Pentingnya Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya kita untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman, sehingga dapat mengurangi probabilitas kecelakaan kerja atau penyakit akibat kelalaian yang mengakibatkan demotivasi dan defisiensi produktivitas kerja. Menurut UU Pokok Kesehatan RI No. 9 Th. 1960 Bab I Pasal II, Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi Kesehatan yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum. Menurut H. W Heinrich dalam Notoadmodjo (2007), penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88 % dan kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedual hal tersebut terjadi secara bersamaan. Tugas dan fungsi dari semua bidang pekerjaan sebenarnya tidak luput dari ancaman kecelakaan kerja, baik tugas di lapangan maupun di kantor, untuk itu prosedur-prosedur pengamanan harus selalu dipatuhi untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja. Sebagai contoh ketika petugas SPBU bertugas, ia dilarang untuk mengoperasikan handphone. Mengapa demikian? Alasannya karena handphone merupakan salah satu media penghasil listrik statis ataupun sumber panas, sehingga jika terjadi listrik statis atau panas berlebih dari handphone yang bertemu dengan uap bahan bakar saat pengisian maka dapat memicu kebakaran. Berdasarkan Moekijat (2004), Program Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) dilaksanakan karena tiga faktor penting, yaitu :
Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, bahwa tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang berkaitan dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efiensi dan produktivitas. Hal ini tentu sangat penting mengingat apabila kesehatan pegawai buruk maka akan mengakibatkan turunnya output serta demotivasi kerja. Penyebab Kecelakaan Kerja Setiap pegawai tentu mempunyai cara tersendiri dalam proteksi diri terhadap ancaman kecelakaan kerja atau penyakit kerja, misal dengan memakai masker ketika sedang flu, menunda bepergian ketika sedang pandemi, maupun dengan menjaga kebersihan dan kenyamanan ruangan kerja. Menurut Budiono dkk (2003), faktor yang mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, kecelakaan kerja dapat dicegah dengan metode HIRARC, HIRARC terdiri dari hazard identification, risk assessment, dan risk control.
Menurut Sutrisno dan Ruswandi, 2007, prinsip- prinsip yang harus dijalankan dalam suatu perusahaan/ instansi pemerintah dalam menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah sebagai berikut:
sumber : https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-cirebon/baca-artikel/13078/Kesehatan-dan-Keselamatan-Kerja-itu-Penting.html Jika Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) diperhatikan dengan baik, maka produktivitas pekerja akan tetap terjaga. Pada akhirnya, hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan kedua belah pihak baik perusahaan maupun pekerja. Untuk mendapatkan pengetahuan lebih dalam mengenai K3, Anda dapat mengikuti Pembinaan Calon Ahli K3 Umum Sertifikasi Kemnaker RI bersama PT. Narada Katiga Indonesia. Untuk info lebih lanjut Anda bisa menghubungi Kami melalui :
Jakarta (UNAS) – Dalam dunia kerja, budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat penting dan perlu ditumbuhkan di dalam suatu perusahaan. Setiap pekerja baik outsourcing atau pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Terbatas (PKWTT) harus memiliki pengetahuan tentang K3 sehingga pekerja dapat memelihara kesehatan dan keselamatan di lingkungan kerja sehingga karyawan dapat bekerja lebih fokus dan produktif tanpa perlu khawatir mengenai risiko yang mengintai. Sebagai pekerja outsourcing atau alih daya sering kali belum memiliki pengetahuan akan budaya K3 ini. Sehingga hal itu perlu menjadi perhatian baik bagi perusahaan penyedia jasa outsourcing sebelum direkrut menjadi karyawan atau masuk ke dunia kerja. Dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional yang juga Konsultan K3 Masidin, S.H., M.H. mengatakan bahwa mengacu pada undang-undang tahun 1970 pasal 13 dan 14 pengusaha wajib memberikan atau menginformasikan bahwa siapa saja yang memasuki tempat kerja diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat pelindung diri (APD) yang diwajibkan. Tak terkecuali karyawan outsourcing atau bukan karyawan outsourcing. Menurutnya, semua pekerja harus diperlakukan sama dengan harus memiliki pemahaman dan mengetahui tentang K3 sebelum memulai kerja. “Kalau dalam K3 itu harus ada safety induction yaitu memberikan pemahaman pada pekerja baru tentang K3 yang ada di tempat kerja nya,” ujar Masidin dalam Webinar Perlindungan K3 Bagi Pekerja Dimasa Covid-19 pada Senin (1/5). Ia menyarankan kepada perusahaan penerima pekerja outsourcing untuk menyelenggarakan pelatihan atau workshop untuk pekerja baru agar memiliki pemahaman tentang K3. “Lebih bagus bila ada perusahaan melaksanakan pelatihan K3 atau workshop selama 1 sampai 2 hari tapi paling tidak kepada pekerja yang baru itu diberikan pemahaman tentang K3 dimana ia akan ditempatkan kerja,” katanya. Senada dengan Masidin, Kepala Badan Pengembangan Profesi Universitas Nasional Dr. H. Adjat Daradjat, M.Si. menyatakan bahwa perusahaan pemakai jasa outsourcing perlu memberikan syarat bagi para pekerja untuk memiliki pemahaman tentang K3. Menurutnya, dengan memiliki pengetahuan tentang K3 dapat membantu para pekerja meminimalisir adanya resiko dan kecelakaan kerja. “Oleh karena itu maka harus dipersyaratkan bahwa orang-orang yang akan diterima oleh perusahaan dari outsourcing itu harus sudah mengikuti pelatihan dasar K3 yang mengetahui titik titik bahaya dan resiko kalau tidak itu (perusahaan) akan rusak oleh orang lain,” ucap Adjat yang juga Mantan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi Republik Indonesia Periode 2011-2016. Sementara itu, Pelaku usaha Ir. Ajat Sudrajat, M.T. Ph.D. mengaku pengguna jasa outsourcing sudah mensyaratkan kepada penyedia alih daya bahwa sebelum diterima bekerja, calon pekerja baru harus sudah memiliki pemahaman atau pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan K3. “Artinya K3 ini menjadi hal yang penting pada saat perusahaan outsourcing mengatakan bahwa itu hanya strategi saja. saya kira diharuskan mereka (pekerja) harus memiliki pengetahuan dasar minimal K3,” ungkap Dosen Fakultas Teknik dan Sains Universitas Nasional itu. Acara yang diselenggarakan secara daring melalui aplikasi zoom meeting ini turut dihadiri oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional Prof. Dr Basuki Rekso Wibowo, S.H., M.H., Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional Dr. Mustakim, S.H., M.H., dosen, mahasiswa, dan para praktisi. Adapun materi yang disampaikan dalam webinar ini yaitu Perlindungan K3 bagi pekerja dalam perspektif hukum, Pelaksanaan K3 bagi pekerja/buruh di dunia industri, Pengawasan K3 di dunia Industri. (*DMS) |