Pemimpin Hindu yang sukses dalam menjadi pemimpin yang diteladani di kerajaan ayodya adalah

(Kankemenag, Kab. Tabanan) Acara persembahyangan bersama di Kodim Tabanan yang dilaksanakan pada Hari Kamis, Tanggal 17 Januari 2019, turut dihadiri oleh Kementerian Agama Kabupaten Tabanan yang menugaskan Kasi Ura Hindu, Ida Bagus Rai D. Suhardika, SE, M.Si untuk memberikan Dharma Wacana dalam acara tersebut dengan tema “ Implementasi Penerapan Asta Brata (Kepemimpinan Hindu) Dalam Melaksanakan Tugas Bagi TNI Untuk Menjaga keutuhan NKRI”. Dalam wacananya, Suhardika menjelaskan bahwa Asta Brata adalah ajaran kepemimpinan yang diberikan oleh Sri Rama kepada Gunawan Wibhisana sebelum ia memegang tampuk kepemimpinan Alengka Pura pasca kemenangan Sri Rama melawan keangkaramurkaan Rawana. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pustaka Suci Manu Smrti IX.303 berikut ini Hendaknya raja berbuat seperti perilaku yang sama dengan dewa-dewa, Indra, Surya, Wayu, Yama, Waruna, Candra, Agni dan Prthiwi. Hal itu kemudian ditegaskan dalam Kakawin Ramayana XXIV.52 sebagai berikut: Sang Hyang Indra, Yama, Surya, Candra dan Bayu, Sang Hyang Kwera, Baruna dan Agni itu semuanya delapan hendaknya semua itu menjadi pribadi sang raja. Oleh karena itulah beliau harus memuja Asta Brata untuk mewujudkan kepemimpinan yang damai dan makmur untuk rakyat. Bila diuraikan ajaran Asta Brata tersebut antara lain, Indra Brata yakni kepemimpinan bagaikan Dewa Indra atau Dewa Hujan; Di mana hujan itu berasal dari air laut yang menguap. Dengan demikian seorang pemimpin berasal dari rakyat harus kembali mengabdi untuk rakyat, Yama Brata yakni Kepemimpinan yang bisa menegakkan keadilan tanpa pandang bulu bagaikan Sang Hyang Yamadipati yang mengadili Sang Suratma, Surya Brata yakni Kepemimpinan yang mampu memberikan penerangan kepada warganya bagaikan Sang Surya yang menyinari dunia, Candra Brata yakni Mengandung maksud pemimpin hendaknya mempunyai tingkah laku yang lemah lembut atau menyejukkan bagaikan Sang Candra yang bersinar di malam hari, Bayu Brata yakni mengandung maksud pemimpin harus mengetahui pikiran atau kehendak (bayu) rakyat dan memberikan angin segar untuk para kawula alit atau wong cilik sebagimana sifat Sang Bayu yang berhembus dari daerah yang bertekanan tinggi ke rendah, Baruna Brata yakni mengandung maksud pemimpin harus dapat menanggulangi kejahatan atau penyakit masyarakat yang timbul sebagaimana Sang Hyang Baruna membersihkan segala bentuk kotoran di laut, Agni Brata yakni mengandung maksud pemimpin harus bisa mengatasi musuh yang datang dan membakarnya sampai habis bagaikan Sang Hyang Agni, dan Kwera atau Prthiwi Brata yakni mengandung maksud seorang pemimpin harus selalu memikirkan kesejahteraan rakyatnya sebagaimana bumi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia dan bisa menghemat dana sehemat-hematnya seperti Sang Hyang Kwera dalam menata kesejahteraan di kahyangan. Melalui Dharma Wacana ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada aparat TNI bahwa sebagai Prajurit terdepan dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI sudah seharusnya menjalankan ajaran asta brata sebagai landasan dalam memimpin komando pasukan, menjalankan tugas kenegaraan, maupun bersinergi dengan rakyat, agar terwujud kehidupan yang harmonis, damai dan tentram (Aryatnaya & Sudiana). 

Kepemimpinan menurut Hindu sangat banyak dibahas dalam cerita-cerita Hindu salah satunya dalam epos Ramayana, yaitu ajaran kepemimpinanpelajaran Sri Rama kepada Wibhisana pasca kekalahan Alengka dalam perang Rama-Rahwana.

Dewa Indra adalah Raja dari para dewa, yang tinggal di Kahyangan Kaendran dimana di sana adalah simbol kekayaan (harta), simbol kekuasaan (tahta) dan simbol kesenangan seksual, semua bidadari tercantik ada di Kaendran (wanita). Ketiga-tiganya harus dimiliki oleh seorang pemimpin besar dan rupanya hal ini diterapkan dalam kerajaan-kerajaan Hindu di India, Jawa, dan Bali pada masa lalu. Dengan kewibawaanlah seorang pemimpin disegani oleh lawan maupun kawan.

Dalam Kesusasteraan Veda, Dewa Indra dipuja dalam dua aspek, yaitu sebagai Dewa Hujan dan Dewa Perang. Hujan adalah air yang sangat diharapkan bagi petani untuk memulai bercocok tanam, dari bercocok tanamlah petani memperoleh makanan, tercukupinya sandang dan perumahan, inilah kesejahteraan. Oleh sebab itu Dewa Indra adalah simbol kesejahteraan. Seorang pemimpin harus selalu berfikir, berkata, dan berbuat untuk mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. Ketiga aspek Tri Kaya Parisudha dalam etika Hindu harus diterapkan oleh pemimpin dalam mengusahakan kesejahteraan rakyatnya.

Dewa Indra juga dipuja sebagai Dewa perang, penakluk musuh yang utama. Dalam hal ini seorang pemimpin haruslah menjadi pelindung bagi rakyatnya, yang mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi rakyat. Musuh bukan saja pengganggu dari luar atau pemberontak, melainkan musuh dalam diri. Ini bermakna bahwa seorang Raja haruslah mampu mengendalikan dirinya dari musuh-musuh yang ada dalam diri (sad ripu), sehingga pemimpin menjadi teladan bagi rakyatnya dalam hal pengendalian diri.

Dewa Yama atau di Bali dikenal dengan nama Yamadhipati adalah Dewa yang bertugas untuk mencabut nyawa manusia. Dalam bertugas Dewa Yama dibantu oleh seorang pencatat segala dosa manusia, yaitu Sang Suratma. Dewa Yama juga bertugas sebagai penghukum semua kesalahan manusia, penjaga neraka. Dalam cerita Lubdhaka misalnya, Dewa Yama berebut dengan Dewa Siwa untuk membawa Sang Lubdhaka ke  neraka karena menganggap Lubdhaka penuh dosa, walaupun akhirnya dibatalkan oleh Dewa Siwa karena Sang Lubdhaka adalah pemujanya.

Dewa Yama adalah seorang pengadil yang tidak pernah pilih kasih apalagi tebang pilih. Seorang hakim agung yang tidak pernah salah dalam mengambil keputusan. Demikianlah sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memberikan keadilan kepada rakyatnya.  Dalam manajemen modern sifat Dewa Yama dapat diterapkan dengan memberikan reward and punishment secara tepat kepada anggota yang berjasa bagi laju organisasi dan hukuman kepada yang bersalah.

Surya atau Matahari adalah sinar Mahaagung, daripadanya segala kehidupan mungkin bertahan dan berkelanjutan. Surya juga dikatakan sebagai Saksi Agung Tri Bhuwana, tidak ada satupun kejadian didunia ini yang tidak beliau ketahui. Itulah makna mantra Surya Raditya yang menyatakan bahwa Dewa Surya adalah saksi dari segala perbuatan manusia, baik perbuatan buruk maupuk baik, subha dan asubha karma. Surya adalah Sinar yang paling utama di dunia, menyinari seluruh jagadraya tanpa kecuali.

Dalam kepemimpinan Hindu, sifat Dewa Surya yang harus diteladani adalah memberikan sinar kehidupan bagi seluruh rakyatnya tanpa kecuali. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah tugas seorang pemimpin. Sifat Dewa Surya yang lain adalah menghisap pajak dari rakyat, tetapi rakyat tidak merasa tersakiti. Demikian dicontohkan oleh Sinar Matahari yang menyinari/memanasi air laut, menyerap uap air ke udara, menjadi awan, awan menjadi hujan, dan air hujan yang jatuh dipegunungan kembali ke laut. Laut tidak merasa matahari memanasinya, semua berlaku seperti proses alam, simbiosis mutualisme. Demikian juga semestinya hubungan antara seorang pemimpin dengan yang dipimpin.

Candra atau Bulan adalah Dewa yang menyinari di kala malam hari. Malam adalah saat gelap, sisi gelap kehidupan manusia. Bulan adalah sinar, tetapi tidak pernah memberikan rasa panas bagi yang disinari berbeda dengan Matahari. Keduanya, antara sisi gelap dan bulan selalu berdampingan karena Bulan tidak pernah hadir saat siang, dia selalu hadir saat malam.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa ada dua sifat bulan yang perlu diteladani oleh seorang pemimpin. Pertama, seorang pemimpin haruslah memberikan penerangan di saat kesusahan menimpa rakyatnya. Dalam skup yang lebih kecil misalnya dalam organisasi kelurahan, seorang lurah wajib mengerti kesusahan yang menimpa staff atau warga kelurahan dan mampu memberikan solusi bagi kesusahan mereka atau setidaknya memberikan penerangan dan kekuatan mental kepada yang sedang tertimpa kesusahan. Di samping itu, Bulan juga menyimbolkan sinar kesejukan. Seorang pemimpin harus memberikan kesejukan bagi rakyatnya. Tutur kata dan perbuatan seorang pemimpin haruslah menyejukkan bagi rakyatnya. Jadi, nilai etika Hindu dalam kepemimpinan Candra Brata adalah memberikan kesejukan bagi rakyatnya, menghilangkan kesesahan yang menimpa rakyat.

Bayu atau angin selalu memenuhi ruang, tidak ada satupun ruang yang tidak terisi oleh angin. Dia memberikan kehidupan dalam wujud nafas, memenuhi ruang dan tidak menyisakan satupun ruang yang tidak terjamah olehnya. Demikian halnya dengan seorang pemimpin, layaknya berlaku seperti angin, yaitu mampu membaca seluruh pikiran dan kehendak rakyat tanpa kecuali. Seorang pemimpin haruslah memiliki kepekaan terhadap keinginan dan kehendak rakyat.

Kuwera dalah Dewa kekeyaaan. Dalam hal kepemimpinan, Kuwera Brata berarti seorang pemimpin haruslah selalu tampil elegan. Harga diri seorang pemimpin adalah dari penampilannya. Bukan berarti seorang pemimpin harus berpenampilan serba mewah yang justeru menimbulkan gap antara pemimpin dan yang dipimpin. Penampilan, tata cara berpakaian adalah hal yang juga diajarkan dalam etika Hindu yaitu berpenampilan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di mana penampilan seperti itu harus hadir.

Baruna adalah dewa laut, laut adalah simbol keluasan tanpa batas. Laut adalah penamping semua kekotoran yang dibawa oleh aliran sungai, tetapi laut tidak pernah terkotori malahan mampu menyucikan semua kotoran itu. Demikianlah pikiran seorang pemimpin, pemimpin haruslah berpikiran luas, mampu menampung semua kesalahan-kesalahan, kejahatan-kejahatan yang dilakukan atau ditimpakan kepada dirinya dan selanjutnya mensucikan semua kekotoran itu sehingga semua menjadi suci. Seorang pemimpin tidak layak memvonis bahwa rakyatnya yang berlaku tidak baik selamanya akan tidak baik, melainkan memberikan bimbingan terus menerus kepada mereka sehingga nantinya menjadi orang baik. Demikianlah sifat laut yang harus diteladani oleh seorang pemimpin.

Agni atau api bersifat membakar. Dalam hal kepemimpinan sifat api atau agni bermakna membakar semangat rakyat untuk maju dan menuju ke arah progresif, ke masa depan yang lebih baik. Perilaku seorang pemimpin haruslah senantiasa memberikan teladan-teladan kepada anggotanya agar selalu bekerja-bekerja dan bekerja demi kemajuan organisasi yang dipimpin. Dalam manajemen modern hal ini bisa dilakukan dengan membuat inovasi-inovasi gaya kepemimpinan, misalnya mengadakan role play, refreshing, dan sebagainya yang pada dasarnya melepaskan semua kejenuhan dan membangun semangat baru dan motivasi kerja menjadi lebih baik.

Demikianlah kepemimpinan Astra Brata yang menjadi landasan kepemimpinan dan Etika Hindu. Selanjutnya dalam kakawin Ramayana dijelaskan  bahwa pemimpin yang sempurna adalah wruh ring weda (tahu akan sastra-sastra suci dan pengetahuan lainnya), bhakti ring dewa (beriman kepada Tuhan), tarmalupeng pitra puja (tidak melupakan leluhur, jasa-jasa pemimpin terdahulu), masih ring swagotra kabeh (welas asih pada sesama manusia).

1.5 Nilai Kepemimpinan yang Terdapat dalam Tokoh-tokoh Ramayana

Tokoh-tokoh dalam kisah Ramayana beberapa diantaranya dapat dijadikan cerminan dalam hal nilai-nilai kepemimpinan. Galilah nilai-nilai kepemimpinan pada tokoh-tokoh berikut ini:

Gambar 1. Sri Rama, tokoh utama dalam Ramayana. Sri Rama menegakkan dharma di dunia dengan membunuh raja angkara murka Rahwana.

Gambar 2. Laksmana (selendang biru) adalah adik dari Sri Rama. Ia senantiasa mengabdi kepada saudaranya dengan selalu mengikuti kemanapun Sri Rama pergi. Ia juga membantu Sri Rama dalam menegakkan dharma dan mengalahkan pasukan raja angkara murka Rahwana.

Gambar 3. Hanuman, putra dewa Bayu. Ia pahlawan perkasa yang membantu Sri Rama menegakkan dharma dan membasmi angkara murka.

Gambar 4. Sugriva, raja Kiskenda. Ia pahlawan perkasa yang membantu Sri Rama membasmi angkara murka. Pada gambar ia bertarung melawan Subali, saudaranya sendiri.

Gambar 5. Wibhisana adalah adik bungsu dari raja angkara murka, Ravana. Ia diusir dari kerajaan oleh kakaknya yang tidak mau mendengar nasehat untuk berdamai dengan Sri Rama. Wibhisana sendiri akhirnya memihak kepada Sri Rama melawan keangkaramurkaan Ravana

Gambar 6. Kumbhakarna adalah adik raja Ravana. Ia raksasa yang berbudi luhur. Pekerjaannya sehari-hari hanyalah tidur dan tidak mau melibatkan diri dengan hal-hal keduniawian. Pada saat peperangan melawan Sri Rama, ia bangun dari tidurnya dan turun ke medan laga dengan tujuan membela negara tanah tumpah darahnya.

Gambar 7. Raja Janaka adalah ayah Sri Rama. Ia seorang raja yang benar-benar menjadi panutan bagi keluarga dan juga rakyatnya.

Was this article helpful?

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA