Mira suka menggambar karena dapat menuangkan apa yang pada gambarnya

Saya selalu takjub dengan orang yang bisa menggambar dengan bagus. Baik gambar tangan mau pun gambar digital. Beberapa kawan saya yang jago gambar ada Nona Cahaya yang memang anak seni, nona wartawan kece Amelia Ameng, Belindch yang masih sempat corat-coret di tengah kesibukannya sebagai dokter gigi, hingga Pak Puh alias Mas Hendra yang saya tau perjalanan nggambarnya kayak apa.

Melihat hasil karya mereka itu antara takjub dan iri. Takjub karena “kayaknya cuma corat-coret tapi kok hasilnya kece” dan iri karena “kok aku nggak dikarunia talenta kayak mereka sih?”. Jangankan bikin gambar yang enak dilihat, wong bikin garis aja menceng.

Tapi katanya gambar itu bukan cuma perkara talenta, ada juga terselip kerja keras. Meskipun kamu memiliki bakat, tapi kalau nggak pernah dilatih juga bakalan terpendam dan enggak muncul. Sedangkan jika kamu nggak punya bakat tapi terus berlatih, kelak akan terlihat hasilnya.

Lagi-lagi saya jadi ingat Mas Hendra. Saat saya awal mengenalnya sekitar 7 atau 8 tahun yang lalu, saya nggak pernah melihatnya menggambar. Lantas entah hal apa yang mempengaruhinya, mendadak dia jadi rajin menggambar. Dia selalu membawa peralatan gambar kemana-mana.

Awalnya gambarnya ancur. Tapi dia nggak peduli. Saat di atas kereta yang melaju menuju Jakarta saya sempat merisaknya “kui gambar opo je mas? kok gak jelas ngono” dan dia hanya tertawa. Selain terus berlatih, dia juga menonton video tutorial di youtube. Ternyata usaha nggak mengkhianati hasil. Sekarang gambar-gambarnya kece parah, bahkan belum lama ini dia mengadakan pameran tunggal.

Akhir-akhir ini saya pun mulai belajar menggambar lagi. Alasan yang pertama tentu saja tuntutan profesi. Sebagai emak-emak yang punya anak balita, saya menuntut diri sendiri untuk bisa menggambar buat anak saya, minimal bisa nggambarin gajah dan jerapah. Dalan alasan yang kedua adalah buat pamer muahahahahaha (sungguh mulia alasanmu, mak). Ya monmaap, di zaman social media gini kan dikit-dikit bisa jadi modal untuk pamer kan ya? Hehehe.

Saat mulai untuk menggambar lagi saya merasa terintimidasi, lho. Soalnya gambarnya berantakan. Bahkan Renjana nggak bisa ngebedain gambar anjing dan kancil yang saya buat karena mirip ahahahahaha. Bawaannya udah males dan mikir “ngapain sih capek-capek gambar, download aja dipinterest terus di gunting kan bisa”, tapi terus ingat nggak punya printer *sobatmissqueen.

Untungnya saya follow twitternya om @pinotski. Sosok dengan nama asli Wahyu Ichwandardi ini adalah seorang animator dengan karya-karya yang sudah mendapatkan berbagai penghargaan internasional. Cuitannya di twitter selalu mendorong orang untuk mulai corat-coret di kertas. Menurutnya semua orang pasti bisa menggambar. Bukankah hal pertama yang kita laukan saat kecil dan duduk di bangku TK adalah menggambar? Meski pun masih berupa coretan yang tidak jelas.

Membaca untaian kata mutiara dan motivasi cuitannya saya pun jadi tercerahkan. Benar juga ya? Semua orang itu pada dasarnya bisa menggambar. Perkara bagus dan jelek itu soal selera. Lebih lanjut Mas Pinot bilang jika kita memang ingin bisa menggambar, buang jauh-jauh rasa tidak percaya diri kita. Mulailah anggap gambar kita tidak jelek dan percaya bahwa kita bisa gambar. Kita harus balik lagi menjadi anak SD yang berani berimajinasi dan menuangkannya dalam bentuk gambar.

Terus satu hal lagi yang musti diingat, jangan mudah merasa terintimidasi dengan karya orang. Drawing is an emotional healing exercise. Seperti lazimnya yang terjadi di semesta ini, setiap orang akan berproses dengan caranya sendiri-sendiri. Tidak bisa disamakan satu dengan yang lain. Yang paling penting adalah harus tekun berlatih. Kelak, kita akan menemukan style gambar kita sendiri.

Oya, ngomong-ngomong soal nggambar, selasa kemarin saya baru saja datang ke acara presscon Faber Castell di The Rich Jogja. Tau kan Faber Castell? Produsen alat-alat gambar yang harganya kualitasnya ciamik itu lho. Yang kalau musim ujian juga dicari orang karena punya produk khusus untuk klean-klean yang mau ikut ujian dengan sistem menghitamkan lembar jawaban.

Lanjut…

Jadi, pada Minggu, 28 Oktober 2018 (iya bentar lagi), Faber Castell akan mengadakan Lomba Desain Karakter 2018 “Sport Mania”. Lomba gambar desain karakter yang ditujukan untuk siswa SMP – SMA sederajat ini akan dilangsungkan di The Rich Jogja Hotel Jl. Magelang Km 6 No 18, Yogyakarta.

Mengapa temanya “Sport Mania”? Ya tentu saja karena masih berhubungan dengan euphoria ASIAN GAMES yang meninggalkan kesan begitu dalam. Tentunya masih ingat kan perjuangan para atlet untuk bisa mengibarkan merah putih di puncak tertinggi? Masih ingat juga dong perjuangan Anthony Sinisuka Ginting yang berdarah-darah itu?

Nah, bermula dari hal tersebut maka tema lomba ini tercipta. Jadi dalam lomba ini para peserta harus membuat desain karakter yang mampu mewakili semangat berolahraga serta menginspirasi masyarakat untuk terus berolahraga. Kriteria penilaiannya sendiri meliputi ide dan kreativitas, teknik menggambar, kesinambungan objek dan konsep, serta konsep dan keunikan karakter. Nantinya para pemenang akan mendapatkan hadiah uang tunai, produk Art & Graphic Faber Castell, sertifikat, serta hadiah tambahan dari sponsor. Selain itu karya para pemenang juga akan dipamerkan.

Bagi yang tinggal di Jogja bisa langsung mendaftar secara offline di Kantor Harian Kedaulatan Rakyat, Toko Buku Gramedia Sudrman, serta Toko Merah. Sedangkan dari luar kota yang tidak memungkinkan untuk datang ke Jogja sebelum hari H pelaksanaan bisa mengunjungi laman www.lombagambar.com atau official twitter, FB, dan instagram Faber Castell.

Untuk teman-teman yang punya anak, adik, sodara, keponakan, pacar, atau kenalan yang jago gambar, bisa banget tuh ikutan acara ini. Tapi syaratnya harus masih sekolah SMP atau SMA ya. Kalau nggak ada sodaranya ya tulung info ini disebarin aja, dishare di sosmed boleh kok hihihi.

Kalau saya masih menunggu lomba nggambar atau pelatihan menggambar untuk emak-emak dengan tema “bagaimana menggambar hewan yang mudah dan cepat” #halah. Kalau nggak ada ya saya menggambar masa depan dengan yang tercinta aja #uhuk.

Btw, kawan-kawan sendiri ada yang kecilnya pernah ikutan lomba menggambar nggak sih? Saya kok belum pernah, ya?

Vol. 4 (2) Maret 2020, hlm. 165-171 p-issn: 2548 8856 e-issn: 2549-127X KEMAMPUAN MENGGAMBAR TEMA PEMANDANGAN SISWA KELAS IV SD SUPRIYADI SEMARANG Wawan Priyanto Universitas PGRI Semarang Surel: Abstract: Ability To Draw Student Views Themes Class IV SD Supriyadi Semarang. The goal of this research is describing the students ability in drawing scenery of fourth grade SD Supriyadi Semarang. The analysis used content analysis approach of qualitative and art studies. The background of the research is because many students draw the same composition in drawing scenery. Based on the result of the research showed that students already have ability to interpret the real object into picture correctly, but lack in set composition, prespective, and proposition in drawing. Drawing is a media for students to illustrate imagination, express them desire and feeling. Parents and teacher should know the students ability in drawing so their motoric growthed as well. Keywords: drawing, scenery, elementary students Abstrak: Kemampuan Menggambar Tema Pemandangan Siswa Kelas IV SD Supriyadi Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan menggambar tema pemandangan siswa kelas IV SD Supriyadi Semarang. Analisis menggunakan pendekatan content analysis deskriptif kualitatif dan analisis kajian kesenirupaan. Penelitian ini dilatarbelakangi keseragaman gambar anak saat diminta menggambar bertema pemandangan alam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa telah memiliki kemampuan dalam menginterprestasikan bentuk benda nyata kedalam bentuk gambar secara benar, namun belum memiliki kemampuan mengatur komposisi, kesadaran perspektif dan proporsi dalam menggambar. Menggambar merupakan sarana bagi siswa dalam mengilustrasikan imajinasi, menceritakan pengalaman, dan menuangkan segala keinginan serta perasaanya. Orang tua dan guru diharapkan mengetahui kemampuan menggambar anak agar perkembangan motorik halus berkembang dengan baik. Kata Kunci: Menggambar, Pemandangan alam, Siswa Sekolah Dasar PENDAHULUAN Menggambar merupakan kegiatan yang disukai hampir semua anak-anak. Kegiatan corat-coret merupakan bagian dari perkembangan motorik anak. Menurut Affandi (2006:2), pengalaman berseni rupa bagi anak merupakan bagian dari kehidupannya. Mereka memanfaatkan berbagai media untuk menggambar seperti; kertas, tembok, baju, bahkan bagian tubuh mereka sendiri. Kegiatan menggambar anak merupakan cara mereka mengungkapkan apa yang dilihat dan dirasa dalam bentuk gambar. Cara ini dipilih karena menggambar merupakan cara paling mudah dibanding menulis dan menyampaikan secara lisan. Menurut Duguet dalam Ziegfeld (1953), usia anak 6-12 tahun merupakan masa keemasan ekspresi yang kreatif. Jika dalam masa itu anak tidak suka menggambar maka dianggap penyimpang dari perkembangannya. Di sekolah dasar, kegiatan menggambar diwadahi dalam mata pelajaran SBdP (Seni Budaya dan Prakarya). Mata pelajaran ini berisi tentang berbagai bahasan seni, diantaranya: seni rupa, seni musik, seni tari dan keterampilan. Tujuan pembelajaran seni rupa di sekolah adalah mengembangkan Diterima pada: 02 Maret 2020; Di-review pada: 10 Maret 2020; Disetujui pada: 20 Maret 2020 165

kemampuan siswa dalam berkarya seni yang bersifat visual dan rabaan. Dengan belajar seni rupa siswa dapat memahami dan memperoleh kepuasan dalam menanggapi karya seni rupa ciptaannya sendiri maupun karya seni rupa ciptaan orang lain. Pada materi seni rupa kelas IV Sekolah Dasar, terdapat materi menggambar ilustrasi. Gambar ilustrasi adalah gambar yang menceritakan adegan atau peristiwa (Subekti dkk, 2010:12). Menggambar ekspresi bertema pemandangan alam merupakan tema umum yang sering digunakan guru dalam materi menggambar. Pada materi tersebut siswa diharapkan dapat mengekspresikan berbagai gambar pemandangan alam dengan baik sesuai dengan kreatifitas masing-masing. Namun, gambar ilustrasi bertema pemandangan alam seringkali stereotip atau memiliki kesan yang sama. Kesan sama yang dimaksud dalam hal ini adalah komposisi garis, bidang dan warna. Berdasarkan hasil observasi dan studi dokumentasi di kelas 4 SD Supriyadi Semarang hasil gambar siswa tentang gambar pemandangan masih memiliki bentuk, karakter dan komposisi yang sama. Pada saat observasi guru meminta siswa menggambar pemandangan tanpa diberi contoh. Mereka bebas menggambar pemandangan sesuai kreatifitas masingmasing. Dari 27 peserta didik, hasil gambar berupa pemandangan gunung 15 siswa, menggambar pantai 7 siswa, menggambar air terjun 1 siswa, menggambar pemandangan sawah 1 siswa, menggambar pemandangan langit 1 siswa, menggambar perkotaan 1 siswa dan menggambar pemandangan masjid 1 siswa. Berdasarkan data tersebut, siswa yang menggambar gunung sebesar 55 %. Contoh gambar pemandangan dapat dilihat seperti gambar di bawah ini. Gambar pemandangan gunung siswa kls IV Gambar pemandangan gunung adalah gambar yang paling banyak dibuat oleh siswa. Kebanyakan pola dan komposisi gambar hampir sama yaitu terdapat 2 gunung, jalan, matahari, burung terbang dan pendukung lainnya. Siswa kelas IV SD Supriyadi rata-rata umurnya 10-11 tahun. Menurut Soegiarty (2007:9), anak pada umur 10-11 tahun sudah mampu mengilustrasikan benda nyata dalam bentuk gambar yang benar. Bentuk-bentuk gambar sudah mulai mengarah ke bentuk realistis, tetapi nampak lebih kaku, hal ini sebagai akibat perkembangan sosial yang meningkat, mereka lebih memikirkan bentuk gambar yang dapat diterima oleh lingkungannya, akibatnya spontanitas berkurang. Secara geografis, letak SD Supriyadi Semarang berada di daerah perkotaan dengan dataran rendah dan pantai. Sedangkan siswa kelas IV berasal dari sekitar lingkungan sekolah yang berjarak 1 sampai 3 kilometer. 166

Sementara itu, Semarang memiliki daerah atas yang bergunung-gunung. Jarak daerah atas sekitar 10-20 kilometer dari letak sekolah. Hasil gambar anak kelas IV pada gambar 1 merupakan gambar yang dibuat secara spontan. Menurut Muharam dan Sundaryati (1992:33), semakin tinggi kelas dan umur, kemampuan menggambar spontan dan kreatif siswa akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena semakin tinggi usia anak, maka kemampuan rasionya semakin berkembang sehingga dapat berpikir kritis. Kondisi ini tentu mempengaruhi anak dalam membuat karya spontanitas dan kreatifitas. Bila kemampuan rasionya sudah berfungsi dengan baik, maka dalam membuat menggambar, mereka selalu mempertimbangkan objek gambar secara rasional; bentuk yang baik, proporsi yang tepat, penggunaan warna yang cocok sesuai dengan benda yang dilihatnya. Sebenarnya, siswa kelas IV SD Supriyadi lebih dekat dengan pemandangan perkotaan dan pantai. Namun, jumlah siswa yang menggambar pemandangan pantai lebih sedikit dibanding menggambar pemandangan gunung. Bahkan yang menggambar pemandangan kota hanya 1 siswa. Berdasarkan pembahasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan menggambar tema pemandangan siswa kelas IV SD Supriyadi Semarang. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Rancangan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dianalisis berbentuk deskripsi rinci pada suatu fenomena. Menurut Sutopo (2004:13), penelitian kalitatif sangat cocok dan memberi peluang dalam upaya memberikan pemahaman dan penjelasan secara kualitatif atas suatu fenomena secara mendalam dan holistik. Dalam penelitian ini, tidak menutup kemungkinan bidang keilmuan lainnya seperti psikologi akan mendukung pula metodologi penelitian, yang diharapkan dapat mengungkapkan apa yang ingin disampaikan anak melalui karya. Sumber data penelitian diperoleh dari dokumentasi 27 gambar anak-anak kelas IV SD Supriyadi Semarang yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Dalam hal ini tim peneliti bertindak sebagai instrumen yang berperan sebagai mengamat dan pengumpul data secara mendalam. Teknik pengumpulan data juga diperkuat dengan wawancara terstruktur kepada siswa dan data induk siswa. PEMBAHASAN Pengumpulan data tentang kemampuan menggambar tema pemandangan diawali dengan mendapatkan dokumen gambar dari siswa kelas IV SD Supriyadi. Dokumen didapat dengan cara memberikan instruksi secara spontan kepada anak untuk menggambar tema pemandangan. Selanjutnya, siswa dibagi lembar wawancara terstruktur yang berisi 10 pertanyaan. Hasil gambar dan wawancara siswa selanjutnya dikonfirmasikan dengan guru kelas melalui wawancara tidak terstruktur dan studi dokumentasi lainnya. Berikut pengelompokan gambar tema pemandangan siswa kelas IV SD Supriyadi. 167

Tabel Pengelompokan Gambar Tema Pemandangan Kelas IV SD Supriyadi No Tema Pemadangan Jumlah siswa 1 Gunung 15 siswa 2 Pantai 7 siswa 3 Air terjun 1 siswa 4 Sawah 1 siswa 5 Langit malam 1 siswa 6 Perkotaan 1 siswa 7 Masjid 1 siswa Total siswa 27 siswa Tema pemandangan yang paling digambar siswa adalah tema gunung. Rata-rata komposisi gambar gunung yang digambar memiliki unsur-unsur seperti; gunung, jalan di tengah, matahari yang bersinar terang, pohon, sawah, rumah, awan, dan burung terbang. Jika dikelompokkan, tema gambar gunung yang digambar siswa memiliki 2 kategori, yaitu gambar dengan 2 gunung dan lebih dari 2 gunung. Gambar dengan 2 gunung sebanyak 10 siswa dan gambar lebih dari 2 gunung sebanyak 5 siswa. Jumlah siswa laki-laki yang menggambar gunung 9 siswa dan perempuan 6 siswa. Setelah dikonfirmasi dengan wawancara terstruktur dari 15 siswa yang menggambar gunung, 14 siswa menyampaikan bahwa alasan mereka menggambar gunung karena gunung itu tempat yang indah, udarannya segar, dan menyenangkan. Hanya ada 1 siswa yang memberikan alasan bahwa menggambar gunung karena mudah digambar. Dari wawancara didapat data juga bahwa 12 siswa suka menggambar dan 3 siswa tidak suka menggambar. Ada 7 siswa yang menyatakan bahwa orang tuanya pernah memberi contoh menggambar tema gunung, 5 siswa menyatakan orang tuanya pernah memberi contoh gambar lain, dan 3 siswa menyatakan orang tuanya tidak pernah memberi contoh untuk menggambar. Sementara itu, hanya ada 2 siswa yang menyatakan bahwa guru pernah mengajar menggambar bertema gunung, sedangkan 13 siswa menyatakan bahwa belum pernah diajarkan menggambar bertema gunung oleh gurunya. Sementara dari 7 siswa yang menggambar bertema pemandangan pantai unsur yang digambar diantaranya; pasir, air laut, pohon kelapa, matahari yang bersinar terang dan manusia. Ada 2 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan yang memilih gambar pantai. Gambar pemandangan 2 gunung dan lebih dari 2 gunung Gambar pemandangan bertema pantai 168

Berdasarkan hasil wawancara terstruktur, ada 5 siswa yang memberikan alasan menggambar pantai karena pemandangannya indah, sejuk, dan dapat melihat matahari tenggelam. Sedangkan 2 siswa menyatakan menggambar pantai karena mudah digambar. Sementara ada 2 siswa yang menyatakan bahwa orang tuanya pernah memberi contoh menggambar pantai dan 5 siswa menyatakan belum pernah. Sedangkan hanya 1 siswa yang menyatakan bahwa guru pernah mengajarkan gambar tema pantai dan 6 lainnya belum pernah. Sementara selain gambar bertema pemandangan gunung dan pantai, ada 5 siswa yang menggambar dengan tema berbeda. Namun, alasan siswa menggambar tema tersebut sama yaitu karena mereka suka tentang hal yang ada pada gambar, misalnya siswa yang menggambar tema air terjun menyatakan bahwa air terjun itu sejuk dan nyaman, sedangkan 1 siswa yang menggambar tema perkotaan karena tinggal diperkotaan dan sering melihat pemandangan itu. Siswa kelas IV SD Supriyadi Semarang rata-rata memiliki umur antara 9-11 tahun. Menurut Soegiarty (2007:1), anak pada umur 9-11 tahun sudah mengenal benda nyata dengan bentuk-bentuk yang benar. Perhatian pada objek sudah mendetail, demikian pula kemampuan dalam mengamati ruang. Berdasarkan hasil gambar, semua siswa kelas IV SD Supriyadi telah memiliki kemampuan dalam menginterprestasikan bentuk benda nyata kedalam bentuk gambar secara benar. Bentuk rumah, pohon, tanah, air, dataran, gunung dan sebagainya sudah menyerupai bentuk aslinya. Namun dalam menggambar objek benda, proporsi atau perbandingan ukuran antara objek satu dengan lainnya belum sepenuhnya dikuasai. Benda yang sebenarnya lebih kecil dibanding benda lainnya, digambar dengan lebih besar dengan gambar lainnya. Berdasarkan perkembangan gambar anak, masa ini disebut Periode Awal Realisme atau Early Realism Stage (Lowenveld, 1982) Periode ini berlaku bagi anak berusia 9 sampai 12 tahun (kelas IV SD-VI SD) disebut pula usia pembentuk kelompok. Gambar Proporsi gambar yang belum dikuasai Gambar di atas terlihat bahwa proporsi gambar kupu-kupu masih kurang sesuai ukurannya jika dibandingkan dengan awan, matahari dan gunung. Sementara kesadaran akan gambar perspektif sebenarnya sudah mulai ada, namun masih terlihat kaku. Benda yang terlihat jauh digambar semakin kecil ukurannya, namun pada gambar 4, garis pada jalan masih terlihat rata ukuran bidangnya antara jalan yang jauh dengan jalan yang terlihat dekat. Dari 15 siswa yang menggambar pemandangan gunung, semua memiliki komposisi gambar yang sama. Gambar bagi menjadi 2 untuk membatasi bagian langit dan daratan. Kemudian bagian daratan seolah diberi dekorasi bermacam seperti jalan, rumah, pohon dan lainnnya. Sedangkan bagian langit dipenuhi dengan gambar awan, matahari, burung dan lainnya. Hal ini berarti kemampuan 169

menggambar anak kelas IV masih bersifat dekoratif. Sementara itu, pada gambar lainnya pemahaman warna sudah mulai disadari. Siswa sudah dapat membedakan berbagai unsur benda berdasarkan warnanya. Gambar Contoh pewarnaan siswa kelas IV Siswa sudah mampu membedakan berbagai bentuk dengan warna. Tampak warna air dan langit berbeda meskipun sama-sama menggunakan warna biru. Variasi warna hijau juga digunakan untuk membedakan warna daun pada pohon dan rumput atau semak-semak. Namun, kesadaran perspektif masih kurang, hal ini terlihat pada gambar air terjun yang terlihat turun langsung dari langit. Menurut Pamadhi (2008:10), karya rupa yang dilakukan anak, lebih cenderung merupakan kebutuhan biasa sebagai makhluk hidup yang harus bercerita kepada orang lain, atau membayangkan sesuatu yang seiring dengan perkembangan usianya. Berdasarkan pengamatan saat siswa menggambar tema pemandangan, terdapat 2 ekspresi gerakan menggambar; 1) menggambar disertai kegiatan lain. Saat diberi perintah menggambar mereka dengan spontan melakukan kegiatan lain seperti; kegiatan mendongeng, menyanyi atau yang lain menjadikan ungkapan lebih penting dari pada bentuk atau figur karya. Hal ini berarti bahwa menggambar merupakan bagian dari mendongeng dan mengutarakan pendapat. Anak akan berhenti menggambar ketika cerita yang dibawakan dianggap selesai; 2) Menggambar dengan tenang. Gambar yang dibuat diselesaikan sesuai dengan imajinasi dan pikiran serta pengalamannya melihat objek. Pendapat di atas relevan dengan hasil wawancara dengan 27 siswa, ada 24 siswa yang memilih menggambar dengan alasan menyukai objek yang digambar atau pernah melihat objek tersebut. Sedangkan 3 siswa memilih menggambar objek tersebut karena mudah digambar. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa menggambar merupakan sarana bagi siswa kelas IV SD Supriyadi dalam mengilustrasikan imajinasi, menceritakan pengalaman, dan menuangkan segala keinginan serta perasaanya. KESIMPULAN Kegiatan menggambar merupakan salah satu kegiatan yang dialami oleh setiap anak di dunia. Menggambar dipilih anak sebagai media yang paling mudah dalam mengungkapkan berbagai hal yang dilihat, dirasa, dan diingatnya. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa; 1) siswa kelas IV SD Supriyadi telah memiliki kemampuan dalam menginterprestasikan bentuk benda nyata kedalam bentuk gambar secara benar; 2) siswa kelas IV SD Supriyadi belum memiliki kemampuan mengatur komposisi dalam menggambar. Proporsi atau perbandingan ukuran antara objek satu dengan lainnya belum sepenuhnya dikuasai; 3) siswa sudah mampu membedakan berbagai bentuk dengan warna. Namun, kesadaran perspektif masih kurang; dan 4) menggambar merupakan sarana bagi siswa kelas IV SD Supriyadi dalam mengilustrasikan 170

imajinasi, menceritakan pengalaman, dan menuangkan segala keinginan serta perasaanya. Guru dan orang tua sebaiknya memahami karakteristik menggambar anak agar perkembangan motorik berkembang dengan maksimal. DAFTAR RUJUKAN Affandi, M. 2006. Seni Menggambar dan Kerajinan Tangan. Yogyakarta : PGTKI Press Yogyakarta Hajar Pamadhi dan Evan Sukardi. 2008. Seni Keterampilan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka. Lowenfeld, V. dan Brittain, W.L. 1982. Creative and Mental Growth. New York: Macmillan. Muharam, E. dan Sundaryati, W. 1992. Pendidikan Kesenian II Seni Rupa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soegiarty, Tity. 2007. Makalah Karakteristik Gambar Anak. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS. Ziegfeld, Edwin (ed.). 1953. Education and Art. Paris: UNESCO 171

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA