Pupuk urea adalah pupuk yang mengandung nitrogen (N berkadar tinggi sebesar 45 56 Fajrin 2022)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Urea

Pupuk urea adalah pupuk yang mengandung nitrogen (N) berkadar tinggi sebesar 45% - 56% (Fajrin, 2016). Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Unsur nitrogen di dalam pupuk urea sangat bermanfaat bagi tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Manfaat lainnya antara lain pupuk urea membuat daun tanaman lebih hijau, rimbun, dan segar. Nitrogen juga membantu tanaman sehingga mempunyai banyak zat hijau daun (klorofil). Dengan adanya zat hijau daun yang berlimpah, tanaman akan lebih mudah melakukan fotosintesis, pupuk urea juga mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang dan lain-lain). Serta, pupuk urea juga mampu menambah kandungan protein di dalam tanaman.

Pupuk ini termasuk salah salah satu jenis pupuk higroskopis sehingga lebih mudah menguap di udara. Bahkan pada kelembaban 73%, urea sudah dapat menarik uap air dari udara sehingga mudah larut dalam air serta mudah diserap oleh tanaman. Untuk dapat diserap oleh tanaman, nitrogen dalam urea harus dikonversi terlebih dahulu menjadi ammonium (N-NH4+) dengan bantuan enzim urease melalui proses hidrolisis. Namun bila diberikan ke tanah, proses hidrolisis tersebut akan cepat sekali terjadi sehingga mudah menguap sebagai ammonia. Pemberian urea dengan disebar akan cepat terhidrolisis (dalam 2-4 hari) dan ini rentan terhadap kehilangan melalui volatilisasi (Nainggolan, ‎2010).

(2)

2.2 Asam Humat

Asam humat adalah zat organik yang memiliki struktur molekul kompleks dengan berat molekul tinggi (makromolekul) atau dapat disebut sebagai polimer organik yang mengandung gugus aktif. Di alam, asam humat terbentuk melalui proses fisika, kimia, dan biologi dari bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan maupun hewan, yang disebut proses humifikasi. Oleh karena struktur asam humat terdiri dari campuran senyawa organik alifatik dan aromatik (diantaranya ditunjukkan dengan adanya gugus aktif asam karboksilat dan quinoid), maka asam humat memiliki kemampuan untuk menstimulasi dan mengaktifkan proses biologi dan fisiologi pada organisme hidup dalam tanah. Ciri fisik asam humat yaitu merupakan fraksi humat yang larut dalam alkali,namun tidak larut (mengendap) dalam asam dan alkohol (Sari, 2013)

Unsur atau penyusun utama asam humat ialah karbon. Kandungan karbon yang dimiliki asam humat berfluktuasi pada kisaran 56-62%. Sementara kandungan hidrogen dan nitrogen berturut-turut berada pada kisaran 2-5,5% dan 2-8%. Data lain menunjukkan kandungan karbon asam humat berkisar antara 41-57%. Asam humat tidak hanya mengandung C, N, H, dan O tapi juga terdapat sulfur dan fosfor. Asam humat juga mengandung unit aromatik dengan ikatan asam amino (organik N), peptida, asam alipatik dan bahan campuran lain yang tipe dan jumlahnya akan tergantung kepada jenis tanah dan tanaman (Nainggolan, 2010)

(3)

Bahan-bahan humat bertanggung jawab atas sejumlah aktivitas kimia dalam tanah yang terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung asam humat diketahui memperbaiki kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah. Secara langsung, asam humat telah dilaporkan merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses fisiologi lainnya. Senyawa humat juga berperan serta dalam pembentukan tanah dan memainkan peranan pent ing khususnya dalam translokasi atau mobilisasi aluminium dan besi, yang menghasilkan perkembangan horison spodik dan horison argilik. Asam humat dapat berfungsi memperbaiki pertumbuhan tanaman secara langsung dengan meningkatkan permeabilitas sel atau melalui kegiatan hormon pertumbuhan.

2.3 Zeolit

Mineral zeolit diketahui pertama kali pada tahun 1756 oleh seorang ahli mineralogi Swedia bernama Freiherr Axer Frederick Cronsteadt. Nama zeolit berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata; Zein (mendidih) dan Lithos (batuan) yang artinya batu mendidih. Karena mineral ini mengeluarkan buih bila dipanaskan, sehingga kelihatan seperti mendidih. Zeolit merupakan mineral kristalin dari kelompok tektosilikat, yaitu alumino-silikat terhidrasi dengan kation alkali dan alkali tanah seperti kalium, natrium, kalsium dan magnesium yang mengisi rongga-rongga kerangka alumino-silikat dan mempunyai struktur tiga dimensi. Susunan strukturnya adalah (AlSi)O4 tetrahedral, memiliki pori yang berisi molekul air dan kation yang dapat dipertukarkan. Zeolit dicirikan oleh kemampuannya menyerap dan mengeluarkan air serta menukarkan bagian kationnya tanpa merubah struktur kristalnya.

Rumus umum zeolit menurut Gottardi (Nainggolan, 2010) adalah : (Mx+ My2+) (Al(x+2y) Sin-(x+2y) O2n) . mH2O

(4)

Zeolit dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis. Zeolit alam terbentuk karena adanya proses perubahan alam (zeolitisasi) dari batuan vulkanik tuf (Melta dkk, 2013). Sedangkan zeolit sintetis direkayasa oleh manusia secara kimia dari bahan baku tertentu.

Sifat-sifat fisik zeolit sangat beragam dan yang terpenting adalah warna, densitas, kadar air, ukuran dan jumlah rongga. Warna zeolit pada umumnya kehijau-hijauan sampai keabu-abuan, oleh karena itu zeolit juga disebut batu hijau. Selain itu, zeolit memiliki warna putih, putih kekuningan, merah muda, coklat kemerahan, dan hijau tua coklat kekuningan. Perbedaan warna zeolit disebabkan oleh jenis mineral pengotor diantaranya mineral liat, kuarsa, dan feldspar. Selain itu, zeolit mempunyai densitas antara 2,0 - 2,3 g/cm3, dengan bentuk halus dan lunak (Melta dkk, 2013). Densitas tergantung dari jenis dan kemurnian zeolit. Semakin murni zeolit densitas semakin rendah. Zeolit yang baik mempunyai densitas yang rendah (Pratomo, 2010).

Sifat kimia zeolit antara lain pH, daya hantar listrik, kapasitas tukar kation (KTK), susunan kimia. Ukuran diameter zeolit mempunyai pengaruh yang nyata terhadap beberapa sifat kimia yang berupa KTK dan pH dan sifat kimia yang berupa karakteristik air tanah. Semakin kecil ukuran diameter maka akan semakin besar nilai KTK, pH dan karakteristik air yang dihasilkan (Noviyani, 2013). Hasil analisis zeolit dari beberapa lokasi menunjukkan bahwa pH zeolit berkisar 6,3-8,2 (rata-rata 7,2), dimana pH terendah (6,3) terdapat pada zeolit dari Lampung dan tertinggi (8,2) dari Nanga Panda. Daya hantar listrik zeolit sangat rendah berkisar dari 0,02-0,15 dS/m (rata-rata 0,06 dS/m), karena dalam larutan sedikit mengeluarkan garam-garam yang dapat menghantarkan listrik, sehingga zeolit banyak dimanfaatkan sebagai media tumbuh tanaman. KTK zeolit berkisar antara 71,9-167 me/100g (rata-rata 104,6 me/100g) dengan KTK terendah (71,9 me/100g) terdapat pada zeolit dari Cikembar dan tertinggi (167 me/100g) dari Nanga Panda. Semakin tinggi KTK zeolit menunjukkan sifat zeolit semakin baik (Nainggolan, 2010).

(5)

yang dimanfaatkan di bidang pertanian adalah sifat adsorpsi dan sifat pertukaran kation.

Salah satu aspek penggunaan zeolit dalam bidang pertanian adalah sebagai bahan campuran pupuk, khususnya pupuk urea. Hal ini berdasarkan pada selektivitas adsorpsi zeolit yang tinggi terhadap ion ammonium yang mampu mengefisiensikan penggunaan pupuk urea sehingga penyerapan pupuk menjadi lebih efisien. Oleh karena itu zeolit dapat digunakan sebagai bahan pupuk tersedia lambat (slow release fertilizer). Selektivitas adsorpsi zeolit terhadap Ion ammonium dalam ammonium sulfat dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Selektivitas Adsorpsi Zeolit Terhadap Ion Ammonium dalam Ammonium Sulfat

Konsentrasi (NH4)2SO4 (N)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) (me/100gr)

0.15 122.33

0.20 146.11

0.30 146.11

Sumber : Estiaty dkk, 2004.

(6)

2.3.1 Zeolit sebagai penyerap

Zeolit memiliki kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas. Adsorbsi molekul oleh zeolit dapat terjadi bila air dihilangkan dari kristal zeolit melalui pemanasan dengan suhu antara 200- 400 C (Kurniasari, 2011). Dalam hal ini, berbagai molekul adsorbat yang berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter rongga dapat diadsorbsi, sedangkan molekul yang berdiameter lebih besar dari pori-pori zeolit akan tertahan. Akibat dari pemanasan maka air akan menguap, pada keadaan demikian, rongga maupun saluran-saluran dalam zeolit akan dapat berfungsi sebagai penyaring molekul. Zeolit yang telah kehilangan air dari rongganya dinamakan zeolit yang telah teraktivasi yang dapat berfungsi sebagai pengabsorpsi kation yang efektif.

Pertukaran kation merupakan proses dimana kation-kation yang dapat diadsorpsi dapat ditukar dengan kation-kation lainnya. Pertukaran kation zeolit pada dasarnya adalah fungsi dari derajat substitusi silika oleh aluminium dalam struktur kristal zeolit. Semakin banyak jumlah aluminium menggantikan posisi silika maka semakin banyak muatan negatif yang dihasilkan, sehingga makin tinggi KTK zeolit tersebut dan penetralan dilakukan oleh kation alkali tanah. Susunan kation yang dapat dipertukarkan pada zeolit tergantung pada komposisi mineralnya. Kation-kation yang dapat dipertukarkan ataupun molekul air yang terdapat pada zeolit tidak terikat secara kuat dalam kerangka karenanya dapat dipisahkan atau dipertukarkan secara mudah dengan cara pencucian dengan larutan yang mengandung kation lain. Oleh karena itu zeolit merupakan salah satu dari banyak bahan penukar kation yang mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi. Kapasitas tukar kationnya dapat mencapai 200 sampai 300 me/100g. Kapasitas tukar kation dari zeolit ini terutama merupakan fungsi dari tingkat penggantian Al untuk Si dalam struktur rangka.

(7)

pada struktur kristal sehingga nilai kapasitas tukar kationnya turun. Ukuran butir yang terbaik untuk digunakan sebagai penukar kation dalam reaksi pertukaran adalah 48 sampai 60 mesh (Sudirja dkk, 2016).

2.4 Slow Release Fertilizer

Pupuk merupakan nutrisi yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, sekitar 20-70 % dari pupuk yang digunakan akan hilang ke lingkungan. Kehilangan ini disebabkan karena leaching ke tanah, dekomposisi dan volatilisasi ammonium ditanah (Yenni dkk, 2012). Oleh karena itu pada akhir-akhir ini telah banyak dikembangkan teknologi slow release dengan cara pelapisan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Slow Release Fertilizer (SRF) merupakan pupuk lepas lambat yang mampu mengendalikan kecepatan pelepasan unsur-unsur nitrogen pupuk yang mudah hilang akibat larut dalam air, mudah menguap maupun terjadinya proses denitrifikasi. Penggunaan Slow Release Fertilizer menjadi popular untuk menghemat konsumsi pupuk dan meminimalkan pencemaran lingkungan.

Pupuk lepas lambat (Slow Release Fertilizer) merupakan pupuk dengan

mekanisme pelepasan unsur hara secara berkala mengikuti pola penyerapan unsur

hara oleh tanaman. Beberapa mekanisme yang dapat diterapkan dalam produksi

SRF yaitu mekanisme pelapisan pupuk dengan membran semipermeabel, serta

mekanisme peleburan zat hara pupuk dalam suatu matriks. Prinsip utama dari

kedua mekanisme tersebut adalah dengan membuat suatu hambatan berupa

interaksi molekuler sehingga zat hara dalam butiran pupuk tidak mudah lepas ke

lingkungan.

Ada beberapa kelebihan yang dimiliki SRF dibandingkan dengan pupuk

kimia konvensional yaitu :

1. SRF dapat mengurangi inefisiensi penggunaan pupuk yang dipakai oleh

petani.

2. aplikasi pemupukan SRF hanya satu kali dilakukan dalam satu musim

(8)

pupuk SRF tersebut dapat menghemat biaya tenaga kerja (Nainggolan,

2010).

3. SRF merupakan pupuk ramah lingkungan. SRF dibuat dengan

memformulakan bahan seperti dengan menggunakan zeolit alam.

Tentunya pupuk SRF ini tidak akan berdampak negatif pada lingkungan

karena bahan yang dipilih berasal dari alam.

Ada 2 jenis Slow Release Fertilizer (SRF) :

1. Pupuk organik

Jenis pertama ini adalah pupuk organik. Pupuk organik terdiri dari bahan

organik yang harus dipecah terlebih dulu oleh aktivitas mikroba sebelum nutrisi

tersedia bagi tanaman. Dengan demikian nitrogen yang dikandungnya adalah

nitrogen yang tidak larut dalam air. Secara umum, pupuk organik membutuhkan

waktu lama untuk melepaskan nutrisi dan nutrisi ini mungkin tidak tersedia saat

tanaman membutuhkannya. Agar pupuk organik menjadi efektif, tanah perlu

lembab dan cukup hangat untuk meningkatkan aktivitas organisme tanah.

2. Pupuk yang Dilapisi

Jenis lain dari Slow Release Fertilizer adalah pupuk yang dilapisi. Pupuk

yang dilapisi tergantung pada kelembaban dan suhu tanah untuk melepaskan

nutrisi.

Pupuk yang dilapisi dapat melepaskan nutrisinya tergantung dengan

waktu tertentu. Salah satu material yang digunakan sebagai pelapis pupuk adalah

zeolit. Penambahan zeolit pada pupuk nitrogen akan menjerap amonium yang dikeluarkan oleh pupuk. Jika konsentrasi nitrat dalam tanah menurun, amonium yang telah dijerap oleh zeolit akan dilepaskan kembali ke dalam larutan tanah, dengan cara demikian N yang diberikan ke dalam tanah dapat tersedia dalam waktu yang lama (Nainggolan, 2010).

2.4.1. UZA Sebagai Slow Release Fertilizer

Pupuk urea (CO(NH2)2) memiliki sumber nitrogen berkisar 45%-56%, kemudian dilapisi dengan asam humat. Asam humat yang diberikan pada pupuk

(9)

dari volatilitas dan juga berfungsi sebagai katalis yaitu untuk mempercepat pembentukan ammonium. Setelah urea dan asam humat dicampurkan, ditambahkanlah zeolit pada campuran tersebut. Ion ammonium yang terbentuk akan lepas dari campuran urea + asam humat dan berpindah ke rangka zeolit. Ion ammonium yang terbentuk tidak semua masuk ke dalam rongga zeolit. Ammonium yang tidak masuk ke dalam rongga dilepaskan ke tanah. Adapun di bawah ini reaksi yang menunjukkan terbentuknya ammonium dari campuran urea + asam humat :

CO(NH2)2 + H2O (NH4)2CO3

(NH4)2CO3 + 2H+ 2NH4+ + CO2 + H2O

Sumber : Belva, 2012

Dimana urea bereaksi dengan air sehingga terbenuklah ammonium carbonate yang selanjutnya akan bereaksi dengan H+ yang berasal dari asam humat. Produk dari reaksi ammonium carbonate dengan H+ yaitu ion ammonium, dimana ion ammonium tersebut sebagian akan langsung dilepaskan ke tanah dan ada juga yang masuk ke rangka zeolit.

Zeolit memiliki nilai KTK yang tinggi, yang berguna sebagai pengadsorpsi,

pengikat dan penukar kation. Karena memiliki KTK yang tinggi maka semakin

banyak jumlah kisi-kisi pertukaran di dalam zeolit, sehingga semakin banyak jumlah

NH4+ yang berasal dari formula SRF dan pupuk urea yang telah mengalami hidrolisis

menjadi amonium dapat dijerap oleh kisi-kisinya. Penjerapan NH4+ ini di dalam

rongga/kisi-kisi zeolit hanya bersifat sementara dan dengan mudah akan diberikan

kepada tanaman pada saat diperlukan. Ammonium yang dijerap zeolit tidak segera dilepas ke dalam larutan tanah selama jumlah amonium dalam tanah masih tinggi. Setelah ammonium dalam tanah berubah menjadi nitrat, persediaan ammonium dalam rongga zeolit dilepaskan ke dalam larutan tanah. Jadi zeolit menghambat proses perubahan amonium menjadi nitrat. Zeolit dapat mencegah terjadinya

(10)

Selain itu, dengan adanya asam humat dalam pupuk UZA diharapkan mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman, meningkatkan permeabilitas sel dan kegiatan hormon pertumbuhan (Nainggolan, 2010).

2.5 Adsorpsi

Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap kedalam.

Adsorpsi‎ (adsorption‎ ‘penyerapan’)‎ adalah proses pemisahan dimana komponen tertentu dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap

(adsorbent‎‘adsorben’)‎(Andriyani, 2015).

Bila gas atau uap bersentuhan dengan permukaan padatan yang bersih, maka gas atau uap tadi akan teradsorpsi pada permukaan padatan tersebut. Permukaan padatan disebut sebagai adsorben, sedangkan gas atau uap disebut sebagai adsorbat. Semua padatan dapat menyerap gas atau uap pada permukaan. Banyak gas yang teradsorpsi yang bergantung pada suhu dan tekanan gas serta luas permukaan padatan. Padatan yang paling efisien adalah padatan yang sangat porous seperti arang dan butiran padatan yang sangat halus.

(11)

Gambar 1. Illustrasi proses Adsorpsi

Sumber : Repository USU, 2014

Mekanisme proses adsorpsi pada dasarnya adalah proses penjerapan yang terjadi pada permukaan padatan. Mula-mula molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben, sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben. Pada adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu zat terjerap pada bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori arang dan zat terjerap ke dinding bagian dalam dari arang. Adsorben memiliki kapasitas penjerapan masing-masing, sehingga apabila molekul yang terjerap melebihi kapasitas adsorben akan terjadi desorpsi dari padatan adsorben ke larutan. Pada saat kecepatan transfer massa adsorpsi sama dengan kecepatan transfer massa desorpsi maka terjadilah kondisi kesetimbangan.

(12)

Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat atom/molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. Pada proses adsorbsi terbagi menjadi 4 tahap yaitu :

1. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorbsi menuju lapisan film yang mengelilingi adsorben.

2. Difusi zat terlarut yang teradsorbsi melalui lapisan film (film diffusion process).

3. Difusi zat terlarut yang teradsorbsi melalui kapiler/pori dalam adsorben (pore diffusion process).

4. Adsorbsi zat terlarut yang teradsorbsi pada dinding pori atau permukaan adsorben yang merupakan proses adsorbsi yang sebenarnya.

2.5.1 Jenis – Jenis Adsorpsi

Berdasarkan Interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Adsorbsi Fisika

Adsorbsi Fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Pada adsorbsi fisika, gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul pada permukaan padatan (Intermolekuler) lebih kecil dari pada gaya tarik menarik antar molekul fluida tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorben relatif lemah pada adsorbsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat dengan permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya . Keseimbangan antara permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel. Adsorbsi fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas permukaan dan ukuran pori.

2. Adsorbsi Kimia

(13)

ditentukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk maka adsorbat tidak mudah terdesorbsi. Adsorbsi kimia diawali dengan adsorbsi fisik dimana adsorbat mendekat kepermukaan adsorben melalui gaya Van der Waals / Ikatan Hidrogen kemudian melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang biasanya merupakan ikatan kovalen/ion.

2.5.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi

Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi daya adsorbsi yaitu : a. Jenis Adsorbat

Ukuran molekul adsorbat

Ukuran molekul adsorbat yang sesuai merupakan hal yang penting agar proses adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben.

Kepolaran zat

Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul yang lebih polar dibandingkan dengan molekul yang kurang polar pada kondisi diameter yang sama. Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul yang kurang polar yang telah lebih dahulu teradsorpsi. Pada kondisi dengan diameter yang sama, maka molekul polar lebih dahulu diadsorpsi.

b. Suhu

Pada saat molekul-molekul adsorbat menempel pada permukaan adsorben terjadi pembebasan sejumlah energi sehingga adsorpsi digolongkan bersifat eksoterm. Bila suhu rendah maka kemampuan adsorpsi meningkat sehingga adsorbat bertambah.

c. Tekanan Adsorbat

(14)

d. Karakteristik Adsorben

Ukuran pori dan luas permukaan adsorben merupakan karakteristik penting adsorben. Ukuran pori berhubungan dengan luas permukaan semakin kecil ukuran pori adsorben maka luas permukaan semakin tinggi. Sehingga jumlah molekul yang teradsorpsi akan bertambah. Selain itu kemurnian adsorben juga merupakan karakterisasi yang utama dimana pada fungsinya adsorben yang lebih murni yang lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi yang baik.

2.6 Difusi

Difusi adalah perpindahan molekul dari konsentrasi tinggi ke rendah. Ini berarti perpindahan komponen/molekulnya terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi. Difusi terjadi apabila fasa-fasa yang ada tidak berada dalam kesetimbangan, dan akan berakhir saat kesetimbangan sudah tercapai. Hampir semua proses pemisahan dengan difusi terjadi melalui kesetimbangan antara dua fasa yang tidak saling melarutkan yang mempunyai perbedaan komposisi pada saat kesetimbangan (Febriyanto, 2017). Proses difusi minimal melibatkan dua zat, salah satu zat berkonsentrasi lebih tinggi daripada zat lainnya atau dapat dikatakan dalam kondisi belum setimbang, Keadaan ini dapat menjadi driving force dari proses difusi. Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi.

Contoh yang sederhana adalah uap air dari cerek yang berdifusi dalam udara. Contoh lain adalah pemberian gula pada cairan teh tawar. Lambat laun cairan menjadi manis. Difusi yang paling sering terjadi adalah difusi molekuler. Difusi ini terjadi jika terbentuk perpindahan dari sebuah lapisan (layer) molekul yang diam dari solid atau fluida.

Proses difusi terbagi menjadi 3 yaitu : a. Difusi cair

(15)

air dari lingkungan luar (yang kadar airnya tinggi) ke dalam kedelai (yang kadar airnya rendah).

Laju difusi molekular untuk cairan lebih kecil apabila dibandingkan terhadap laju difusi molekul gas. Hal ini disebabkan jarak antara molekul dalam fasa cair lebih rapat apabila dibandingkan dalam fasa gas. Umumnya koefisien difusi untuk gas lebih besar hingga 100000 kali koefisien difusi cairan. Namun fluks pada gas tidak berbeda jauh dari fluks dalam cair yaitu 100 kali lebih cepat, hal itu disebabkan karena konsentrasi cair lebih besar daripada konsentrasi dalam fasa gas.

 Persamaan difusi untuk cairan

Jarak molekul dalam cairan lebih rapat daripada dalam fasa gas, maka densitas dan hambatan difusi pada cairan akan lebih besar. Hal ini juga menyebabkan gaya interaksi antar molekul sangat penting dalam difusi cairan. Perbedaan antara difusi cairan dan difusi gas adalah bahwa pada difusi cairan difusifitas sering bergantung pada konsentrasi daripada komponen yang berdifusi. Equimolar counterdiffusion, dimulai dengan persamaan umum fick kita dapat mensubstitusi untuk NA = NB pada keadaan steady state,

1

cA1 = konsentrasi komponen A pada keadaan 1 (kgmol/m3), dan xA1 = fraksi mol komponen A dalam keadaan 1, dan

(16)

dengan cav merupakan konsentrasi rata-rata total dari A+B dalam kgmol/m3, M1 merupakan berat molekul rata-rata larutan pada keadaan 1 dalam kg massa/ kgmol,‎dan‎ρ1 merupakan densitas rata-rata pada keadaan 1.

Satuan dari koefisien difusivitas baik pada fasa cair maupun fasa gas sama yaitu panjang2/waktu. Tidak seperti kasus pada gas, namun difusivitasnya sangat bervariasi dengan konsentrasi (Treybal, 1981).

Persamaan yang diberikan oleh Wilke dan Chang untuk suatu larutan nonelektrolit adalah :

𝐷

𝐴𝐵 = (7,4 × 10−8)𝜑 (𝑀𝐵) 0,5 𝑇

𝜇𝑉𝐴0,6

...

(3)

Dimana :

DAB = Koefisien Difusivitas A pada B (cm2/s) 𝜑 = Faktor Asosiasi Pelarut

2,26 untuk air 1,9 untuk methanol 1,5 untuk etanol

1,0 untuk Benzene, heptana, eter dan pelarut-pelarut yang tidak terasosiasi.

MB = Berat Molekul Komponen B (pelarut) µ = Viskositas larutan (Cp)

VA = Volume molar komponen A (zat terlarut) pada titik didih normal (cm3/mol)

T = Suhu, (K)

b. Difusi padat

(17)

kapan terjadinya difusi air dengan difusi padatan masih belum jelas karena prosesnya sering terjadi bersamaan dan susah untuk dibedakan.

Laju difusi pada fase gas, cair dan padat secara umum lebih lambat daripada laju difusi pada fase cair dan gas. Namun, perpindahan massa pada fase padat cukup penting untuk proses kimia dan biologi (Gean Koplis, 1993). Beberapa contoh leaching pada makanan seperti kedelai, pengeringan kayu dan garam.

Dapat diklasifikasikan difusi pada padatan menjadi 2 bagian yaitu difusi dengan mengikuti hukum Fick yang tidak bergantung pada struktur padat yang sebenarnya dan difusi pada padatan berpori dimana struktur yang sebenarnya dan

aliran kosong yang penting. Disini dua tipe aliran saling berhubungan.

Tipe difusi yang terjadi didalam padatan tidak tergantung pada struktur

padatan aktual tersebut. Difusi terjadi saat fluida atau padatan menyebar

sebenarnya lalu larut didalam padatan untuk bentuk yang lebih atau kurang

homogen. Contohnya, di dalam leaching, dimana padatan mengandung sebagian

besar air dan padatan yang terdifusi melewati larutan ini, atau di dalam difusi zink

melalui tembaga, dimana padatan tersebut ada. Juga, pada difusi nitrogen atau

hidrogen melalui karet, atau di dalam beberapa kasus difusi air di dalam bahan

makanan bisa diklasifikasikan, karena persamaan tipe yang serupa juga bisa

digunakan.

Umumnya, persamaan yang digunakan dapat disederhanakan.

Menggunakan persamaan umum di bawah ini untuk difusi biner.

𝑁

𝐴

=

−𝑐𝐷

𝐴𝐵 𝑑𝑥𝑑𝑧𝐴

+

𝑐𝑐𝐴

𝑁

𝐴

+

𝑁

𝐵 ... (4)

Tahapan aliran massal, (cA/c) (NA + NB) bahkan jika sekarang biasanya kecil karena cA/c atau xA cukup kecil, oleh karena itu tidak dianggap. Sehingga c diasumsikan konstan untuk difusi pada padatan.

(18)

Dimana DAB adalah difusivitas dari A ke B yang mempunyai satuan cm2/s dan biasanya tekanan diasumsikan konstan pada padatan. Catatan : DAB berbeda dengan DBA pada padatan. Sehingga didapatkan integral dari persamaan (5) yang digunakan pada saat padatan steady state.

𝑁

𝐴

=

𝐷𝐴𝐵 𝑧(𝑐2𝐴−𝑧1−𝑐1 𝐴2) ...(6)

Keterangan :

NA = Laju difusivitas (gmol/cm2s)

DAB =Koefisien Difusivitas A pada B (cm2/s) CA1 =Konsentrasi 1

CA2 = Konsentrasi 2 Z1 = Jarak 1 (cm) Z2 = Jarak 2 (cm)

c. Difusi gas

Dikatakan difusi gas jika terjadi perpindahan molekul gas dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Contohnya yaitu difusi O2 pada pengemas plastik. Ketika kita menggunakan pengemas plastik untuk membungkus suatu bahan, maka selama penyimpanan akan terjadi difusi oksigen dan uap air dari lingkungan luar ke dalam plastik pengemas. Jumlah oksigen dan uap air yang dapat masuk ke dalam plastik pengemas bervariasi tergantung permeabilitas dari plastik pengemas tersebut. Semakin banyak jumlah oksigen dan uap air yang dapat masuk ke dalam plastik pengemas berarti kualitas plastik pengemasnya semakin buruk. Disini, difusi oksigen merupakan difusi gas dan difusi uap air merupakan difusi cair.

(19)

termal (thermal diffusion), sedangkan yang disebabkan oleh medan gaya dari luar disebut difusi paksa (forced diffusion).

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi, yaitu :  Ukuran partikel

Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu akan bergerak, sehinggak kecepatan difusi semakin tinggi.

 Ketebalan membran

Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan difusi.  Luas suatu area

Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan difusinya.  Jarak

Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat kecepatan difusinya.

 Suhu

Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak dengan lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya.

2.6.1 Difusi Molekuler

Difusi molekular dapat didefinisikan sebagai perpindahan atau pergerakan suatu molekul melewati suatu fluida dengan pergerakan yang acak. Dapat dibayangkan suatu molekul yang bergerak lurus dan kemudian akan bergerak dengan acak akibat tabrakan dengan molekul yang lain. Karena pergerakan melekul berlangsung dalam gerakan acak.

(20)

Gambar 2. Gerakan Acak pada Proses Difusi

Sumber : Politeknik STMI, 2015

Peristiwa lain yang juga termasuk sebagai peristiwa difusi adalah tinta biru yang diteteskan dalam air bening. Tinta akan berdifusi perlahan-lahan ke seluruh bagian air hingga diperoleh kondisi kesetimbangan (tidak adanya gradien konsentrasi). Untuk menaikkan laju difusi dapat dilakukan pengadukan, sehingga kondisi kesetimbangan dapat lebih cepat dicapai (Gean Koplis Edisi ke 3, 1993).

(21)

Pada fluida yang mengandung banyak komponen yang akan berdifusi dalam keadaan diam berlaku hukum Fick untuk campuran antara A dan B,yaitu :

dz dx D c

J AZ . AB A

* 

... (7)

Keterangan :

J*AZ = flux molar komponen A pada arah sumbu z untuk arah molekular (kgmolA/s.m2)

DAB = difusi molekular molekul A melalui B (m2/s) z = jarak difusi (m)

c = konsentrasi A dan B (kgmol/m3)

xA = fraksi mol dari A dari campuran A dan B.

Dimana c adalah konsentrasi total dari A dan B (kgmol/m3) dan xA adalah fraksi mol A pada campuran A dan B. Jika c konstan, maka cA =cxA.

c dxA = d(cxA) = dcA ... (8)

Jika persamaan (8) disubstitusi ke persamaan (7) menghasilkan persamaan difusi untuk konsentrasi yang konstan :

dz dc D

J A

AB

AZ .

* 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA