunan sistem informasi berjangka, melaksanakan Tlak Show di TV, pemnyelanggaraan seminar, workshop, rapat kerja, dan ceramah zakat pada instansi dan mitra BAZ, penyelenggaraan pelayanan pick-up service bagi muzaki.

Manajemen Pengelolaan, antara lain:

1.      Personalia yang amanah, jujur, profesional, dan bertanggung jawab,

2.      Inventaris dan equipmen yang cukup memadai,

3.      Kegiatan sosialisasi,

4.      Penerimaan dana (keuangan) ZIS,

5.      Kegiatan administrasi pendukung,

6.      Pendataan wajib zakat yang berhak menerima zakat dan benda-benda yang wajib dikeluarkan zakatnya,

7.      Penetapan standar besarnya ZIS, dan

8.      Kegiatan pendistribuian dan pendayagunaan ZIS.

Manajemen Pendistribusian, antara lain:

1.      Bantuan Langsung, merupakan bantuan yang diberikan kepada mustahik yang habis dipakai dan tidak dikembalikan oleh mustahik, dan

2.      Bantuan Tidak Langsung, merupakan bantuan yang diberikan kepada mustahik dengan kewajiban mengembalikan atau sebagai dana abadi milik BAZ yang ada pada mustahik. Bantuan ini diklasifikasikan kepada:

a.       Bantuan untuk pemberdayaan ekonomi lemah,

b.      Bantuan bagi kelompok inventasi (penyertaan) yang bersifat bisnis murni: Pendirian usaha bisnis di bawah kendali BAZ, Penyertaan pada perusahaan-perusahaan yang (profitabel), bantuan pendirian lembaga pendidikan yang berorientasi mendidik wirausaha muslim yang andal, sehingga dapat menciptakan sumber-sumber ZIS yang potensial, bantuan sarana fisik keagamaan, bantuan kemanusiaan (kesehatan).

Pengawas, Pengawasan adalah proses manajemen yang menjamin kegiatan oprasional benar-benar sesuai dengan kegiatan oprasional yang direncanakan:

1.      Menetapkan standar kerja dalam mencapai tujuan yang direncanakan,

2.      Merancang sistem informasi umpan balik,

3.      Membandingkan kinerja aktual dengan standar kinerja yang ditetapkan, menetapkan apakah terdapat suatu perbedaan, dan mengukur signifikansi perbedaan tersebut, dan

4.      Mengambil tindakan koreksi.

D.    Faktor Penghambat.

Faktor penghambat pengelolaan zakat antara lain:

1.      Pada umumnya belum memperoleh kantor pribadi,

2.      Belum memiliki pegawai tetap yang memadai,

3.      Belum menerima bantuan dari pemerintah,

4.      Belum meratanya kesadaran masyarakat untuk ber-ZIS,

5.      Adanya sebagian anggota masyarakat yang menyerahkan zakat secara langsung,

6.      Mispersepsi sebagai kaum muslimin (muzaki) membayar sendiri lebih afdol dibanding melalui BAZ,

7.      Masih banyak kaum muslimin yang belum sadar/mengerti kewajiban zakat,

8.      Para muzaki sibuk, malas, lupa, dan kendala pribadi lainnya dalam menunaikan zakat,

9.      Eksistensi BAZ belum dikenal masyarakat, dan

10.  Kredibilitas BAZ diragukan oleh sebagian Muzaki.

E.     Optimalisasi Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat

Potensi zakat di Indonesia, Berdasarkan pidato Presiden RI dan Mentri Agama pada pencanangan Gerakan Sadar Zakat tgl. 02 Desember 2001 adalah sebesar Rp. 7,5 terliun per tahun. Tetapi berdasarkan hasil survey PIRAC pada tahun 2002 kesluruhan zakat yang baru tergali adalah sebesar Rp. 4-5 terliun per tahun. Lembaga Penyaluran Zakat yang dipercaya Masyarakat, Panitia sekitar rumah: 66%, langsung kepada mustahik: 28%, BAZ: 4%, LAZ:2%

F.     Pendayagunaan Dana Zakat,

Zakat sebagai subsistemsubstansi dari kesatuan sistem ajaran Islam bertujuan untuk menyelesaikan problem sosial masyarakat Islam. Di antaranya ialah apa yang disebut dalam Fiqih Islam dengan istilah saddu al-khalla sebagai mata rantai prinsip umum dalam ajaran Islam, yaitu untuk mencapai khasanah di akhirat.

G.    Urgensi Lembaga Pengelola Zakat, Pengelolaan zakat didasarkan pada Firman Allah SWT yang terdapat dalam surat at-Taubah:

۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٦٠

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Juga pada Firman Allah SWT dalam at-Taubah: 103

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”

Dalam surat at-Taubah:60 tersebut dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat adalah orang-orang yang bertugas mengurus zakat. Sedangkan dalam surat at-Taubah:103 dijelaskan bahwa zakat diambil (dijemput) dari orang-orang ynag berkewajiban berzakat untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Yang mengambil dan yang menjemput tersebut. Imam Qurthubi ketika menafsirkan ayat tersebut (at-Taubah:60) menyatakan bahwa ‘amil itu adalah  orang-orang yang ditugaskan untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatatkan zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk emudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Rasul saw, pernah memperkerjakan seorang pemuda dari suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah untuk mengrus zakat Bani Suliman pernah pula mengutus Ali bin Abi Thalib ke Yaman untuk mengambil Zakat. Jika zakat dikelola oleh lembaga pengelola zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa keuntungan antara lain: Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat, untuk menjaga perasaan rendah diri para Mustahik zakat apabila berhadapan langsung dengan para Muzakki, untuk mencapai efisien dan efektivitas, serta sarana yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat, dan untuk memperlihatkan syiar Islam dalam emangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami. Meskipun secara hukum Syariah adalah sah apabila memberikan zakat langsung kepada Mustahik.

H.    Masalah distribusi : sabilillah.

Masalah pendayagunaan menarikk juga untuk dikajintentang pendistribusian zakat untuk membiayai pembangunan atau perbaikan sarana keagamaan, seperti masjid, sekolah, rumah sakit, pesantren, dan lain-lain yang bersifat kepentingan umum. Terdapat kecendrungan mengkategorikan hal tersebut kedalam ashnaf Sabilillah.

Soal itu ada baiknya memperhatikan keterangan Syeh Sarbini, bahwa sesungguhnya penafsiran Sabilillah dengan al-Gozwah dikarnakan pemikiran kata-kata itu dalam pengertian , baik secara istilah maupun secara hukum dengan petunjuk firman Allah yang berulang kali. Maka, jika kata itu diucapkan secara mutlak, pengertian yang demikian itulah yang menurut bahasa adalah jalan atau (sarana yang menghubungkan atau menyampaikan kepada Allah), itulah pengertian yang lebih umum.

Di lain pihak, Syaid Bakri Syatha, pengarang I’anah Al-Thalibin, berpendapat bahwa zakat dapat diberikan kepada siapa yang meminjam untuk mmembiayai kepentinagn umum, dan tidak secara langsung membiayai kepentingan umum tersebut dari semula, dan jika secara langsung membiayai kepentinagn

I.       Zakat menyakinkan seseorang denan keislamannya.

Abu Bakar ketika menjabat sebagai khalifah sempat geram terhadap para sahabat. Pada masa itu keadaan sedang dalam keadaan kacau, sehingga banyak sahabat, tidak terkecuali Umar yang dikenal keras menganjurkan bahwa dalam keadaan yang sangat kritis lebih baik jika mengikuti kebijakan yang lunak. Terhadap ini Khalifah menjawab dengan marah “kalian begitu keras dimasa jahiliyah, tetapi sekarang setelah Islam, kalian menjadi lemah. Wahyu-wahyu Allah telah berhenti dan agama kita telah memperoleh kesempurnaan. Kini haruskah Islam dibiarkan rusak dalam masa hidupku?. Demi Allah seandainya mereka menahan sehelai benang pun (dari zakat) saya akan memerintahkan untuk memerangi merka”

J.      Penyaluran zakat.

Di Indonesia banyak masalah sosial yang dihadapi, masalah yang amat mmenonjol adalah kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan dekadensi moral. Tapi bukan berarti masalah lainnya tidak penting. Dalam menghadapi masalah tersebut, umat Islam berkewajiban memerangi kemiskinan, kebodohan, kemerosotan akhlak dan kurangnya kesehatan.

Zakat dan infak adalah tumpukan harta yang dikumpulkan dari para muzaki dan dermawan, dan akan dibagikan tau disalurkan kembali kepada orang yang berhak menerimanya sebagaimana diterangkan dalam al-qur’an QS. At-Taubah:60. Kalau kita melihat sejarah di zaman Rasul saw, pun orang-orang yang serakah tidak dapat menahan air liurnya melihat harta zakat yang bertumpuk itu. Tetapi Rasul saw, tidak memerhatikan mereka yang serakah itu dan mulailah mereka menggunjjing, memperkatakan kedudukan rasulullah, karena nafsu mereka tidak terpenuhi, kemudian turunlah ayat yang menyikap sifat-sifat orang munafik dan serakah itu QS. Attaunah: 59, 60)

K.    Perbedaan antara Zakat dan Pajak,

Zakat mengandung arti suci, tumbuh dan berkah. Orang yang mengeluarkan zakat, jiwanya bersih dari sifat kikir, tamak, hartanya tidak kotor lagi, karena hak orang lain telah diberikan kepada yang berhak menerimanya. Harta yang dizakati itu juga membewa berkah dan tumbuh berkembang. Sedangkan pajak adalah utang, pajak tanah, upeti dan sebagainya, yang dibayar, sehingga kesan pajak adalah beban yang berat yang dipaksakan walaupun hasil pajak itu juga dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentigan negara, zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepda umat Islam sebagai tanda bersyukur  kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sdangkan pajak adalah kewajiban atas negara baik muslim ataupun non muslim yang tidak dikaitkan dengan ibadah, zakat ketentuannya dari Allah sedangkan pajak ketentuannya sangat bergantung kepada penguasa, zakat adalah kewajjiban yang bersifat permanen, kewajiban mengeluarkan zakat tidak bisa dihapuskan oleh siapa pun. Berbeda dengan pajak, bisa ditambah, dikurangi, dan bahkan dihapuskan sesuai dengan kepentingan negara, pos-pos pengeluaran zakat, sudh dijelaskan dalam al-Qur’an, pos-pos pengeluarannya lebih terbatas, bila dibandingkan dengan pajak yang bersifat umum, wajib zakat berhadapan dengan Allah sedangkan wajib pajak berhadapan dengan penguasa, maksud dan tujuan zakat mengandung pembinaan spritual dan moral yang lebih tinggi dari maksud dan tujuan pajak.

L.     Hukum dan dasar hukum zakat.

Hukum zakat adalah wajib ‘aini dalam arti kewajiban yang ditetapkan untuk diri pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain; walaupun dalam pelaksanaannya dapat diwakilkan kepada orang lain. Kewajiban zakat dapat dilihat dari beberapa segi: Banyak sekali perintah Allah untuk membayarzakat da hampir keseluruhan perintah berzakat itu dirangkaikan dengan perintah mendirikan shalat. Seperti dalam surat al-Baqarah: 43.

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٤٣

 Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku´

Menurut penulis perintah zakat yang kebanyakan disandingkan dengan perintah shalat, hal ini tampak jelas bahwa zakat amat sangat penting bagi umat Islam yang memiliki harta sudah nisab, jadi seorang hamba yang beriman tidak cukup dikatakan beriman jika hanya berhubungan dengan Allah, tapi dia mejauhi hubungan dengan manusia, hal ini penulis katakan, karena zakat selain memiliki hubungan dengan Allah, juga ada hubungan dengan manusia.

Perintah Allah untuk erzakat selain menggunakan kata jaka juga menggunakan kata lain, yaitu: Infaqu, seperti dalam al-Baqarah:267, Sodaqo¸ dalam surat surat at-Taubah:60, Waatawa haqohu, dalam surat al-an’am:141. Ketiga lafaz tersebut di atas menggunakan arti zakat.

1.      Dari segi banyak pujian dan janji baik yang diberikan Allah kepada orang yang berzakat, diantaranya dalam QS. Al-Mukminun:1-4.

قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ١ ٱلَّذِينَ هُمۡ فِي صَلَاتِهِمۡ خَٰشِعُونَ ٢  وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنِ ٱللَّغۡوِ مُعۡرِضُونَ ٣ وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِلزَّكَوٰةِ فَٰعِلُونَ ٤

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu´ dalam sembahyangnya. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. dan orang-orang yang menunaikan zakat.

2.      Dari segi banyaknya ancaman dan celaan Allah kepada orang yang tidak mau membayar zakat di antaranya seperti dalam QS. Fusilat:6-7.

وَوَيۡلٞ لِّلۡمُشۡرِكِينَ ٦ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُم بِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ كَٰفِرُونَ ٧

Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya. (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.

M.   Kesadaran Umat dalam Menunaikan Zakat.

Kesadaran kolektif umat dalam menunaikan zakat adalah potensi besar dan aset paling berharga bagi kehidupan bangsa, khususnya umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negri ini. Dalam penafsiran sejarahwan, era kesadaran berzakat dapat diidentikan dengan masa kejayaan umat Islam. Salah satu paktor kejayaan umat Islam sangat berhubungan erat dengan  daya panggil zakat. Sekalipun dengan segala aspeknya masih bersifat klasik, namun semangat umat Islam masa lalu dalam mengemban salah satu rukun Islam ini, begitu nampak sempurna.

Penulis sangat setuju dngan pendapat para sejarahwan, jika umat Islam sadar akan berzakat, maka umat Islam tidak akan menjadi umat yang terbelakang, apalagi kalau kita lihat di negara Indonesia umat Islam adalah sebagai mayoritas yang sudah selayaknya mendapatkan kesejahtraan, baik pendidikan, kesehatan, sarana ibadah, ekonomi, dll. Bukan  malah sebaliknya.

 Memang apa yang seharusnya tidak sesuai dengan apa yang senyatanya, hal tersebut menurut penulis banyak paktor yang mengakibatkan kurang kesadaran umat dalam berzakat, salah satunya kurangnya kepercayaan muzaki terhadap lembaga zakat, baik itu yang dibentuk oleh pemerintah maupun yang dibentuk oleh suasta yang disahkan oleh pemerintah. Jadi hemeat penulis jika ingin menanamkan kesadaran tentang berzakat semua pihak harus bersatu, ulama, pemerintah dan lembaga zakat harus menunjukan dedikasi yang baik.

N.    Zakat dan Problem Masa Silam Umat Islam di Indonesia.

 Dengan datangnya penjajah ke nusantara, maka gema keagamaan umat Islam beangsur-angsur surut. Klimaks keterpurukan umat Islam makin terasa pada saat Jepang menguasai tanah Air. Bersamaan dengan perubahan situasai seperti itu, zakat pun turut menghilang, setidak-tidaknya orang mulai sulit untuk mensosialisasikan dan mempraktekan zakat.

Sesungguhnya dengan potensi zakat yang begitu besar, prosfek umat Islam tidak harus  serba tergantung pada pertolongan bangsa lain. Akan tetapi karena kemamuan dan metode pendayagunaan yang tidak memadai, maka kesadaran kolektif dari setiap individu pemberi zakat belum bisa termanfaatkan secara optimal.

B.     Yang Tidak Boleh Menerima Zakat

1.      Keturunan Nabi

 “sesngguhnya harta sedekah atau zakat itu tidak baik bagi keluarga Muhammad, karena sesungguhnya zakat itu adalah kotoran orang”

2.      Keluarga Muzakki

Para ulama sepakat tidak boleh memmerikan zakat kepada bapak, kakek, ibu, nenek, anak laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki, anak perempuan dan cucu perempuan dari anak perempuan, karena sipemberi zakat berkewajiban memberi nafkah kepada bapaknya dan selanjutnya keatas, anak laki-lakinya dan seterusnya kebawah, ibunya dan seterusnya keatas, dan anak perempuannya dan seterusnya kebawah. Mereka itu meskipun fakir akan tetapi kaya karena kayanya si muzakki”.

3.      Orang yang sibuk beribadat sunah.

“orang yang selalu menghadapi ibadat-ibadat sunat meskipun jika ia berusaha waktunya habis untuk ibadat sunat itu, maka zakat tidak boleh diberikan kepadanya”

4.      Kafir Harobi 

Orang kafir atau tidak beragama Islam, apalagi yang berusaha melawan orang Islam, tidak boleh menerima Zakat. 

C.    Harta yang Wajib di Keluarkan Zakatnya

c.       Perhiasan, harta dagang.  

d.      Hasil Bumi

            Zakat hasil bumi tanpa syarat haul, sebab setiap kali panen harus dikeluarkan zaktanya. Adapun nisab hasil bumi adalah lima wasak (satu wasak sama dengan 60 sha’ dan satu sha’ sama dengan 31/2 liter) atau 1050 liter.

            Kadar zakat hasil bumi adalah jika pengairannya atas jerih payah sipenanam maka jakatnya 5%. Akan tetapi jika pengairannya dengan air hujan, air sungai, air irigasi yang kesemuanya itu sipenanam tidak berusaha apa-apa maka zakatnya 10%.

e.       Binatang Ternak

Binatang ternak di Indonesia yang dikenakan zakat adalah, sapi, kerbau, kambing/domba. Adapun nisbatnya sebagai berikut:

1.      Kambing

Ø  Mulai dikenakan zakat 40 ekor.

Ø  Dari 40 s/d 120 ekor, zakatnya satu ekor kambing.

Ø  Dari 121 s/d 200 ekor, zakatnya dua ekor kambing.

Ø  Dari 201 s/d 300 ekor, zakatnya 3 ekor kambing.

Ø  Selanjutnya setiap 100 ekor zakatnya satu ekor kambing.

2.      Sapi

Ø  Mulai dikenakan zakat 30 ekor sapi.

Ø  Dari 30 s/d 39 ekor, zakatnya satu ekor sapi seumur satu tahun lebih, sapi ini diberi nama “Tabii”

Ø  Dari 40 s/d 59 ekor, zakatnya satu ekor sapi seumur dua tahun lebih, sapi ini diberi nama “Musinnah”

Ø  Dari 60 s/d 69 ekor, zakatnya dua ekor sapi berumur satu tahun lebih.

Ø  Dari 70 s/d 79 ekor, zakatnya dua ekor sap, satu ekor “Tabii dan satu ekor Musinnah”

Ø  Selanjutnya dari itu setiap ada tambahan 30 zakatnya satu ekor sapi Musinnah. Dan setiap ada tambahan 40 ekor zakatnya seekor sapi Musinnah.

3.      Kerbau.

Ketentuannya sama dengan zakat sapi.

Sapi, kerbau dan kambing adalah binatang ternak yang banyak angkutannya dalam hukum Islam, ialah zakat, akikah, qurban, dan dam (dalam peribadatan haji). Kuda, ayam dan sebagainya secara resmi tidak (sebagai binatang ternak) tidak dikenakan zakat, kecuali jika dijadikan harta dagangan atau usaha peternakan, maka dikenakan zakat tirkah/zakat harta dagangan.

f.       Zajat Koprasi (Syirkah)

Sejumlah orang mengumpulkan modal meskipun masing-masing tidak sama besarnya, untuk usaha bersama, jika usaha bersama itu cukup senisab dan telah berjalan cukup setahun, harus dikeluarkan zakatnya.

Menurut pendapat ulama syafiiah, bahwa setiap bagian dari modal yang dicampur itu mempengaruhi dalam hal zakat, sehingga modal dua orang atau beberapa orang itu seperti modal seorang. Yang kemudian hal itu dapat mempengaruhi ada tidaknya zakat.

g.      Zakat Rikaz

Rikaz adalah benda kuno yang ditemukan. Benda-benda ini di Indonesia menjadi milik Negara RI. Adapun wujudnya dan bagaimanapun nilai harganya sipenemu biasanya mendapat hadiah dari pemerintah RI. Adapun menurut Hukum Islam, “Rikaz yang wajib dikeluarkan zaktanya seperlima (20 persen) ialah berupa apa saja yang ada harganya, seperti emas, perak, besi, timah, kuningan, barang yang berbentuk wadah atau hiasan dan yang serupa itu. Kaidah itu pendapat Imam Hanafi, Hambali, Ishak, Ibnu Mundir, riwayat dari Imam Malik dan salah satu dari Syafii”

h.      Zakat Makdin.

Imam Ahmad berpendapat bahwa makdin itu ialah yang dikeluarkan dari bumi, terjadi di bumi, tapi bukan dari bumi (bukan dari tanah) sedangkan harta itu berharga.

Harta Makdin seperti besi, baja, tembaga, kuningan, timah, minyak, batu bara dan lain-lain di Indonesia dikuasai oleh Negara, sedangkan Emas dan Perak oleh pemerintah masyarakat masih diperbolehkan menambngnya. Nisab harta Makdin senisab emas yaitu 20 dinar atau 49 gram. Zakat Makdin tidak mempergunakan syarat haul.

i.        Zakat Hasil Laut.

Imam Ahmad berpendapat, bahwa barang yang dihasilkan dari laut seperti ikan, mutiara dan lani-lain dikenakan zakat jika jumlah harganya sejumlah harga hasil bumi senisab. Pendapat ini diperkuat oleh Abuya Yusuf dari mazhab Hanafi terutama mengenai batu-batuan.

j.        Investasi dan Profesi

Masalah harta investasi dan profesi termasuk masalah khilafiyah yang tidak kunjung selesai di antara para ulama. Sunah nabi yang merupakan penjabaran Al-Qur’an hanya menyebutkan secara eksplisit 7 (tujuh) jenis harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, beserta ketentuan tentang batas minimal pemilikan yang wajib dikeluarkan zakatnya (nisab), yaitu emas, perak, hasil tanaman, barang dagangan, ternak, hasil tambang, dan barang temuan (rikaz).

1.      Harta Hasil Investasi.

Pada zaman moderen ini, investasi dalam berbagai bidang merupakan sektor ekonomi yang amat vital. Investasi dalam bahasa Arab Istimar. Yang dimaksud dengan zakat investasi adalah kekayaan yang tidak wajib zakat atas materinya dan tidak untuk diperdagangkan, tetapi mengalami pertumbuhan yang memberikan penghasilan dan usaha kepada pemiliknya dengan menyewakan materinya atau menjual produknya.

Pada era moderen sekarang ini dapat diberlakukan terhadap pabrik yang diambil produknya, perusahaan transportasi, pondok penginapan, hotel, dan barang-barang yang sengaja untuk disewakan. Dengan cara ini, maka yang diambil adalah hasilnya, bukan barangnya. Barang-barag tersebut dapat sebagai milik sendiri dan atau hasil pinjaman dari pihak lain yang bentuknya dapat berupa mudharabah atau sistem lainnya.

2.      Harta Hasil Profesi.

Profesi adalah pekerjaan dengan keahlian khusus dan merupakan mata pencaharian tetap bagi pemiliknya. Dengan demikian zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan oleh para profesional, seperti dokter, dosen, konsultan, karyawan, mubaligh dan da’i profesional.

Menurut para pakar dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, zakat profesi wajib hukumnya. Meskipun para pakar telah sepakat tentang wajibnya mengeluaran zakat hasil investasi dan profesi, namun dalam hadits batas minimal ada yang disebutkan secara eksplisit, ada pula yang tidak disebutkan dengan jelas sehingga menimbulkan kontroversi dikalangan ulama.

3.      Nisbah dan Kadar Zakat Investasi.

Dalam hal zakat investasi, maka batas minimal kepemilikan harta adalah setelah satu tahun dianalogikan dengan emas yang diambil dari hasil bersih usaha dan keuntungannya.

Umpamanya seorang yang mempunyai investasi Rp. 100 juta, kemudian uang tersebut dibelikan suatu perusahaan dan modalnya Rp. 10 juta. Lalu perhitungan jakatnya adalah dari keuntungan Rp. 10 juta itu setelah diambil keperluan penggajian karyawan dan biaya-biaya lain yang diperlukan. Setelah satu tahun, keuangan itu dibukukan dan dihitung secara cermat untung ruginya, maka dari situlah zakat dikeluarkan. Fuqaha Mu’ashirin menisbahkan harta kekayaan ini dengan hasil pertanian, yaitu sekitar 653 kg. Maksudnya, jika sudah memperoleh kekayaan sebesar itu dengan bersih.

Karena itu, nisab zakat hasil investasi dianalogikan dengan pertanian yang besar zakatnya antara 10% hasil bersih dan 5% hasil kotor. Jika seseorang menyewakan sebuah rumah maka zakatnya dianalogikan dengan pertanian. Demikian juga hotel, alat-alat pesta, dan sebagainya. Adapun alat-alat trasportasi, ada yang menghitungnya dari sudut benda bergerak, seehingga jakatnya 2,5%, tetapi tidak mutlak karena Nabi pun pernah menarik zakat madu sebesar 10 %. (Muktamar zakat Kuwait, 1984:442).

4.      Nishab dan Kadar Zakat Profesi.

Harta yang diperoleh secara profesional dan atau jasa berdasarkan telah fiqyah, wajib dikeluarkan zakatnya mengingat asas dan hikmah al-tasyri, sehingga siapapun tidak ada yang lolos dari kewajiban zakat dan siapa pun di antara asnaf yang delapan dapat menikmati uluran tangan kaum aghnia.

Nisbah zakat profesi ada yang menganalogikan dengan nisbah pertanian dan ada juga yang mengitungnya dengan emas. Besar zakatnya adalah 2,5% dari sisa bersih pertahun. Yang dimaksud sisa bersih adalah setelah terpenuhi biaya-biaya hidup, sehingga yang bersangkutan dengan keluarganya tidak kesulitan dalam mencukupi keperluan sehari-hari. Pada zaman moderen ini, perlu dilihat aspek KFM (Kebutuhan Fisik Minimum), bukan sisa bermewah-mewahan.

k.      Zakat dapat menimbun Jurang Pemisah

            Bencana yang paling besar dalam ekonomi ialah masih adanya jurang pemisah antara kaum kaya (the have) dengan kaum miskin (the have not). Dengan sistem zakat, Islam menimbun jurang pemisah tersebut dan membangun seatu hidup yang harmonis.

            Dr. Ibrahim Al-Labban dalam tulisannya yang berjudul Islam is the First Religious System to Recognize the Right of the Foor to the Healt of the Rich (Islam adalah Agama yang pertama kali mengakui hak si Miskin untuk mendapat bagian kemakmuran dari si Kaya), mengatakan, “dengan prinsip zakat yang menjadi rukun Islam, diwajibkan atas setiap kaum yang mampu untuk membantu orang-orang yang tidak mampu, supaya kemakmuran dalam hidup dapat dinikmati oleh setiap manusia secara merata.

            Sistem lama yang memandang charity (kasihan/kemurahan hati), tidaklah cukup memberantas penyakit kemiskinan yang bersifat Chronis dalam masyarakat manusia. Dengan demikian, harus ditempuh jalan legislation (Hukum Negara) yang dijalankan dengan kekuasaan negara yang mewajibkan si kaya mengeluarkan uang bantuan tersebut.

            Di dunia Barat, barulah di tangan Ratu Elizabeth l dari Inggris yang mengeluarkan poor law (undang-undang pemberantasan kemiskinan) pada tahun 1601. Kemudian diikuti oleh Amerika Serikat yang menjalankan faham sosialisme dengan menggunakan semboyan pertentangan kelas. Negara-negara komunis kemudian berdiri menghapuskan perbedaan antara kaya dan miskin.

            “this we see that the Islamic Zakah has become a model followed by western legislation and those socialist evoluation was introducted into the western world under the influence of the Islamic legislation Shari’ah......

                 the Islamic Zakah was not only a law for the muslim but was a prelude to a greater evolution of social situations pertaining to poperty and the poor, an evolution which reached beyond its original environment to become a general human basis for new sosialitic trends.”

l.        Kalkulasi Zakat dan Pajak

Sebagai usaha agar umat Islam tidak dikenakan pengeluaran berganda, maka zakat dan pajak disinergikan dalam UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan UU No. 17 tahun 2000 tentang pengelolaan pajak penghasilan. Kedua UU tersebut terdapat kaitan yang cukup erat. Dengan adanya UU tersebut, umat Islam baik pribadi maupun pemilik sebagai badan usaha, dapat memperhitungkan zakat yang telah dibayarkan untuk dikurangkan atas penghasilannya untuk menentukan besarnya pajak penghasilan.

            Dalam pasal 14 ayat (3) UU No. 38 tahun 1999 dinyatakan: “Zakat yang telah dibayarkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

            Pasal 14 ayat (3) UU No. 38 ini diakomodasikan dalam UU No. 17 tahun 2000 pada pasal 9 ayat (1) huru (g) yang berbunyi: “Untuk menentukan besarnya penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam Negri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: g harta yang ditambahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b kecuali atas zakat penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah.  

            Sebagai pelaksana dari UU No. 38 tahun 1999 dituangkan peraturan pelaksanaan dengan keputusan Direktur Jenral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang teknis pengelolaan zakat.

            Ketentuan pasal dari kedua UU setra peraturan pelaksanaan tersebut, secara jelas menetapkan, pembayaran zakat dapat mengurangi besarnya penghasilan bruto, bukan secara langsung mengurangi besarnya pajak.

            Berkaitan dengan UU No. 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan terdapat kata yang dijadikan pedoman yaitu:

1.      Zakat yang dapat dikurankan dari penghasilan Kena Pajak adalah hanya zakat atas penghasilan, dan sepanjang berkenaan dengan penghasilan yang menjadi obyek pajak.

2.      Dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi muslim dan wajib pajak badan yang dimiliki muslim.

3.      Pembayaran zakat yang dapat diakui sebagai pengurang penghasilan kena pajak adalah kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disyahkan oleh pemerintah.

4.      Zakat yang diterima oleh badan amil zakat, lembaga amil zakat dan mustahik tidak termasuk obyek pajak.

Untuk memberikan gambaran yang konkret akan disampaikan contoh pelaksanaan zakat dalam perhitungan pajak penghasilan atau kalkulasi zakat dan pajak.

m.    Tabel Zakat

No

Jenis Harta

Nisab

Haul

Kadar Zakat

1

Tumbuh-tumbuhan

Padi

1.350 kg gabah / 750 kg beras

Tiap panen

5% atau 10 % 

Biji-bijian, seperti jagung, kedelai

Senilai 1.350 kg gabah / 750 kg beras

Sama

Sama

Umbi-umbian, seperti, ubi kentang, ubi kayu, ubi jalar, jahe.

Sama

Sama

Sama

Buah-buahan, seperti: kelapa, pisang, durian, rambutan, duku, salak, apel, jeruk, pepaya, nanas, kelapa sawit, mangga, alpukat, pala, lada, pinang,

Sama

Sama

Sama

Tanaman Hias, seperti; angrek, segala jenis bunga termasuk cengkih

Sama

Sama

Sama

Rumput-rumputan, seperti: serai (minyak serai), bambu, tebu.

Sama

Sama

Sama

Daun-daunan, seperti: teh, tembakau, fanili.

Sama

Sama

Sama

Kacang-kacangan, seperti: kacang hijau, kedelai, kacang tanah.

Sama

Sama

Sama

Sayur-sayuran, seperti: bawang, mentimun, kol, bit, wortel, petai, bayem, sawi, cabai, jengkol, dll.

Sama

Sama

Sama

2

Emas, Perak dan Uang

Emas murni

94 gram emas

1 tahun

2 ½ %

Perhiasan wanita, peralatan dan perabotan dari emas

Senilai 94 gram emas

Sama

Sama

Perak

672 gram

Sama

Sama

Perhiasan wanita, peralatan dan perabotan dari perak

Seniali 672 gram

Sama

Sama

Logam mulia selain emas dan perak seperti platina.

Senilai 94 gram emas

Sama

Sama

Batu permata seperti intan berlian

Senilai 94 gram emas

Sama

Sama

3

Perusahaan/Pendapatan/Perdagangan

Industri, seperti tekstil, baja, kramik, batu merah, genting, kapur, tempe/tahu, batik, ukir-ukiran.

Senilai 94 gram emas

1 tahun

2 ½ % 

Indrusti Pariwisata, seperti: hotel, cottage, penginapan, villa, restauran, bioskop, kolam renang. 

Sama

Sama

Sama

Perdagangan, seperti: ekspor impor, perdagangan dalam negri, pertokoan, warung, depot/kios, percetakan, penerbitan.

Sama

Sama

Sama

Jasa, seperti: Notaris, akuntan, travel biro, biro reklame, designer, kap salon, transportasi (laut, darat dan udara) potong rambut.

Sama

Sama

Sama

Real estate, seperti: perumahan, penyewaan rumah/tanah, kots, kontrakan.

Sama

Sama

Sama

Pendapatan, seperti: gaji, honorarium, komisi, penghasilan dokter.

Sama

Sama

Sama

Usaha-usaha pertanian, perkebunan, perikanan, seperti: tambak, kebun teh, karet, kopi, peternakan ayam, bebek, kelinci dan sebagainya.

Sama

Sama

Sama

Uang simpanan, seperti: tabanas, deposito, uang tunai.

Sama

Sama

Sama

4

Binatang Terak

Kambining, biri-biri, domba

40-120 ekor

1 tahun

1 ekor

121-200 ekor

Sama

2 ekor

201-300 ekor

Sama

3 ekor

Sapi

30 ekor

Sama

1 ekor 1 tahun

40

Sama

1 ekor 2 tahun

60

Sama

2 ekor 1 tahun

70

Sama

1 ekor 1 tahun 1 ekor 2 tahun

Kerbau dan kuda

Sama dengan zakat sapi

5.                   

Zakat Pitrah

Beras, sagu, jagung, singkong/gaplek

Mempunyai kelebihan bahan makanan untuk keluarga pada hari raya fitri

Tiap akhir ramadhan

2 ½ kg atau 3 ½ liter


Penutup

Demikian Artikel ini saya buat, untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir Ahkam untuk dijadikan bahan diskusi dalam perkuliahan Tafsir Ahkam di Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dengan Dosen Pembimbing Bapak Dr. Ahmad Hasan Ridwan, M.Ag. semoga karya tulis ini dapat bermanfaat khus bagi penulis umumnya bagi pembaca.

Kesimpulan

1.      Menunaikan zakat bagi orang yang nishab hukumnya adalah wajib, karena zakat bagian dari rukun Islam, menunaikan zakat sama dengan menaati Islam mengingkari zakat sama dengan mengingkari Islam.

2.      Peraturan tentang zakat sudah diatur dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Jadi tidak perlu harus kita ingkari dan ragukan lagi tentang kebenaran al-Quran dan al-Hadits.

3.      Zakat bukan hanya membersihkan ziwa dan harta, tetapi juga dapat berperan aktif mengentaskan dan membersihkan penyakit sosial, seperti kemiskinan, kebodohan, dan lain-lain. Zakat juga dapat diarahkan pada upaya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).

4.      Orang yang tidak menunaikan zakat padahal ia sudah nisab maka kelak dihari kiamat hartanya akan menjadi siksa yang pedih, tapi bagi orang yang menunaikan zakat sesuai denan syar’i maka hartanya akan menjadi penolong dari api neraka.

5.      Islam bukanlah agama ibadah, zikir dan doa saja melainkan agama kepedulian terhadap fakir miskin dan pendanaan kepentingan-kepentingan sosial. Bahkan salah satu dari kewajiban setiap orang muslim adalah membagikan sebagian dari harta kekayaan mereka kepada fakir miskin atau yang dikenal dengan zakat.

6.      Penunaian zakat bukan hanya sebatas pengguguran kewajiban, tetapi pembayaran zakat dapat berhasilguna dan berdayaguna bagi kepentingan masyarakat.

7.      Dalam penulisan artikel ini penulis berharap, agar saya pada khususnya dan pembaca pada umumnya dapat mengetahui tentang zakat. Menurut penulis memahami zakat sama dengan memahami Islam, karena zakat merupakan salah satu rukun Islam.

Keritik dan saran

Kritik

Pengelolaan zakat merupakan bagian internal dari proses pembentukan dan penguatan ekonomi Islam secara makro. Jika pengelola zakat sudah berjalan sesuai dengan peraturan sar’i maka menurut penulis umat islam di Indonesia didak akan seperi ini, menurut penulis banyak para muzaki yang tidak mengeluarkan zakatnya karena berbagai hal antara lain:

1.      Kurang percaya terhadap lembaga zakat baik.

2.      Tidak adanya sanksi yang tegas bagi pembangkang zakat.

3.      Kurangnya ketegasan pemerintah dalam pengelolaan zakat.

4.      Kurang kesadaran dari para muzaki akan wajibnya zakat.

5.      Sebagian besar muzaki tidak tahu begitu dahsyat siksa bagi para pembangkang zakat.

6.      Di Indonesia banyak yang membuka lembaga zakat seperti NU, Persis, Muhammadiah, dll, hal itu membuat kurang baiknya pengelolaan zakat, dengan banyaknya lembaga tersebut akan menimbulkan kurang harmonis dalam beragama.

Saran

1.      Pengelola zakat harus orang yang profesional, mengetahui ilmu fiqih terutama tentang zakat, harus orang yang Jujur

2.      Pemerintah harusnya memberikan sanksi bagi pembangkang zakat, meski kita tahu negara ini bukan negara Islam akan tetapi mayoritas masyarakat beragama Islam, jadi menurut penulis pemerintah wajib membuatkan suatu peraturan yang tegas bagi pembangkang zakat,

3.      Harusnya lembaga yang dibuat oleh pemerintah harus transparan tentang pengeluaran dan pemasukan zakat, biar umat Islam tahu.

4.      Para ustad, ulama dan penda’i harus gencar menyerukan zakat agar menggugah kesadaran para muzaki untuk berzakat.

5.      Harusnya menurut penulis lembaga zakat dikelola oleh pemerintah dan para amilin digajih dengan layak,

Tentang Penulis

M. Tolib Alawi al-Bantani lahir di Banten, 15-05-1983, putra pertama dari pasangan Bapak Ahmad dan Ibu Sukanah.

Pendidikan Formal antara lain SD Malingping Utara lll lulus tahun 1997, SMPN 1 Cijaku lulus tahun 2006, MA Al-Musdariyah ll Kota Cimahi lulus tahun 2009, S1 STAI Siliwangi Bandung Jurusan Hukum Ekonomi Syariah lulus tahun 2014, dan sekarang melanjutkan ke S2 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung jurusan Ekonomi Syariah.

Pendidikan nonforma antara lain: ketika SD belajar agama kepada Ayah sampai lulus SD, setelah itu baru melanjutkan ke pesantren. PONPES Riadhotul Zannah Kab. Pandeglang Banten dari tahun 1997-1999, PONPES Nurul Hikmah Sukajaya Kab. Lebak Banten dari tahun1999-2005. 

Di bidang Organisasi antara lain: Pendiri dan Ketua IGMI (Ikatan Generasi Muda Islam) tahun 2010-sekarang, Ketua HMS STAI Siliwangi Bandung tahun 2010-2012, Sekjen IPNU tahun 2010-2011.

DAFTAR FUSTAKA

as-Sidokare, Abu Ahmad (2009), Kitab Sahih Bukari. Jakarta: Pustaka Pribadi


Zuhaili Wahbah, dkk, buku pintar AL-Qur’an Seven in One, (Jakarta:Almahira, 2009),  994

Muhammad Sohib Tohir, The Holy Quran Al-Fatih (Jakarta: Insan Madya Pustaka, 2012), 203

Imam Jjalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuti,  Tafsir Jalalen (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), 764

Muhammad Sohib Tohir, 196

Muhammad Sohib Tohir, 203

Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuti,  Tafsir Jalalen (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), 743,744

Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, Tafsir Ibnu Katsir (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), 111, 112

 Imam Jjalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuti,   744,745.

Juhaya S Praja, Tafsir Hikmah (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), 110

Zuhaili Wahbah, dkk, buku pintar AL-Qur’an Seven in One, (Jakarta:Almahira, 2009), 197

Telah dikatakan juga oleh Imam Ahmad, diriwayatkan oleh Ibnu Abas, Mujahid, al-Hasan AL-Bisri, dan Ibnu Zaid.

Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, Tafsir Ibnu Katsir (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), 62

Diceritakan juga oleh Imam Ahmad, riwayat senada ada juga pada riwayat Imam Muslim dan at-Tirmidzi.

Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, 65

Dalam sahih al-Buqari dan sahih Muslim disebutkan satu riwayat dari Abu Said, bahwasanya Ali mengirimkan kepada Nabi saw, logam emas dari Yaman, lalu beliau membagikan untuk empat orang al-Aqra’ bin Habis, ‘Uyainah bin Badr, ‘Alqamah bin ‘Alatsah bin Zaid al-Khair, beliau bersabda “aku berusaha meluluhkan hati mereka”.

Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, 63,64

Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, Tafsir Ibnu Katsir (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), 64

diriwayarkan dari al-Hasan al-Bashri, Muqatil bin Hayyan, ‘Umar bin Abdul Aziz, Said bin Zubair, an-Nakha’i, az-Zuhri, dan Ibnu Zaid, diriwayatkan juga oleh Abu Musa al-Asy’ary, dan pendapat ini juga merupakan pendapat Imam Syafi’i dan dan Al-Latis

Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, 65

Dasar permasalahan ini hadits Qubaishah bin Mukhariz al-Hilali, ia berkata  ;aku memiliki tanggungan denda, maka aku datang kepada Rasulullah untuk meminta bagian zakat, lalu beliau bersabda “tinggallah hingga datang kepada kami zakat tersebut”

Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, 66

Menurut penulis perang disini tidak mesti angkat senjata, orang yang menyebarkan agama Islam juga termasuk Sabilillah karena dengan adanya mereka Islam akan jaya, apalagi mereka yang menyebarkan agama didaerah-daerah yang pemeluk agamanya masih sedikit, maka perang disini maknanya sangat umum. 

Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, 66

Penulis dalam hal ini berpendapat kalau orang yang menari Ilmu itu termasuk Ibnu Sabil, karena mereka pergi mencari ilmu, para pencari ilmu tersebut akan membutuhkan bekal selama mereka mencari ilmu, maka menurut penulis pelajar dan mahasiswa termasuk dalam kategori Ibnu Sabil. Karena jika mereka memiliki ilmu maka Islam akan jaya, sedangkan jika para pencari ilmu terputus karena sebab biaya sedangkan harta zakat ada maka pendistribusian zakat tidak tepat sasaran.

Bulughul Marom Hadits No. 621

Syeh Muhammad Nasyirudin Al-Albani, Mukhtasar Sahih Muslim,(Jakarta: 2009), Hadits No 1309

Dalam hadits ini berbentuk ancaman bagi para pembangkang zakat, yaitu ancaman yang sangat dahsyat, jadi menurut penulis hadits ini adalah penekanan kepada Muzaki agar mengeluarkan zakat, karena harta yang mereka miliki itu hanyalah titipan dari Allah, jadi kita tidak perlu harus sombong atas apa yang kita miliki, karena jika harta itu tidak bisa kita tasarupkan dengan baik akan menjadi ancaman buat sipemiliknya. 

Abu Ahmad as-Sidokare, Kitab Sahih Bukari (Pustaka Pribadi, 2009), Hadist No. 1315

Muhammad Nasyirudin Al-Albani, Sahih Sunan Abu Daud (Jakarta, 2008), Hadits No. 1609

Jika kita amati hadits ini untuk para amilin yang melakukan kecurangan dalam pembagian zakat, hal ini menurut penulis perlu untuk dijadikan pegangan oleh para Amilin agar menjalankan amanah sesuai dengan ketentuan syar’i, karena jika Amilin menjalankan sesuai dengan aturan Agama dan Negara yang berlaku, para muzaki tidak ragu untuk menitipkan harta zakatnya, sehingga efeknya untuk umat Islam akan terasa sangat banyak, Islam tidak akan terpuruk tetapi akan maju dan sejahtra.

Muhammad  Nasyirudin Al-Albani , Sahih Sunan Ibnu Majah (Jakarta, 2008) Hadits No. 2354

Ada satu pendapat yang menjelaskan jika perhiasan itu dipakai maka tidak wajib zakat, tetapi jika melihat hadits tersebut Rasul mewajibkan mengeluarkan zakat kepada perempuan Yaman itu, bahkan Rasul saw, menerangkan ancamannta buat yang tidak mengeluarkan zakat, yaitu perhiasan yang dikenakan kelak akan dipakaikan kepada pemiliknya dan perhiasan tersebut diambil dari api neraka, sebagaimana juga diterangkan dalam surat At-Taubah:35, dalam hal ini penulis mencoba menginterpretasi hadis tersebut, bahwa Rasul melarang kita sombong, takabur, dan ria, jika perhiasan yang dipakai itu hanya sekedarnya saja itu boleh, tapi jika perhiasan yang dipakai kelebih-lebihan/ keterlaluan apapun niatnya itu tidak dibenarkan apalagi jika memakainya untuk menghindari membayar zakat.

Abu Ahmad as-Sidokare, Hadis Sunan An-Nasa’i (Jakarta;2009),  Hadist No. 2434

Jika kita lihat dari tujuannya, zakat memang tidak diragukan lagi, pasti memiliki tujuan yang sempurna, hal ini penulis katakan karena zakat bukan produk manusia, melainkan produk Allah, ketentuan zakat sudah termaktub dalam al-Qur’an dan al-Hadits, jadi jika ada kejanggalan dalam pelaksanaannya ini bukan kesalahan hukum tetapi kesalahan yang menjalankan hukum itu tersebut.

Suyuti  Ghojali, dkk,  Pedoman Zakat (Jakarta: PT Cemara Indah, 1986), 335-352

Taufiqullah, Zakat Pemberdayaan Ekonomi Umat (Bandung: BAZ Jabar, 2004), 82, 83

Yusuf al-Qaradhawi, Fiqih Zakat, (Beirut, Muhassanah Risalah, 1991), juz ll halaman 586

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Moderen, (Jakarta:Gema Insani Press, 2002), 127,128,129.130

Penulis menyadari komisi pengawasan dalam pengelolaan zakat memang sangat penting sebagai kontrol atas kinerja para petugas zakat, agar jangan sampai mereka menyalahi aturan, baik itu aturan syar’i maupun aturan pemerintah RI. Kita harus akui di negara ini memang sedang krisis kepercayaan, apalagi terhadap lembaga yang mengurus bidang keuangan seperti zakat, maka di sini diperlukan adanya pengawasan, akan tetapi masyarakat juga sudah kurang percaya terhadap komisi ini, karena banyaknya pengawas-pengawas yang hanya menjalankan tugas bukan bertaggungjawab atas tugas. Menurut penulis agar pengawasan berjalan dengan baik, maka pengawas harus memiliki kriteria sebagai berikut: ulama, jujur, amanah, berilmu (agama islam), kaya, bukan pengurus dan bukan mantan pengurus zakat, dan bukan pemerintah.

Didin Hafidhuddin, ,131, 132

Taufiqullah, Zakat Pemberdayaan Ekonomi Umat (Bandung: BAZ Jabar, 2004),83

Jjika dilihat dari tugas pokok manajemen pengumpulan sudah sangat baik, akan tetaapi implementasinya menurut penulis belum akurat, masih banyak peraturan-peraturan yang hanya tertulis tapi pelaksanaannya masih belum maksimal, seperti Sosialisasi kebijakan melalui media massa baik cetak maupun elektronik, ini hanya sebagian kecilnya yang dilakukan, tapi sebagian besarnya belum dilakukan. Hemat penulis BAZ layaknya sudah harus memiliki media sendiri baik cetak maupun elektronik, agar mempermudah sosialisasi.

Dari sekian banyak poin dalam manajemen, menurut penulis yang paling sulit adalah poin No. 1, dan inilah yang sering diragukan oleh para muzakki, mereka kurang percaya terhadap manajemen zakat yang telah dibentuk oleh pemerintah maupun suasta, sehingga muzakki banyak yang mendistribusikan langsung kepada mustahik, yang mengakibatkan dana zakat tidak terkumpul secara kolektif, ini adalah masalah serius yang mesti kita luruskan bersama. Untuk meluruskan ini tidak cukup jika hanya melibatkan pemerintah saja, tetapi ulama, akademisi, dan lain-lain harus bersatu demi kemajuan umat Islam.

Muhammad Sohib Tohir, The Holy Quran Al-Fatih.( Jakarta: Insan Madya Pustaka) (2012),

Al-Qurthubi, al-Jjami’ Li Ahkam al-Qur’an, (Beirut L ebanon:Daar el-Kutub ‘Ilmiyah, 1993), jilid Vll-Vlll, hal. 112-113

Didin Hafidhuddin, , 124-125.

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009), 96

Menurut penulis kalau kita lihat dari begitu banyaknya umat Islam ditanah air, layaknya umat muslim di Indonesia tidak layak miskin dan bodoh, bila muzaki sadar berzakat dan Amilin mendistribusikan dana zakat tersebut sesuai sasaran. Merosotnya akhlak anak bangsa menurut penulis penyebab utamanya adalah ekonomi, jika ekonominya stabil, mereka akan mampu menyekolahkan anak-anaknya dan jika anak-anak mereka disekolahkan maka kemerosotan akhlak akan bisa diminimalisir, jadi hemat penulis dana zakat lebih baik didistribusikan dalam bentuk produktif bukan konsumtif, jika dana zakat secara produktif dan mustahik yang diberi dana zakat menjadi kaya, maka dengan otomatis muzaki akan bertambah, karena yang tadinya mustahik menjadi muzaki. Tapi kalau dana zakat konsumtif maka menurut penulis akan mendidik mustahik menjadi pemalas.

Amir Syarifudin, Garis-garis besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003), 38

Muhammad Sohib Tohir, The Holy Quran Al-Fatih.( Jakarta: Insan Madya Pustaka) (2012),

Muhammad Sohib Tohir, The Holy Quran Al-Fatih.( Jakarta: Insan Madya Pustaka) (2012),

Amir Syarifudin, Garis-garis besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003), 39

Menurut penulis, para kolonalisme tidak membebaskan umat Islam melaksanakan keislamannya, yaitu salah satunya zakat, karena jika dana zakat bisa dijalankan dengan lancar pada masa itu, maka penjajahan tidak akan terjadi lama di bumi pertiwi ini, karena jika dana zakat terkumpul bukan tidak mungkin untuk dijadikan bekal perang, pakai beli senjata, dll, sebagaimana kita ketahui tanpa senjata yang memadaipun kita bisa membebaskan diri dari penjajahan, apalagi jika didukung dengan senjata yang canggih. Bebasnya bangsa kita dari cengkraman kolonialisme membuka peluang kembali bagi umat Islam untuk melakukan perannya, terutama dalam bidang perekonomian yaitu zakat. Namun sejauh ini zakat belum bisa mengubah perilaku umat. Akibatnya, sampai kini agak sulit upaya yang dilakukan untuk membebaskan kemiskinan, atau setidak-tidaknya memperkecil jumlah kemiskinan setra menekan pertumbuhan kemiskinan-kemiskinan baru.

Suyuti  Ghojali, dkk, 131-134

Penjelasannya telah ditulis di bagian Munasabah,

Suyuti  Ghojali, dkk, 140-142

Binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya sebagaimana kita ketahui dalam penjelasan-penjelasan kitab fiqih selain yang penulis sajikan ada binatang unta, namun karena Unta di Indonesia tidak ada maka dalam makalah ini penulis tidak memasukannya, tapi hal itu bukan berarti orang Indonesia yang memiliki Unta tidak wajib zakat.

Suyuti  Ghojali, dkk, 146-147

Koprasi yang dimaksud adalah umum, maksudnya hal yang serupa dengan koprasi itu hukumnya sama, seperti BMT, BANK, perusahaan yang berupa PT, CP, dan lain-lain bentuknya perusaan gabungan itu sama dikenakan zakat jika sudah nisab. Bahkan menurut penulis Arisanpun itu dikenakan zakat jika arisannya dalam jumlah yang besar yang menurut perhitungan zakat sudah senisab, akan tetapi perhitungannya bukan haul dan dikenakan zakatnya kepada si pemenang arisan itu bukan kepada panitia.

Fikih sunnah jilid 1 halamn 371

Suyuti  Ghojali, dkk, 147-148

Hal itu bukan berarti selain tujuh jenis harta tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya, seperti mata uang, saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya. Jenis harta-harta itupun wajib dikeluarkan zakatnya dengan cara menganaligkan kepada emas dan perak. Sebab, hakikatnya mata uang dan surat-surat berharga itu tidak lain sebagai pengganti emas dan perak. Demikian halnya dengan harta investasi dan profesi.

Taufiqullah, Zakat Pemberdayaan Ekonomi Umat (Bandung: BAZ Jabar, 2004), 21

jika para Muzaki di Indonesia sadar akan kewajiban  zakat dan pemerintah membuat suatu lembaga zakat yang terorganisir dan terpercaya, niscaya umat Islam di Indonesia tidak akan sengsara, Islam akan maju, pendidikan tidak ketinggalan, layanan kesehatan punya sendiri, bahkan bukan hal yang tidak mungkin Indonesia akan menjai negara maju, hal ini penulis katakan karena umat Islam di Indonesia sangat banyak, bahkan terbesar di Dunia. Namun dalam kenyataannya pemerintah seolah-olah membiarkan pengelolaan zakat belum tertib, tidak tertata rapih, bahkan orang yang mau bayar zakatpun terkadang ragu untuk mengeluarkan zakat karena takut ditak sampai kepada Mustahik. Menurut penulis adanya lembaga-lembaga zakat yang dikelola oleh organisasi-organisasi Islam ini bukan solusi yang tepat tetapi ini semakin memunculkan jurang pemisah antara umat Islam itu sendiri, LAZ NU akan mendistribusikan zakatnya kepada warga NU, Persis kepada warga Persis, Muhammadiyah kepada warga  Muhammadiyah begitulah seterusnya. Hemat penulis lembaga amil zakat dikelola oleh pemerintah agar jurang pemisah tidak ada dan pengelola-pengelola tersebut pastinya harus orang yang memiliki akhlak Mahmudah agar tidak ada penyelewengan-penyelewengan dana zakat, jika ada maka pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas baik kepada pengelola maupun kepada Muzaki yang enggan membayar zakat.

Abdullah Zaky Al Kaaf, Ekonomi Dalam Perspektif Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), 142-143

Diambil dari lampiran buku Suyuti  Ghojali, dkk, Pedoman Zakat (Jakarta: PT Cemara Indah, 1986)

Jika airnya susah zakatnya 5% tapi jika airnya mudah maka zakatnya 10 %

Yang dinilai semua kekayaan pada saat mengeluarkan zakatnya.

Cara menghitungnya penjumlahan pendapatan 1 tahun.

Setiap tambahan 100 ekor, kadar zakatnya tambah 1 ekor kambing.

Setiap tambahan 30 ekor sapi zakatnya 1 ekor sapi umur 1 tahun dan setiap tambahan 40 ekor sapi zakatnya 1 ekor sapi umur 2 tahun.

Dikeluarkan pada bulan ramadhan, bisa dibayarkan dengan uang seharga barang tersebut, dilakukan didaerah yang berlaku makanan pokonya.


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA