Mengapa manusia tidak dapat lepas dari kekuasaan Allah swt?

PADA hari ke-27 puasa Ramadan ini, Tafsir Al Misbah membahas Surah Yasin ayat 31 hingga 40. Dijelaskan Quraish Shihab, surah itu berisi ajakan agar manusia mempelajari alam raya sekaligus menunjukkan bukti-bukti kekuasaan Allah.

Quraish menerangkan manusia hendaknya mengambil pelajaran dari sejarah. Dengan begitu, manusia mengetahui bagaimana Allah SWT menghancurkan generasi masa lampau lantaran kedurhakaan mereka.

Allah berfirman, “Tidakkah mereka melihat betapa banyak yang telah kami binasakan dari generasi-generasi sebelum mereka; (tidakkah mereka memperhatikan) bahwa mereka (yang telah kami binasakan tidak dapat hidup lagi lalu) kembali kepada mereka (para pendurhaka)?”

Quraish menjelaskan bahwa salah satu cara yang digunakan Alquran untuk mengajak manusia kepada agama yang benar ialah dengan mempelajari sejarah. Karena itu, Alquran berisi uraian-uraian sejarah, baik sejarah manusia maupun alam raya ini.

Dalam ayat lainnya juga dijelaskan bukti kuasa Allah yang sekaligus bermanfaat bagi manusia. Allah memiliki kuasa untuk menyuburkan tanah yang kering dan tandus dengan menurunkan hujan sehingga di tanah tersebut bisa tumbuh buah-buahan.

“Ayat-ayat ini ingin mengatakan ada bukti-bukti yang bisa ditarik oleh manusia dari apa yang terlihat di alam raya ini dan bukti-bukti yang dipaparkan itu untuk kemaslahatan manusia,” terangnya.

Bukti kuasa Allah lainnya, lanjut Quraish, ialah Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, baik ciptaan-Nya yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa. Hal itu dimaksudkan agar manusia mengetahui bahwa Allah berbeda dengan semua ciptaan-Nya tersebut. “Semua wujud berpasangan. Allah tidak memiliki pasangan,” katanya.

Dalam ayat lainnya Allah juga menunjukkan bukti-bukti kuasa-Nya dengan pergantian siang dan malam serta peredaran matahari dan bulan. “Ketika Allah selesai menciptakan alam raya ini, Allah berkata: tunduk padaku atau tidak tunduk. Matahari dan bulan (berkata) kami tunduk,” terang Quraish. (Nur/H-2)

Sekjen MUI, Anwar Abbas, mengajak umat mendekatkan diri kepada Allah SWT

Foto: Republika TV/Mauhammad Rizki Triyana

Sekjen MUI mengajak umat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebagai makhluk, manusia harus meyakini terhadap kekuasaan Allah SWT. Segala hal yang terjadi di alam semesta adalah dengan seizin Allah, tak terkecuali pandemi Covid-19. 

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menjelaskan Allah telah membuat aturan dan ketentuannya yang disebut sunnatullah atau natural law. 

Begitupun dengan wabah virus corona, yang menurut Buya Anwar juga tidak bisa keluar dari ketentuan yang dibuat Allah. Karenanya hanya Allah seorang hamba meminta pertolongan.   

Dia menjelaskan, bila virus masuk ke dalam tubuh orang yang rendah tingkat imunitas tubuhnya maka tentu orang itu bisa sakit dan bahkan bisa meninggal. 

Sedangkan jika ada orang yang rajin sholat malam tapi rendah tingkat immunitas tubuhnya, tentu tidak mustahil dia juga bisa sakit. 

Tapi karena Tuhan sangat suka kepada orang yang berusaha mendekatkan diri kepada-Nya maka tentu tidak mustahil Allah SWT membuat ketentuan lain di luar ketentuan yang sudah ada. 

“Sehingga yang bersangkutan meskipun rendah tingkat immunitas tubuhnya maka dia tidak sakit karena virus tersebut," kata Buya Anwar kepada Republika,co.id pada Kamis (23/4). 

Karenanya, kata dia, sangat tidak mustahil bagi seorang hamba yang senantiasa menggantungkan dirinya kepada Allah melalui mendirikan sholat dapat selamat dan tidak terkena virus corona. 

Namun demikian untuk mencapai sebuah ibadah terutama sholat malam yang berkualitas, menurut Buya Anwar, harus terpenuhi  syarat dan rukunnya serta segala ketentuan yang terkait serta melaksanakan sholat dengan khusyuk.  

"Ini memang tidak rasional karena masa orang yang rendah tingkat imunitas tubuhnya tidak sakit. Tetapi kalau kita pergunakan pendekatan supra rasional tentu hal itu akan bisa kita terima karena kita tahu virus itu dan manusia itu adalah makhluk Tuhan,” ujar dia.  

Dia pun menukilkan kisah Nabi Ibrahim yang tidak terbakar oleh api Raja Namrud. Allah SWT sudah memerintahkan kepada api itu untuk tidak membakar maka Nabi Ibrahim selamat dari tindakan durjana Namrud. 

“Begitu juga karena Tuhan sayang kepada hamba-Nya yang mendekatkan diri kepada-Nya maka dia perintahkan makhluknya untuk tidak mencelakai orang yg mendekatkan diri kepada-Nya," katanya.

Manusia seyogyanya dengan kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki tetap rendah hati

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tahun ini, kaum muslimin memperingati peristiwa agung Isra Mi'raj pada 27 Rajab 1443 Hijriyah atau bertepatan Senin 28 Februari 2022. Alquran sendiri menyampaikan keagungan Isra Mi'raj dalam ayat pertama Surat Al Isra.

Dalam refleksi Isra Mi'raj, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menyebut, Isra Mi'raj memiliki nilai inklusif bagi kehidupan kemanusiaan dan semesta yang terjabarkan dalam tiga makna. Makna pertama, makna kekuasaan.

Isra Mi'raj Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha mengandung pesan di atas pencapaian ketinggian ilmu manusia masih ada kekuatan ilahiyah. Tidak selalu bisa dirasionalisasi pencerapan dan ilmu pengetahuan.

"Isra Mi'raj menunjukkan di balik kekuasaan manusia yang bersifat profan atau duniawi ada kekuasaan Allah, kekuasaan Tuhan yang bersifat ruhaniyah-ilahiyah atau divine power atau kekuasaan yang sakral," kata Haedar, Senin (28/2).

Maknanya, siapapun baik itu manusia, sekelompok manusia, organisasi bahkan negara, lebih jauh lagi antar negara yang memiliki kekuasaan duniawi. Jangan salah gunakan kekuasaan karena di balik kekuasaan duniawi ada divine power, ilahi, sakral Allah SWT.

Di atas langit masih ada langit, manusia seyogyanya dengan kekuatan yang dimiliki tetap rendah hati, tidak menyalahgunakan. Perang, penistaan, kezaliman dan segala kesewenangan terjadi karena ada kekuasaan manusia lepas dari kekuasaan ketuhanan.

Makna kedua, diwajibkannya ibadah shalat bagi Muslim dalam peristiwa Isra Mi'raj. Menurut Haedar, ibadah shalat memiliki dua dimensi pesan, yakni hubungan manusia dengan Tuhan (habluminallah) dan manusia dengan manusia lainnya (habluminannas).

Shalat dan ibadah dalam Islam punya dimensi habluminannas, memberi hubungan yang baik, damai dan manfaat bagi kehidupan. Sehingga, semakin banyak yang beribadah dengan baik semakin baik kehidupan antar manusia, baik dengan lingkungan dan alam.

Dalam posisi ini, ia mengajak umat menjadikan Isra Mi'raj dengan buah dari shalat membangun relasi kemanusiaan semakin baik, tapi juga relasi ketuhanan yang semakin dekat. Sehingga manusia semakin damai dengan langit dan semakin damai dengan bumi.

"Artinya, bangun kehidupan yang lebih baik, adil, damai, tentram, aman, makmur serta hidup maju bersama, sehingga kehidupan menjadi penuh makna," ujar Haedar.

Makna ketiga dijalankannya dua risalah nabi setelah Isra Mi'raj. Dua risalah itu menyempurnakan ahlak beserta risalah Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dua risalah ini mengandung makna Islam yang membangun peradaban sekaligus keadaban.

Maka itu, ia berpesan agar umat, tokoh agama dan tokoh organisasi Islam senantiasa mencontoh ahlak mulia nabi. Dengan tutur-tindakan yang berkeadaban di dunia nyata atau di media sosial sembari menebar rahmat bagi lingkungan di mana dia berada.

"Jangan melakukan kebijakan yang membawa mudarat, lebih-lebih atas nama agama. Agama harus difungsikan sebagai pencipta kebaikan dalam kehidupan," kata Haedar.

Maka itu, tokoh dan organisasi keagamaan harus bawa Islam betul-betul jadi rahmat semesta bukan hanya retorika dan ujaran, tapi dalam tindakan dan keteladanan. Umat beragama, tokoh agama dan organisasi-organisasi keagamaan harus bisa menunjukkan.

"Sebagaimana Nabi Muhammad dengan uswah hasanah bahwa pilihan tentang kebenaran, tentang kebaikan dan tentang kepatutan hidup itu harus menjadi pancaran keberagamaan kita," ujar Haedar.

Mengapa manusia tidak bisa lepas dari kekuasaan Allah?

Jawaban: karena Allah Subhanahu WA TA'ala yang telah menciptakan manusia dengan sempurna dan baik.

Apa yang dimaksud dengan kekuasaan Allah?

Kekuasaan Allah swt. adalah yang tidak terbatas, tidak terjangkau dan tidak tertandingi. Sedangkan kekuasaan yang terbatas itu ada pada makhluk-Nya. Masalah yang terkait dengan kekuasaan adalah sebagaimana dalam Q.S. al-Mulk/67: 3-5.

Mengapa kekuasaan Allah SWT sempurna dan mutlak?

Jawaban: kekuasaan Allah besarnya tidak terbatas karena Allah mampu menciptakan segala sesuatu dg sempurna. Penjelasan: karena Allah yang menciptakan seluruh dunia dan akhirat.

Sebutkan apa yang kamu ketahui kekuasaan Allah dan kekuasaan manusia?

kekuasaan gusti allah mencangkup segala hal yang ada di dunia ini . sedangkan manusia hanya berkuasa pada dasar dasar terkecil . kekuasaan manusia itu pun yang memberikan ialah gusti allah .