Negara yang budaya daerahnya Serumpun Dengan negara kita adalah

Dari keikutsertaannya di ajang ASEAN University Student Conference (AUSC) 2009, Pinastika Prajna Paramita, mengaku lebih terbuka wawasannya. Diwawancarai PRASETYA Online di Kantor Humas UB, Rabu (27/5), mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2005 ini mengatakan dapat lebih bijaksana melihat persamaan dan perbedaan berbagai budaya dari 10 negara anggota ASEAN. Ke-10 negara tersebut dirincinya meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Laos. Selain delegasi dari ke-10 negara ASEAN ini, turut hadir pula perwakilan dari Papua Nugini dan Timor Timur yang menjadi pengamat. Dari 180 perwakilan, menurutnya Indonesia mengirimkan 100 orang dan sisanya dari berbagai negara tersebut. Dibuka oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI, Dr. Adhyaksa Dault, M.Si, kegiatan yang merupakan rekomendasi dari ASEAN Senior Officials Meeting ini mengambil tema “Enriching and Preserving Our Cultural Heritage” (Memperkaya dan Melestarikan Warisan Budaya Kita). Berbagai agenda yang terangkum didalamnya meliputi presentasi masing-masing negara, seminar, kelompok diskusi dan penyusunan rekomendasi/deklarasi bersama.

Budaya ASEAN
Dalam kelompok diskusi, Pita, demikian ia biasa dipanggil, tergabung dalam kelompok ketiga yang membahas “The Function of ASEAN on Enriching and Preserving Our Cultural Heritage” (Peran ASEAN dalam memperkaya dan Melestarikan Warisan Budaya). Selain tema ini, menurutnya masih terdapat dua kelompok lain yang membahas “The Role of Youth on Enriching and Preserving Cultural Heritage” (Peran Pemuda dalam Memperkaya dan Melestarikan Warisan Budaya) dan “Optimizing Cultural Heritage for National and Regional Economic Development” (Mengoptimalkan Warisan Budaya Untuk Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Negara dan Kawasan). Pita, yang dalam kesempatan tersebut ditunjuk sebagai delegasi resmi, mengetengahkan kebudayaan Indonesia yang hampir punah. Menurutnya, kebudayaan di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu tangible (nyata) dan intangible (tidak nyata). Untuk kebudayaan yang tangible, ia menyebutkan beberapa peninggalan sejarah seperti candi, prasasti, dan makanan daerah. Sementara untuk yang intangible, ia mencontohkan keberadaan bahasa daerah. Kedua jenis budaya tersebut menurutnya hampir punah. Khusus bahasa daerah misalnya, ia merasa prihatin dengan ancaman kepunahan yang diantaranya karena tidak diajarkan lagi oleh orang tua kepada anak-anaknya. Selain kebudayaan Indonesia, dalam ajang tersebut masing-masing peserta menurutnya lebih mampu membuka mata bahwa ternyata kebudayaan ASEAN adalah serumpun sehingga memiliki kemiripan satu sama lain. “Dalam atraksi budaya masing-masing negara saya menyaksikan sendiri kebudayaan Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam memiliki kemiripan. Selain itu, kemiripan juga terdapat dalam kebudayaan Thailand, Vietnam, Laos dan Kamboja. Yang memiliki identitas tersendiri menurut saya Philipina”, terangnya. Berkaitan dengan hal tersebut, ia menegaskan bahwa kebudayaan tidak bisa dikekang dan secara khusus kelompoknya memberikan himbauan untuk membuka borders (batasan) dalam termin kebudayaan. Indikasi hal ini, menurutnya terdapat dalam kemiripan kebudayaan masing-masing negara anggota ASEAN. Di akhir pertemuan AUSC, masing-masing kelompok, kata dia, diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi dan membuat pernyataan bersama. Bersama kelompoknya, Pita membuat 13 butir pernyataan diantaranya rekomendasi untuk mendirikan ASEAN Youth Centre (Pusat Pemuda ASEAN) dan ASEAN tourism campaign (kampanye pariwisata ASEAN). Dalam kampanye pariwisata ASEAN, kelompoknya memiliki ide untuk menggagas sebuah paket wisata, mengingat kebudayaan yang serumpun dan budaya tematik yang dapat dihimpun dari berbagai kawasan. “Untuk mengeksplorasi budaya melayu misalnya, kita dapat merujuk Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam”, ujarnya memberikan contoh. [nok]

Lihat Foto

Wikimedia Commons/Secaundis

Sawah di Santa Maria, Bulacan, Filipina

KOMPAS.com - Ada 10 negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Sepuluh negara tersebut saling menjalin kerja sama di berbagai sektor.

Sepuluh negara yang telah bergabung dengan ASEAN adalah Indonesia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, Laos, Myanmar, serta Kamboja.

Negara yang tergabung dalam ASEAN memiliki julukannya masing-masing sesuai dengan karakteristiknya.

Apa sajakah itu? Berikut penjelasannya yang mengutip dari situs Seasia.co dan Skycanner.com:

Indonesia 

Indonesia memiliki posisi geografis yang strategis, yakni terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia serta Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Selain itu, Indonesia juga terletak di bawah garis khatulistiwa.

Indonesia memiliki ribuan pulau dan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari budaya hingga sumber daya alam.

Kekayaan alam ini membuat Indonesia terlihat seperti batu zamrud.  Maka tidak mengherankan jika Indonesia dijuluki sebagai The Emerald of the Equator atau Zamrud Khatulistiwa.

Baca juga: Filipina, Negara Revolusi Hijau

Filipina mendapat julukan sebagai Pearl of the Orient Seas atau Mutiara Laut dari Orien.

Julukan ini didapatkan dari Bangsa Eropa, khususnya Bangsa Spanyol yang datang ke Filipina pada abad ke-18. Saat itu, sebutan orien sering digunakan oleh Bangsa Eropa untuk memanggil negara yang terletak di bumi bagian timur.

Selain mendapat julukan Mutiara Laut dari Orien, Filipina juga mendapat julukan sebagai Home of the Green Revolution atau Rumah Revolusi Hijau.

Revolusi Hijau adalah upaya Filipina meningkatkan sistem pertaniannya agar menghasilkan padi yang berkualitas tinggi dalam waktu yang cepat.

Thailand 

Thailand memiliki kebudayaan yang dianggap lebih santai dibanding negara Barat yang selalu sibuk. Selain itu, orang Thailand juga terkenal dengan kesopanannya serta sikap ramah saat berinteraksi.

Hampir di setiap sudut negara Thailand, bisa ditemui orang yang selalu tersenyum saat berinteraksi. Maka tidak mengherankan jika Thailand dijuluki sebagai The Land of Smiles atau Negara Penuh Senyuman.

Selain The Land of Smiles, Thailand juga dijuluki sebagai Negeri Gajah Putih. Karena gajah putih merupakan simbol kerajaan di Thailand dan merupakan hewan nasional.

Dari segi perekonomian, Thailand juga mendapat julukan Lumbung Padi. Ini karena produksi beras Thailand menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.

Pemberitahuan Privasi kami mengatur keanggotaan Anda di Panel Influencer kami, ini dapat Anda akses di sini . Situs web kami menggunakan cookie. Seperti di dunia offline, cookie membuat segalanya menjadi lebih baik. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang cookie yang kami gunakan, kunjungi kebijakan Cookie kami.

Bagikan pendapat Anda dan dapatkan imbalan seperti a.lucya . Daftar untuk mulai menghasilkan sekarang!


... Para pengembang misalnya, lebih menyukai menggunakan istilah asing dari pada bahasa sendiri dengan alasan lebih menjual. Padahal seharusnya, lebih baik menggunakan istilah dari bahasa sendiri... "

Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah negara serumpun yakni Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura berharap banyak pada Indonesia menyangkut keberlangsungan bahasa Melayu. "Indonesia memiliki jumlah penutur yang mencapai 240 juta jiwa, tentu dengan jumlah penutur yang banyak itu, bahasa Melayu bisa menjadi bahasa dunia," ujar Pengurus Lembaga Pengelola Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, Professor Dato Seri Dr MD Salleh Yaapar, di Jakarta, Rabu. Sementara jumlah penutur di negara seperti Malaysia hanya 45 juta jiwa. Masalah utama adalah bahasa itu mau digunakan atau tidak.

Ia memberi contoh mengenai transportasi massal di Jakarta yang dinamakan TransJakarta Busway. Begitu juga di mal yang ada di Jakarta lebih banyak menggunakan bahasa Inggris.

Perwakilan dari Brunei Darussalam, Dayang Aminah binti Haji Mumin, mengatakan, perlu ada peraturan yang bertujuan melindungi bahasa Melayu tersebut. Di Brunei Darussalam, sudah ada peraturan mengenai penggunaan wajib bahasa Melayu di pertokoan.

"Kami mengutamakan aksara Jawi di pertokoan, karena memang sudah ada peraturan mengenai hal tersebut. Kecuali untuk waralaba seperti Kentucky Fried Chicken, maka tidak kami terjemahkan ke bahasa Melayu karena merk dagang," jelas Aminah.

Aminah mengatakan pihaknya bersama dengan negara serumpun lainnya, berharap Indonesia menjadi pusat acuan demi keberlangsungan bahasa Melayu. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti, mengatakan memang diperlukan aturan mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang baik di Tanah Air. "Para pengembang misalnya, lebih menyukai menggunakan istilah asing dari pada bahasa sendiri dengan alasan lebih menjual. Padahal seharusnya, lebih baik menggunakan istilah dari bahasa sendiri," kata Wiendu.

Seminar Kebahasaan dan Sidang Eksekutif MABBIM ke-53 dilangsungkan di Jakarta, 2 hingga 7 Juni. Seminar tersebut membahas keberlangsungan bahasa Melayu, yang merupakan akar dari bahasa Indonesia.

Pewarta: IndrianiEditor: Ella Syafputri

COPYRIGHT © ANTARA 2014

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA