Mengapa sistem demokrasi liberal dibubarkan?

Mengapa sistem demokrasi liberal dibubarkan?

Mengapa sistem demokrasi liberal dibubarkan?
Lihat Foto

KOMPAS/Pat Hendranto

Mantan Menteri Agama Prof. KH Sjaifuddin Zuchri berpidato dalam kampanye partai NU Wilajah DKI Jakarta yang terakhir di lapangan Banteng Jumat 25 Juni 1971. Pada hari yang sama PNI kampanye di Istora Senayan. Sedangkan Partai Katolik melakukan pawai sebelum kampanye di Bok Q Kebayoran Baru, Jakarta.

KOMPAS.com - Pada 1949 hingga 1959, Indonesia menjalani Demokrasi Liberal.

Konsep liberalisme yang berkembang saat itu diadopsi demi dijalankannya demokrasi yang bebas di Indonesia.

Sayangnya, model demokrasi itu tak berhasil karena sangat beragamnya pandangan dan aspirasi masyarakat Indonesia saat itu.

Berikut penjelasannya seperti dilansir dari Demokrasi Liberal (1950-1959) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1966) (2018).

Pengertian dan karakteristik Demokrasi Liberal

Apakah yang dimaksud dengan demokrasi liberal? Demokrasi liberal adalah demokrasi yang memberi kebebasan seluas-luasnya kepada warganya.

Baca juga: Periode Demokrasi Indonesia: Karakteristik dan Peralihannya

Dalam hal politik, ciri-ciri demokrasi libreal adalah tidak adanya batasan bagi tiap individu atau golongan untuk berserikat.

Demokrasi kala ini ditandai dengan banyaknya partai politik. Pada Pemilu 1955, ada 172 partai politik yang bertanding.

Tidak ada partai yang paling unggul. Namun empat partai dengan perolehan suara terbesar yakni:

  1. Partai Nasional Indonesia (PNI) (22,3 persen)
  2. Masyumi (20,9 persen)
  3. Nahdlatul Ulama (NU) (18,4 persen)
  4. Partai Komunis Indonesia (PKI) (15,4 persen)

Kegagalan Demokrasi Liberal

Kondisi ini menyebabkan partai-partai dengan ideologi yang berbeda saling bersaing untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan programnnya.

Kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai (kabinet formatur).

Baca juga: Demokrasi Indonesia Periode Parlementer (1949-1959)

Mengapa sistem demokrasi liberal dibubarkan?

Mengapa sistem demokrasi liberal dibubarkan?
Lihat Foto

Wikipedia

Mohammad Natsir

KOMPAS.com - Mulai 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno memberlakukan Demokrasi Liberal, yang belangsung hingga 5 Juli 1959.

Dalam kurun waktu sembilan tahun itu, terjadi sebanyak tujuh kali pergantian kabinet dengan perdana menteri yang juga berbeda-beda.

Berikut ini 7 kabinet pada masa demokrasi liberal.

  • Kabinet Natsir (6 September 1950-27 April 1951)
  • Kabinet Sukiman-Suwirjo (27 April 1951-3 April 1952)
  • Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
  • Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)
  • Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
  • Kabinet Ali Sastroamijoyo II (24 Maret 1956-14 Maret 1957)
  • Kabinet Djuanda (9 April 1957-10 Juli 1959)

Lantas, apa yang menyebabkan sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal?

Baca juga: Kabinet Indonesia Masa Demokrasi Liberal

Alasan pergantian kabinet

Era Demorkasi Liberal merupakan masa di mana Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950.

Faktor yang menyebabkan seringnya terjadi pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal adalah karena pada masa ini Indonesia menganut sistem multipartai.

Akibatnya, partai politik saling beradu kepentingan dan rasa persaingan antargolongan membuat anggotanya lebih mengutamakan kepentingan partai mereka sendiri.

Karena kepentingan yang saling berbenturan itu, tidak ada kabinet yang dapat melaksanakan programnya sehingga tuntutan dari parlemen juga tidak tercapai.

Apabila sudah begitu, kabinet-kabinet sering jatuh akibat mendapatkan mosi tidak percaya dari kelompok oposisi yang kuat di parlemen.

Masing-masing kabinet yang terbentuk juga tidak bisa menjalankan program mereka dengan baik karena kerap terjadi gerakan pemberontakan, seperti DI/TII, APRA, RMS, dan Andi Azis.

Baca juga: Jatuhnya Kabinet Natsir

Demokrasi adalah sebuah sistem untuk tatanan aktivitas masyarakat dan negara. Sistem pemerintahan demokrasi ini menganut kedaulatan di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Di Indonesia, terjadi beberapa kali perubahan sistem politik seperti demokrasi Pancasila, demokrasi konstitusional (demokrasi liberal), dan demokrasi terpimpin. 

Tahun 1950-1959, Indonesia menganut sistem demokrasi liberal dan sistem pemerintahannya adalah kabinet parlementer. Pemilu yang diadakan tahun 1955, memunculkan partai politik baru dan pergantian kabinet sebanyak 7 kali.

Baca Juga

Demokrasi liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan badan legislatif lebih tinggi dari badan eksekutif. Jadi kepala pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri.

Sementara perdana menteri dan menteri dalam kabinet bisa diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Presiden menjabat sebagai kepala negara dalam demokrasi parlementer.

Demokrasi liberal memakai sistem politik demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan di bidang politik. Demokrasi ini mengedepankan kebebasan dan individualisme.

Advertising

Advertising

Jadi, dalam demokrasi liberal berupaya mengurangi kesenjangan dalam bidang ekonomi. Selain itu, rakyat dianggap mempunyai derajat dan hak yang sama.

Ciri Ciri Demokrasi Liberal

Ciri khas demokrasi liberal yaitu kekuasaan pemerintah dibatasi konstitusi, sehingga tidak diperkenankan campur tangan dan bertindak sewenang pada rakyat. Contoh demokrasi liberal yaitu munculnya partai politik baru sebelum pemilu diadakan.

  1. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat
  2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
  3. Presiden bisa dan berhak membubarkan DPR
  4. Perdana menteri diangkat oleh presiden

Peristiwa Demokrasi Liberal

Demokrasi Liberal di Indonesia terjadi dari tahun 1950 sampai 1959. Ada tujuh kabinet dalam demokrasi parlementer yaitu kabinet Natsir, Kabinet Sukiman, kabinet Wilopo, kabinet Ali Sastroamijoyo, kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamijoyo II, dan kabinet Djuanda.

Baca Juga

Berikut penjelasan tentang kabinet yang menganut sistem demokrasi liberal:

Mengutip dari buku Sejarah Indonesia kelas XII, kabinet Natsir dilantik pada 7 September 1950. Mohammad Natsir dari partai Masyumi terpilih sebagai perdana menteri.

Selama masa pemerintahan kabinet Natsir, ada keberhasilan yang diraih yaitu Indonesia masuk PBB, berlangsungnya perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk pertama kali membahas mengenai masalah Irian Barat, dan menetapkan prinsip bebas aktif dalam kebijakan politik luar negeri.

Kabinet Sukiman terbentuk dari koalisi partai Masyumi dan PNI. Masa pemerintah kabinet Sukiman ini mulai muncul pemberontakan DI/TII dan meluasnya republik Maluku Selatan.

Berakhirnya kabinet Sukiman karena tanda tangan persetujuan bantuan ekonomi persenjataan dari Amerika Serikat. Persetujuan ini menimbulkan pertentangan dengan prinsip dasar politik Indonesia yang bebas aktif.

Awalnya Presiden Soekarno menunjuk Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur tapi gagal. Setelah bekerja selama dua minggu, akhirnya dibentuk kabinet baru dibawah pimpinan Perdana Menteri Wilopo.

Kabinet ini menjalankan program dalam negeri seperti pemilu (DPR dan DPRD), meningkatkan kemakmuran, pendidikan, dan pemulihan keamanan.

Sedangkan program luar negeri, kabinet ini berusaha menyelesaikan masalah hubungan Indonesia dengan Belanda, pengembalian Irian Barat ke Indonesia, dan menjalankan politik bebas aktif.

Namun, pada 2 Juni 1953 Wilopo mengembalikan mandat pada presiden. Penyebabnya karena muncul mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia pada kabinet ini.

Kabinet ini dibentuk pada 30 Juli 1953 dikenal sebagai kabinet Ali Wongso. Kabinet Ali Sastroamijoyo I berhasil menyelenggarakan konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dan persiapkan pemilu untuk anggota parlemen.

Berakhirnya kabinet ini karena NU menarik dukungan dan menteri dari kabinet. Sehingga terjadi keretakan sampai kabinet dikembalikan pada presiden.

Kabinet ini dilantik pada 12 Agustus 1955 yang dipimpin oleh Burhanuddin Harahap. Keberhasilan kabinet yaitu menyelenggarakan pemilu pertama secara demokratis pada 29 September dan 15 Desember 1955.

Dari hasil pemilu pertama, ada 70 partai politik yang mendaftar dan 27 partai lolos seleksi. Perolehan suara terbanyak partai politik yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.

Baca Juga

Mengutip dari Kemdikbud.go.id, program kabinet Ali Sastroamijoyo II memperjuangkan pengembalian Irian Barat dan membatalkan Konferensi Meja Bundar (KMB). Dari perjanjian ini, Belanda dianggap lebih menguntungkan daripada Indonesia.

Kabinet Djuanda merupakan kabinet terakhir demokrasi parlementer. Kabinet ini menghasilkan perjuangan pembebasan Irian Barat dan keadaan ekonomi yang memburuk.

Kabinet Djuanda menghasilkan peraturan yaitu wilayah Indonesia menjadi 12 mil laut. Aturan ini diukur dari garis dari yang menghubungkan titik terluar dari pulau.

Setelah itu kabinet Djuanda dibubarkan karena dianggap mementingkan partai politik daripada konstitusi. Kabinet berakhir setelah presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Dekrit tersebut memulai sistem politik baru yaitu Demokrasi Terpimpin.