Pertanyaan tentang masyarakat madani dan kerukunan antar umat beragama

You're Reading a Free Preview
Page 3 is not shown in this preview.

Pertanyaan tentang masyarakat madani dan kerukunan antar umat beragama
Oleh: Suprapto Estede

1.    Apakah masyarakat madani itu? Samakah pengertiannya dengan konsep Civil Society? Jelaskan.

Jawab: Menurut Anwar Ibrahim, yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.

Antara Masyarakat Madani dan Civil Society terdapat beberapa perbedaan. Masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar (Civil Society) menjadi “Islami”.


Perbedaan lain adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaissans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Syafii Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).

Masyarakat Madani merujuk kepada sebuah masyarakat dan negara yang diatur oleh hukum agama, sedangkan masyarakat sipil merujuk kepada komponen di luar negara. Syed Farid Alatas seorang sosiolog sepakat dengan Syed M. Al Naquib Al Attas (berbeda dengan para sosiolog umumnya), menyatakan bahwa faham masyarakat Madani tidak sama dengan faham masyarakat Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota) dan din (diterjemahkan sebagai agama) semuanya didasarkan dari akar kata dyn. Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah menjadi Medinah bermakna di sanalah din berlaku (Alatas, 2001:7).

2.    Ada dua prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance dan democratic civilian. Jelaskan.

Jawab:
Masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari proses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).

Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani sbb: 1) Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.

2) Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinnya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.

3) Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial. 4) Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan. 5) Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan. 6) Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.

7) Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.

Tanpa prasyarat tersebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat DuBois dan Milley, 1992).

3.    Menurut B.J. Habibie, ada enam prinsip dasar yang harus dipenuhi agar terwujud masyarakat madani yang sejahtera di Indonesia. Sebut dan jelaskan!

Jawab:
Mantan Presiden Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie menyebutkan ada enam prinsip dasar yang harus dipenuhi agar terwujudnya masyarakat madani dan sejahtera di Tanah Air.

“Enam prinsip dasar yang harus dipenuhi itu adalah kemerdekaan, kebebasan, pluralisme, hak asasi manusia yang seimbang dengan kewajiban, nilai moral dan etika dan keadilana dan kesejahteraan,”
Kemerdekaan, kata Habibie, sudah didapatkan oleh Indonesia sejak 1945. Sedangkan kebebasan telah diperoleh sejak dibukanya pintu demokratisasi pada 1998 dan dimulainya reformasi di berbagai aspek kehidupan bangsa.

Begitu juga dengan pluralisme, lanjut Habibie, sudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu di Indonesia dimana suku Jawa di Indonesia hanya 3,7 persen, Sunda sekitar 15 persen, Melayu 3,4 persen dan lainnya.

Habibie mengatakan masyarakat pluralistik terbesar ada di Amerika Serikat. Masyarakat Amerika, kata dia, termasuk ke dalam kategori masyarakat madani yang sejahtera.

4.    Jelaskan peran (kualitas SDM dan posisi) umat Islam dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia!

Jawab: 1) Kualitas SDM Umat Islam “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran ayat 110).

Dari ayat tersebut jelas Allah SAW menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

2) Posisi Umat Islam
SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.

5.    Jelaskan secara singkat bagaimana keberhasilan Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat madani di Madinah!

Jawab:
Sesampai di kota Yatsrib atau Madinah (dalam peristiwa Hijrah), Rasulullah kemudian mempersaudarakan kaum Muslimin. Setiap orang dari kalangan Muhajirin yang banyak jumlahnya di Yatsrib, dipersaudarakan dengan setiap orang dari pihak Anshar. Dengan persaudaraan demikian, kekuatan kaum Muslimin bertambah kukuh.

Rasulullah kemudian membuat perjanjian tertulis antara kaum Muhajirin dan Anshar dengan orang-orang Yahudi. Perjanjian ini—disebut Piagam Madinah—berisi pengakuan atas  agama mereka dan harta-benda mereka, dengan syarat-syarat timbal balik. Inilah dokumen politik yang telah diletakkan Muhammad SAW yang menetapkan adanya kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, tentang keselamatan harta-benda dan larangan orang melakukan kejahatan. Ia telah membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu.  Dunia yang sebelumnya hanya menjadi permainan tangan tirani, dikuasai oleh kekejaman dan kehancuran semata. Mereka harus bekerja sama untuk menghormati segala hak dan kebebasan yang telah disetujui bersama dalam dokumen itu.

Di Yatsrib inilah Islam mulai menemukan kekuatannya. Ia pun kemudian disebut dengan Madinah, atau kota sang Nabi.

Suprapto Estede, Bojonegoro.

sumber : https://pixabay.com/id/photos/tim-persahabatan-kelompok-tangan-4529717/

Pengertian dan Konsep Masyarakat Madani

Beberapa ahli menganggap bahwa pembahasan mengenai masyarakat madani memiliki persamaan dengan civil society. Civil society adalah suatu konsep dari transformasi atau perubahan pada masyarakat Eropa Barat dari gaya hidup feodal ke masyarakat industri kapitalis .

Konsep masyarakat madani dikembangkan lebih lanjut oleh filosuf John Locke dengan istilah civillian govermant yang bertujuan untuk menghidupkan pesan masyarakat dalam upaya menghadapi kekuasaan mutlak para raja dan hak istimewa para bangsawan. Oleh karena itu, terdapat otoritas rakyat serta perjanjian politik yang harus dilaksanakan antara masyarakat dan pihak penguasa yang terlibat pada keikutsertaan masyarakat menentukan masa depannya serta berakhirnya monopoli kaum elite yang berkuasa dengan kepentingan manusia.

Ilmuwan Barat menganggap bahwa masyarakat madani adalah sebuah sistem sosial yang tumbuh berdasarkan prinsip moral yang dapat menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kehidupan sosial. Inisiatif dari individu dan masyarakat berupa pemikiran, seni digunakan pemerintah berdasarkan undang-undang, bukan karena nafsu atau hanya keinginan pribadi. Masyarakat madani idealnya bukan hanya untuk tercapainya kemandirian masyarakat berhadapan dengan negara, tetapi juga untuk menunjukkan nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama persamaan dan keadilan, kebebasan, dan kemajemukan (pluralism).

Sementara itu, cendekiawan muslim umumnya percaya bahwa istilah madani berasal dari kata madaniah (Arab) yang artinya adalah peradaban, sehingga masyarakat madani berarti toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk bisa menerima berbagai macam tingkah laku sosial dan pandangan politik. Pada konsep ini, terdapat integrasi umat atau masyarakat yang mengacu pada pembentukan peradaban yang berdasarkan kepada al-dīn, al-tamāddun atau al-madīnah yang secara harfiah artinya adalah kota.

Dengan demikian konsep masyarakat madani terdapat tiga hal yaitu agama sebagai sumbernya, peradaban sebagai prosesnya, dan masyarakat kota atau perkumpulan sebagai hasilnya. Berdasarkan kalimat tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep masyarakat madani mengacu kepada masyarakat Islam yang didirikan oleh Nabi Muhammad saw di suatu daerah yang bernama Yasrib kemudian diubah menjadi Madinah sebagai bentuk perwujudan cita-cita untuk mendirikan dan membangun masyarakat yang ideal.

Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat yang tertib, masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, saling toleransi, menerima berbagai macam pandangan dan perbedaan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, kesejahteraan bagi semua warga, perlindungan terhadap kaum yang lemah (kelompok minoritas), serta terwujudnya masyarakat yang berkualitas yaitu masyarakat yang bermoral dan berakhlak mulia.

Dalam konteks Indonesia, terdapat perbedaan pandangan dan pendapat tentang konsep masyarakat madani . Nurcholish Madjid menyarankan bahwa masyarakat madani di Indonesia harus lebih menekankan aspek horizontal, maksudnya yaitu berfokus pada budaya dan toleransi antar umat beragama. Masyarakat madani berkaitan dengan masyarakat kota Madinah pada zaman Rasulullah. Menurutnya, Piagam Madinah merupakan dokumen politik pertama dalam sejarah umat manusia yang meletakkan dasar-dasar pluralisme dan toleransi. Kalangan lain, seperti Ryaas Rasyid dan Daniel Dhakidae, mencoba merumuskan Masyarakat madani lebih berfokus pada aspek vertikal, yakni dalam hal hubungan masyarakat dengan negara, prinsip-prinsip otonom dan kemandirian.

Sejarah Masyarakat Madani

Dalam sejarah, tercatat ada dua masyarakat madani yaitu:

1) Masyarakat Saba’, merupakan masyarakat pada masa Nabi Sulaiman. Nama saba’ digunakan sebagai salah satu surat al-Qur’an yaitu surat ke-34 yang menggambarkan kondisi masyarakat Saba yang tinggal di tanah subur dan nyaman.

2) Penduduk Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Taktrat Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, serta memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Menurut Nadirsyah Hosen dalam Shari’a and Constitutional Reform in Indonesia, menegaskan bahwa Piagam Madinah merupakan salah satu penggambaran konstitusi yang demokratis. Piagam tersebut menekankan hak orang-orang Muslim dan orang-orang Yahudi yang terlibat di dalam perjanjian. Mereka yang ikut serta di dalam perjanjian disebut ummah, meskipun di antara mereka kelompok minoritas di madinah. Uniknya, di dalam piagam tersebut tidak menyebutkan “ Negara Islam”.

Konstitusi tersebut membuktikan bahwa Islam adalah agama yang melindungi dan memelihara kebhinekaan serta berkomitmen untuk membangun perdamian sebagai prasyarat kesejahteraan. Dengan demikian, pada hakikatnya adalah gerakan untuk menegakkan hukum, toleransi dan menegakkan hak asasi manusia, serta mematuhi hukum yang telah menjadi kesepakatan bersama-sama.

Dalam buku “Citizens and Civil Society” (2019) karya Heri Herdiawanto dan kawan-kawan dijelaskan beberapa ciri masyarakat madani, yaitu :

• Ruang publik bebas, yaitu ruang publik yang bebas berfungsi sebagai sarana berekspresi.

• Demokrasi, artinya masyarakat dapat berperilaku santun dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar, tanpa membedakan suku, ras, dan agama.

• Toleransi, menunjukkan sikap bahwa masyarakat madani telah berkembang, menunjukkan kegiatan saling menghormati dan menghargai orang lain.

• Pluralisme, pluralisme erat kaitannya dengan sikap toleransi terhadap sesama, yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat yang majemuk.

• Keadilan sosial, keseimbangan dan pemerataan hak dan kewajiban setiap warga negara dalam segala bidang kehidupan.

Syarat Menjadi Masyarakat Madani

Untuk mewujudkan cita-cita masyarakat madani dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan berbagai prasyarat, seperti yang diungkapkan oleh Han Sung-Jun yaitu :

1. Diakui dan dilindunginya hak-hak individu dan kemerdekaan berserikat serta mandiri oleh negara.

2. Adanya kebebasan memberikan ekspresi di ruang publik bahwa setiap orang dapat berpendapat mengenai masalah politik.

3. Adanya gerakan sosial yang didasarkan pada nilai-nilai budaya tertentu

4. Adanya kelompok inti pada kelompok menengah yang mengakar dalam masyarakat dan dapat menggerakkan masyarakat dalam pelaksanaan modernisasi sosial dan ekonomi.

Ciri-ciri Masyarakat Madani

Sebagai masyarakat yang mandiri dan progresif, masyarakat madani memiliki ciri-ciri atau ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan bentuk-bentuk sosial lainnya. Menurut A.S. Hikam, ada empat ciri utama masyarakat madani, yaitu:

1. Relawan, berarti tidak ada paksaan, tetapi komitmen bersama untuk mencapai tujuan

2. Keswasembadaan, setiap anggota memiliki harga diri yang tinggi, kemandirian yang tinggi, dan tidak bergantung pada negara atau lembaga negara atau organisasi lain.

3. Tingkat kemandirian yang tinggi dari individu dan kelompok dalam masyarakat, terutama dalam berurusan dengan negara.

4. Keterkaitan ke nilai hukum yang disepakati bersama. Masyarakat madani adalah masyarakat hukum, bukan negara kekuasaan.

Sementara itu, Nurcholis Madjid memaparkan ciri-ciri masyarakat madani dari sudut lain sebagai berikut:

1. Semangat egalitarianisme atau kesetaraan.

2. Imbalan untuk orang didasarkan pada prestasi, bukan prestise seperti keturunan kesukuan, ras, dan lain-lain.

4. Partisipasi semua anggota masyarakat.

5. Menentukan pemimpin melalui pemilihan umum

Sementara itu, Hidayat Syarif berpendapat bahwa masyarakat madani memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, Pancasilais, dan memiliki cita-cita serta harapan masa depan.

2. Masyarakat yang demokratis dan beradab yang menghargai perbedaan.

3. Masyarakat yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).

4. Masyarakat yang tertib dan sadar hukum yang diwujudkan dari adanya budaya malu apabila melanggar hukum.

5. Masyarakat yang memiliki kepercayaan diri dan kemandirian.

6. Masyarakat yang cakap dan berdaya saing dalam suasana kerjasama, penuh persaudaraan dengan negara lain dengan jiwa kemanusiaan yang universal (beragam)

Peran atau Urgensi Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

1) Kualitas SDM Umat Islam

Dalam QS. 3 (Ali Imran) :110 yang artinya : ”kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, dan beriman kepada allah sekiranya ahli kitab beriman dan tentulah itu lebih baik dari mereka adalah orang yang fasik”

Allah menyatakan bahwa umat islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok umat manusia yang diciptakan Allah. Kebaikan umat Islam termasuk kualitas sumber daya manusia yang lebih tinggi dibandingkan dengan non-Muslim. Keunggulan kualitas muslim yang disebutkan dalam Al-Qur'an adalah normatif dan laten, tidak nyata. Realitas norma-norma tersebut tergantung pada kemampuan umat Islam untuk menggunakan norma atau potensi yang ada dalam dirinya. Dalam sejarah Islam, norma atau potensi keunggulan umat Islam diwujudkan pada masa Dinasti Abbasiyah. Umat Islam telah membuat kemajuan di segala bidang: sains, teknologi, militer, bisnis, politik, dan bidang lainnya.

Pada saat itulah lahir nama-nama ilmuwan besar dunia, Ibnu Sina, Ubnu Rasyid, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dll. Kemunduran umat Islam terjadi pada pertengahan abad ke-13, setelah Dinasti Bani Abbasiyah digulingkan oleh cucu Jenghis Khan, Hula Khan. Semangat memajukan atas dasar nilai-nilai Islam telah dimulai, melalui gagasan Islamisasi ilmiah, melalui Islamisasi lembaga ekonomi dan bank syariah serta lembaga ekonomi lainnya.

Sumber daya manusia umat Islam saat ini belum bisa menunjukkan kualitas yang unggul. Oleh karena itu, ia tidak dapat memainkan peran penting dalam bidang politik, ekonomi, militer, ilmu pengetahuan dan teknologi di panggung global. Di Indonesia, proporsi umat Islam melebihi 85%, tetapi karena kualitas sumber daya manusia yang buruk, belum dapat memainkan peran tertentu. Sebenarnya hukum yang berlaku di negeri ini bukanlah hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi belum tertembus oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam pun belum mewujudkan moralitas Islam

Konsep Pendidikan Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Islam adalah agama fitrah; agama rahmatan li al-‘ālamīn. Ajarannya yang berkaitan dengan sosial (hubungan antarmanusia) sangat logis dan dapat diterima oleh setiap manusia. Apa yang dianggap baik oleh agama baik pula menurut akal manusia, begitupun yang buruk bagi agama, buruk pula bagi akal manusia, tergantung dari kemampuan akal pikiran manusia dalam memilih, menerima, dan atau menolak ajaran Islam untuk dijadikan petunjuk dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat lainnya (Shihab,2005). Konsep pentingnya pendidikan Islam sebagai sistem koeksistensi masyarakat madani dalam interaksi sosial dengan masyarakat dapat dilihat dari perspektif interaksi sosial Islam, terutama dalam bentuk silaturrahmi dan gotong royong.

Konsep Pendidikan Islam Tentang Silaturrahmi

Islam menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antar manusia. Hal ini harus mampu membentuk sistem sosial masyarakat sehingga mereka dapat hidup damai, hidup rukun, tidak terpecah belah, dan lebih toleran dan penuh kasih sayang. Dijelaskan dalam QS alNisa/4:1.

Ayat ini sangat menuntut untuk selalu bertakwa kepada Allah dan memupuk silaturrahmi. Takwa dapat membimbing kita untuk membangun hubungan yang baik dengan orang lain. Lebih khusus lagi, menyambungkan ikatan silaturrahmi dengan keluarga yang masih memiliki hubungan nasab. Mengacu pada keluarga itu sendiri, seperti ibu, ayah, anak laki-laki, anak perempuan, atau orang-orang yang memiliki hubungan darah sebelum ayah atau ibu. Ini disebut arham. Kerabat dari suami atau istri adalah menantu dan tidak memiliki kekerabatan dalam kandungan atau garis keturunan.

Konsep Pendidikan Islam Tentang Tolong Menolong

Perwujudan sistem tolong menolong dalam Islam didasarkan pada semangat setiap orang atau naluri manusia. Ia perlu membangun melalui pendidikan, karena proses pembangunan merupakan titik awal untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Pendidikan Islam yang bertujuan untuk membudayakan fitrah sosial manusia pada dasarnya merupakan faktor yang sangat menentukan, terutama dalam terjalinnya hubungan interpersonal antara individu dengan orang lain, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok lain. Rasurullah dianggap sebagai pembawa pesan Islam.Dengan dukungan hubungan kemanusiaan, ia berhasil membangun peradaban yang mulia, termasuk membantu masyarakat secara materi dan moral.

Metode Tercapainya Masyarakat Madani

Untuk mewujudkan masyarakat madani, Nurcholish menekankan pentingnya penegakan hukum. Karena hukum dan keadilan bukan hanya kewajiban pribadi. Komitmen pribadi yang diungkapkan dalam "itikad baik" mutlak diperlukan sebagai landasan moral dan etika masyarakat.

Oleh karena itu, iktikad yang baik saja tidak cukup untuk mewujudkan masyarakat berperadaban. Iktikad baik yang merupakan buah keimanan yang harus diterjemahkan menjadi tindakan-tindakan baik yang nyata dalam hidup bermasyarakat, berupa “amal salih”, yang secara takrif adalah tindakan yang membawa kebaikan untuk sesama manusia.

Inilah makna ajaran agama yang diturunkan Allah untuk kemaslahatan umat manusia. Dengan bimbingan agama diharapkan manusia mendapat pegangan yang pasti dan benar dalam menjalani hidup dan membangun peradabannya. Sebab manusia tercipta untuk kepentingan agama. Agama adalah jalan, dan bukan tujuan. Dengan bimbingan agama, manusia berjalan mendekati Allah dan mengharapkan keridaan-Nya melalui amal baik yang berdimensi vertikal (ritual keagamaan) dan horizontal (pengabdian masyarakat).