Mengapa orang orang yang korupsi disebut tikus berdasi?

Mengapa orang orang yang korupsi disebut tikus berdasi?

Oleh. Isty Da’iyah
(Analis Mutiara Umat Institute)

Linimasanews.com—Pemberantasan korupsi di negeri ini, masih menjadi PR besar yang belum teratasi. Bahkan, para tikus berdasi akan semakin berani melakukan aksinya, karena sanksi dan perlakuan istimewa yang didapatnya. Terbukti, adanya dispensasi dan remisi bagi nara pidana korupsi.

Sebagaimana yang terjadi baru-baru ini, sebanyak 23 narapidana kasus korupsi telah bebas dari penjara pada hari Selasa, 6 September 2022. Para napi ini menerima program pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Merdeka.co. 7/9/22).

Sementara itu, pegiat antikorupsi, Febi Diansyah, menyoroti pembebasan bersyarat bagi para koruptor sebagian bagian dari era baru dalam pemberantasan korupsi karena hukumannya yang semakin rendah. Ia merespon pernyataan Menko Polhukam yang menyatakan pemerintah tidak bisa ikut campur dengan putusan pembebasan bersyarat sejumlah narapidana kasus korupsi ini (kompasTv, 9/9/22).

Tidaklah heran, jika dari tahun ke tahun kasus korupsi akan selalu bertambah, dengan aneka bentuk yang beragam. Karena sejatinya, pemberantasan korupsi akan sangat ditentukan oleh sistem yang digunakannya.

Demokrasi Menyuburkan Korupsi

Korupsi seolah sudah menjadi budaya di negeri ini. Sudah hampir semua sektor dari level terendah, sampai teratas, semua lapisan di birokrasi sudah membudaya. Apalagi di era rezim yang sekarang, kasus korupsi lebih dahsyat lagi.

Selain banyaknya kasus korupsi, nilai angka korupsinya juga lebih fantastis. Semua ini merupakan efek dari dunia politik di Indonesia. Karena sejatinya secara teori, korupsi selalu berurusan dengan para pelaku politik. Sistem demokrasi yang merupakan sistem politik kapitalis sekuler telah membuat nyaman para pelaku korupsi.

Tingginya biaya yang harus dikeluarkan calon penguasa atau pejabat, maka demi menjalankan hajat kekuasaan para politikus juga akan menggandeng para pemodal untuk membiayainya. Baik itu dari asing atau aseng.

Selain berbiaya mahal, pondasi sistem demokrasi juga sangat rapuh. Tidak ada kawan atau lawan sejati, yang ada hanya kepentingan pribadi atau kelompok.

Pengurusan urusan rakyat, tidak lebih hanya urusan transaksional. Karena penguasa dan pejabat akan berpihak kepada siapa yang telah berjasa kepadanya. Rakyat dijadikan korban politik balas budi antara penguasa dan pemodal.

Sistem demokrasi yang sangat akomodatif juga sangat berpeluang untuk terjadinya korupsi. Biaya politik yang sangat mahal membuat para pelaku politik jelas memerlukan biaya yang banyak. Modal yang telah dikeluarkan untuk biaya politik, haruslah kembali. Karena dalam politik demokrasi kapitalis, tujuan utamanya mendapatkan keuntungan dan manfaat materi semata.

Korupsi jelas akan semakin tumbuh subur dalam sistem demokrasi. Belum lagi perlakuan terhadap para koruptor, karena para koruptor seakan mendapat perlakuan yang berbeda ketika berhadapan dengan hukum. Fakta pembebasan para narapidana korupsi yang mendapat remisi atau dispensasi, adalah salah satu bukti yang tengah terjadi saat ini.

Korupsi Harus Dibasmi

Pemberantasan korupsi tidak akan bisa berhenti jika sistemnya masih memakai politik sekuler demokrasi. Karena itu, pemberantasan korupsi harus dimulai dengan meninggalkan sistem yang telah terbukti korup dan gagal memberantas korupsi. Lalu mengambil dan menerapkan sistem yang benar-benar anti korupsi, yaitu sistem Islam.

Dalam sistem Islam, tidak ada biaya politik tinggi. Celah untuk korupsi akan tertutup sama sekali. Tidak ada kolusi, upeti, dan politik balas budi. Demikian juga dengan hukum. Dalam sistem Islam hukum tidak bisa diutak-atik. Hal yang terpenting, tidak ada jual beli hukum dalam sistem Islam. Sebab, hukumnya berasal dari ketetapan Allah SWT. yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang digali (istinbath) dengan istinbath syar’i yang sahih.

Dalam sistem Islam, perubahan hukum terhadap korupsi tidak akan terjadi, apalagi melemahkan lembaga anti korupsi. Banyak aspek mendasar yang menjamin sistem Islam benar-benar sebuah sistem yang anti korupsi. Upaya yang dilakukan dalam sistem Islam dalam memberantas korupsi di antaranya;

Pertama, penanaman iman dan takwa. Aspek ketakwaan menjadi standar utama dalam memilih pejabat yang amanah. Dengan ketakwaan akan mencegah manusia melakukan hal yang dilarang oleh Allah Swt. Termasuk mencegah pejabat atau pegawai untuk korupsi.

Kedua, sistem ijarah/penggajian yang layak kepada pejabat, sehingga tidak ada alasan untuk menerima suap, atau korup.

Ketiga, pembuktian terbalik, pendapatan penguasa atau pejabat hendaklah diungkapkan secara transparan. Harta sebelum dia menjabat dan sesudah menjabat harus dicatat. Bukan mengandalkan informasi dari yang bersangkutan, namun di audit.

Hal ini juga bertujuan untuk menentukan serta batasan yang sederhana dan jelas tentang harta ghulul.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim Rasulullah Saw. bersabda:

“Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuk dia maka apa yang dia ambil setelah itu adalah harta ghulul.”

Keempat, hukuman yang bisa memberi efek jera dalam bentuk sanksi ta’zir. Hukuman ini bisa berupa denda, penjara yang lama, sanksi penyitaan harta ghulul (sekarang disebut pemiskinan) dan diumumkan/diekspos/ agar malu. Bahkan bisa juga hukuman mati, sesuai dampak korupsi yang ditimbulkan.

Hal ini juga telah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khathab yang juga telah disetujui oleh para sahabat. Pencatatan kekayaan, pembuktian terbalik dan sanksi yang tegas, termasuk memiskinkan harta jika terbukti korupsi, telah membuat gentar dan sangat efektif dalam memberantas korupsi.

Namun, sistem yang benar-benar antikorupsi ini tidak bisa berjalan sendiri. Harus ada suatu keteladanan dari seorang pemimpin yang jujur dan amanah. Pemimpin yang sederhana hidupnya, bukan pemimpin yang bertambah hartanya ketika menjabat.

Alhasil, untuk menghasilkan pemimpin yang baik, diperlukan sebuah sistem yang baik pula. Karena, pemberantasan korupsi hanya akan berhasil dalam sistem Islam. Karena itu, tegaknya syariat Islam secara menyeluruh dan totalitas harus segera diwujudkan. Karena sistem ini akan menguatkan kontrol individu, masyarakat terutama para ulama dan kontrol negara.

Wallahu a’lam bishawab.