Kuk artinya apa di firman tuhan

KUKBisa dikatakan para petani Israel sangat memahami pekerjaan membajak, karena kata “kuk” sering disebut di dalam Alkitab. Secara harfiah kuk merupakan kerangka kayu yang menghubungkan dua ekor binatang (biasanya lembu jantan). Kuk adalah beban atau palang kayu dengan jepitan kayu vertikal yang memisahkan kedua binatang penarik sehingga secara bersamaan dapat menarik beban yang berat. 

Kuk dibuat dari palang kayu tunggal dengan jerat tali yang diikatkan ke leher atau tengkuk binatang untuk menarik beban (bajak, pedati, dan sebagainya). Secara metaforis kuk merupakan keadaan ditawan atau diberlakukan secara keras, baik tanpa atau memakai semacam kuk yang sesungguhnya (Yes. 9:3), keadaan sebagai seorang murid atau pelajar (Mat. 11:29-30), keadaan berpasangan dengan orang lain (2 Kor. 6:14) maupun teman sekerja (Flp. 4:3). Kuk juga merupakan lambang ketaatan dan kerja keras. Kuk menjadi simbol dari Hukum yang mengikat. 

Pada Perjanjian Lama, umat Allah tunduk kepada Hukum Taurat, atau bisa dikatakan mereka berada di dalam Kuk Hukum Taurat. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus memberikan Kuk-Nya yang baru, yaitu Hukum Kasih, kuk-Nya yang baru ini dipikul-Nya bersama-sama dengan murid-Nya. Kuk sebagai hukum yang mengikat ini merupakan pelayanan kepada Tuhan oleh orang yang sungguh-sungguh percaya. Tuhan Yesus berkata-kata tentang kuk yang ringan dan tidak melukai, Hukum/Kuk-Nya yang baru ini dalah Hukum Kristus yang dikenal dengan Hukum Kasih.

*Albert Tambunan, dari Berbagai Sumber

Pastor Eric Chang | Matius 11:30 |

Hari ini kita akan melanjutkan ke Matius 11:30. Kita akan membaca sampai ke pasal 12 ayat 1-8.

“…Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.

Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat.” Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam? Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah? Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah.  Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”

Yesus menyingkirkan kuk dosa kita dan menaruh kuknya sendiri

Di Matius 11:29 kita telah tentang arti ‘ketenangan’ yang dapat Yesus berikan kepada kita. Matius 12:1 dan seterusnya membahas tentang hari Sabat. Hari Sabat berkaitan dengan hal istirahat atau ketenangan. Dengan demikian, kita melihat adanya kontinuitas antara Matius pasal 11 dan 12.

Di Matius 11:30 Yesus berkata, “Sebab kuk yang Kupasang itu enak, beban-Ku pun ringan.” Dan di Matius 11:28 dia berkata, “Barangsiapa yang berbeban berat, tertekan, diremukkan oleh beratnya dosa, maka datanglah kepada-Ku dan Aku akan memberimu kelegaan.” Seperti biasanya, Yesus selalu sepenuhnya bersikap jujur dengan kita. Dia tidak berkata kepada kita, “Marilah kepada-Ku dan kamu tidak akan menanggung beban apapun lagi.” Dia tidak pernah membuat pernyataan palsu. Dia tidak pernah menawarkan hal-hal yang tidak benar. Yang akan Yesus lakukan adalah menyingkirkan satu beban dan menggantinya dengan beban yang lain. Dia akan menyingkirkan kuk dosa untuk memberi kita kuknya sendiri.

Lalu Anda berkata, “Hei! Apa ini? Berarti ini bukan masalah membuang beban melainkan menggantikan satu beban dengan beban yang lain?” Memang bukan tawaran untuk tidak lagi mengenakan kuk; melainkan menggantikan satu kuk dengan kuk yang lain. Dan Yesus berkata di ayat 30, “Tetapi ini adalah kuk milik-Ku, tidak sama dengan kuk yang ada padamu sebelumnya. Ini adalah kuk yang enak.” Kata ‘enak’ berarti nyaman, memuaskan, malahan, ini adalah kuk yang menyenangkan untuk dipakai. Mungkin Anda berkata, “Kuk macam apa yang enak dipakai? Sekali kuk tetap kuk.”

Apa artinya mengenakan kuk milik Yesus?

Kata ‘kuk’ di dalam Alkitab memiliki makna yang sangat menarik. Kata ‘kuk’ ini bisa berarti banyak hal, bisa bermakna ‘penindasan’, atau juga bisa berarti berada ‘di bawah suatu kekuasaan’. Kata ‘kuk’ juga bisa berarti bergabungnya dua orang menjadi satu, seperti halnya dengan menggabungkan dua hewan menjadi satu. Kuk diletakkan di pundak kedua hewan tersebut dan bajak dipasang di antara keduanya. Dan untuk alasan ini, kata ‘kuk’ lazim dipakai untuk menggambarkan pernikahan. Sebagai contoh, di 2 Korintus 6:14 dikatakan,

“Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang ( = unequally yoked atau dikukkan secara tidak seimbang) dengan orang-orang yang tak percaya.”

Itu berarti jangan menikah dengan orang yang tidak percaya. Kata yang diterjemahkan itu aslinya berbunyi: “Janganlah dijadikan satu kuk (do not be yoked)”. Jadi, mengenakan kuk Yesus, dijadikan satu kuk dengan Kristus berarti disatukan dengan dia. Dengan cara yang sama pula suami dan istri disatukan. Dengan demikian, kuk Yesus berarti penyatuan dengan Kristus.

Menurut Anda apakah kuk pernikahan itu suatu kuk yang berat atau ringan? Jika dinilai dari antusias orang-orang muda yang berduyun-duyun menghadiri seminar semacam ini dengan pembicara yang ahli dalam bidang ini pula, tampaknya orang-orang sangat tertarik dengan kuk yang satu ini. Namun saya harap para pembicara itu mengingatkan Anda bahwa ikatan ini adalah suatu kuk, karena pernikahan akan mengikat dua orang bersama-sama, dan hal yang mengikat dua orang menjadi satu adalah hal yang akan melingkari leher Anda. Sungguh lucu, orang-orang menyukai hal ini; mereka menyukai kuk yang satu ini melingkari leher mereka. Alasan mengapa Anda tidak keberatan untuk mengenakan kuk ini adalah karena Anda mendapati kuk itu persis seperti apa yang Yesus katakan di sini, “Kuk yang kupasang enak, dan bebanku juga ringan,” karena kata ‘enak’ ini bermakna kuk yang nyaman. Anda benar-benar menikmati kuk ini.

Saya tidak tahu mengapa orang-orang senang dipasangi kuk. Sejak masa kecil, Anda sangat merindukan kebebasan: “Nanti kalau aku sudah besar, aku bisa bebas.” Setiap anak kecil mengeluh dan merindukan hari-hari di mana dia bisa melakukan apapun yang dia sukai dan tidak perlu lagi selalu diawasi oleh ayah dan ibunya. Sewaktu kecil, para orang tua selalu bertanya, “Mau pergi ke mana? Kenapa kamu pulang terlambat? Mengapa uang yang baru diberikan sudah habis? Kenapa kamu beli barang ini?” Oh! Benar-benar menyusahkan. Atau, “Pukul sepuluh harus sudah pulang. Jangan lebih dari pukul sepuluh. Kalau kamu datang terlambat, kamu tidak akan dibukakan pintu.” Dan Anda akan berkata, “Oh! Berikan aku kemerdekaan! Aku mau bebas!”

Dan ketika Anda memperoleh kemerdekaan Anda, hal apakah yang Anda inginkan? Anda ingin kembali ke dalam perbudakan lagi. Anda ingin kembali ke bawah kuk. Bagaimana caranya untuk bisa memahami manusia? Anda berpikir, kali ini, Anda ingin menghargai kemerdekaan yang sejak kecil dulu Anda idamkan. Anda ingin mempertahankannya. Orang akan menyangka bahwa setiap orang akan mempertahankan kemerdekaan yang mereka miliki. Namun jarang yang bersikap demikian, karena baru saja mereka bebas dari tali celemek ibunya, mereka sudah mengikatkan diri mereka ke tali celemek istrinya atau suaminya!

Apakah kuk pernikahan kuk yang nyaman dan menyenangkan?

Namun semua itu terjadi karena adanya keyakinan yang kuat bahwa kuk yang jenis ini adalah kuk yang nyaman, kuk yang menyenangkan. Akan tetapi hal apakah yang membuat Anda begitu yakin bahwa penikahan benar-benar adalah kuk yang menyenangkan? Jawabannya adalah karena Anda berpikir bahwa orang tersebut sungguh mempesona, dan karena itu maka Anda senang mengikatkan diri Anda kepadanya. Sekalipun menjadi boneka yang dikendalikan lewat tali, asalkan dia yang memegang tali itu maka Anda tidak keberatan. Sungguh menarik, bukankah begitu? Karena orang tersebut sangat mempesona. Bukan karena Anda menyukai kuk tersebut, melainkan karena Anda menyenangi orang yang Anda idamkan itu. Itulah penjelasannya.

Demikianlah, pada hari itu, ketika Anda melangkah menuju ke altar, Anda sepenuhnya menyerahkan kemerdekaan Anda lalu kemudian mengikatkan kuk pernikahan di leher Anda. Dan ketika mempelai laki-laki dan perempuan keluar dari gereja setelah upacara pernikahan, apakah mereka terlihat sedih? Tidak, mereka tersenyum bahagia. Mereka sangat bahagia berada di bawah kuk ini.

Menurut ajaran yang alkitab, sang istri benar-benar berada di bawah kuk. Dia berada di bawah kuk suaminya, berada di dalam kewenangan sang suami. Jadi, jika Anda memahami ajaran Alkitab, apakah Anda akan tetap bersemangat masuk ke dalam ikatan pernikahan untuk berada di bawah kewenangan suami Anda? Akan tetapi, bagi sang suami, dia juga akan kehilangan sebagian dari kemerdekaannya. Jika dia pulang terlambat, maka yang mengajukan pertanyaan kali ini bukanlah ibunya, istrinyalah yang akan bertanya, “Dari mana saja kamu selama ini?” Istrilah yang bertanya, “Mengapa kamu pulang terlambat? Makan malam sudah dingin. Siapakah yang kamu temui? Mengapa kamu sampai pulang terlambat? Anak-anak sudah tidur. Mereka harus berangkat ke sekolah besok pagi. Coba lihat sudah jam berapa sekarang.”

Anda mungkin berkata, “Lho, itu bukan hal yang utama di dalam pernikahan. Memang betul pernikahan adalah kuk; Anda akan kehilangan sedikit kebebasan.” Akan tetapi Anda tidak berpikir tentang apa yang akan hilang dari Anda; Anda memikirkan apa yang akan Anda dapatkan. Bagus sekali kita sekarang memiliki kuk, karena sekarang dia tidak bisa lari dari saya. Dia telah terikat dengan saya. Dan yang laki-laki akan berkata, “Bagus! Dia tidak bisa lari sekarang karena dia sudah terikat denganku; dia berada dalam satu kuk denganku.” Mengapa Anda takut kalau si dia meninggalkan Anda? Apakah bukan cinta yang membuat Anda menghasratkan kuk ini? Kalau tanpa kuk ini, maka Anda lalu tidak memiliki rasa aman. Anda tidak yakin apakah si dia akan pergi meninggalkan Anda dan tidak kembali lagi.

Demikianlah, hal menjadi Kristen sama seperti itu. Menjadi seorang Kristen tidak sekadar berarti bahwa Anda mempercayai Yesus hari ini, lalu Anda menghilang besoknya, atau yang semacam itu. Menjadi orang Kristen berarti bersatu dengan Kristus, berada di bawah kuknya. Namun semakin Anda menemukan dia sosok yang mempesonakan, semakin ringan kuk itu. Kuk manusia bisa menjadi sangat berat karena manusia penuh dengan ketidaksempurnaan dan dengan demikian kuk manusia seringkali dibuat sangat berat karena ketidaksempurnaan mereka. Ayah dan ibu Anda mengasihi Anda akan tetapi kuk mereka seringkali menjadi tidak nyaman karena ketidaksempurnaan mereka. Kasih mereka bisa menjadi sangat posesif dan penuh tuntutan. Dan seringkali, di dalam pernikahan, hal yang sama terjadi pula, saat suami atau istri menjadi sangat posesif dan sangat menuntut terhadap pasangannya, dan ini akan menimbulkan ketegangan besar dalam pernikahan; membuat kuk menjadi berat. Demikianlah, bukannya berbagi beban, seseorang malah bisa mengacaukan beban itu sehingga menjadi sangat berat. Ada dua hal yang bisa Anda lakukan atas beban itu: pertama, membantu pasangan Anda sehingga beban keseluruhan terbagi menjadi dua atau, kedua, Anda bisa menggandakan beratnya dengan menimpakan beban Anda kepada pasangan Anda. Namun jika kita mengenakan kuk bersama Yesus, kita mendapati bahwa dia mengambil beban yang utama dan kita hanya mengambil sebagian kecil saja dari beban tersebut, karena dia kuat dan kita ini lemah, dan dengan demikian, tak terhindarkan lagi, beban utama berada di pundaknya.

Apa arti ‘Percaya’ di sini?

Namun bagi saya, hal yang terindah adalah bahwa ketika menjadi Kristen, urusannya bukan sekadar percaya kepada Yesus. Semakin lama saya semakin khawatir dengan pemakaian kata ‘percaya’ sebelum kita benar-benar paham akan apa maknanya. Artinya adalah bahwa saya menyatu secara tak terpisahkan dengan Yesus. Ini berarti dari sudut pandangnya, Yesus tidak akan pernah membuang kita. Namun kita mungkin saja tidak setia dan pergi. Itu sebabnya kita melihat di 2 Timotius 2:11-13, ayat-ayat yang sangat penting, yang berkata,

“Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.”

Dia tidak akan pernah menyangkal diri dan prinsip komitmennya. Dengan kata lain, kuk ini adalah jaminan kita, jaminan bahwa kita terikat padanya tak peduli apapun kegagalan dan kelemahan kita. Dan selama kita tidak terbukti menyangkal dia, yaitu kita tidak melakukan perzinahan rohani, maka Yesus akan tetap setia kepada kita. Namun bagi saya, selalu terasa sangat indah bahwa kita, sebagai manusia biasa, boleh disatukan dengan Allah melalui penyatuan kita dengan Yesus! Seandainya saja kita bisa memahami ajaran ini, maka ajaran ini akan sepenuhnya mengubah kita.

Seringkali, Anda melihat remaja putra atau putri sedang jatuh cinta dan Anda menjadi khawatir karena Anda bisa melihat apa yang tidak bisa mereka lihat. Seperti pepatah di kalangan pemain catur, “Kalau Anda berdiri di samping, maka Anda bisa melihat situasinya dengan jelas.” Anda akan merasa cemas. Saya sering melihat kawan-kawan baik saya yang menikah dengan gadis-gadisnya dan saya berpikr, “Oh Tuhan! Seandainya saja hal itu tidak terjadi.” Karena saya tidak memiliki ikatan emosional dengan gadis tersebut, maka saya bisa melihat situasinya dengan jelas. Dan terlalu sering, ketika mereka menikah, apa yang saya takutkan memang terjadi. Manusia dipenuhi oleh ketidaksempurnaan, akan tetapi, kita dapati betapa orang-orang tetap saja berduyun-duyun menikah karena mereka pikir orang yang mereka nikahi itu sangat mempesona.

Namun, betapa hati-hati, betapa enggan, betapa lambatnya orang-orang dalam hubungan dengan menyerahkan dirinya kepada Yesus. Begitu cepatnya mereka menyerahkan diri mereka kepada manusia dan menempatkan diri mereka di bawah kuk orang tersebut, namun betapa enggannya mereka menempatkan diri di bawah kuk Kristus, padahal Yesus jauh lebih mempesona dibandingkan dengan orang yang Anda cintai. Tak dapat dibandingkan! Seandainya saja mata Anda bisa terbuka untuk melihat betapa mempesonanya Yesus, maka kita semua tidak akan terlalu menyibukkan diri dengan menyerahkan diri kita ke bawah kuk orang lain. Kita akan bisa selalu melihat betapa Yesus jauh lebih unggul. Kita rindu untuk berada di bawah kuknya, sebab hanya dengan cara itu kita bisa memilikinya.

Dalam kehidupan duniawi kita sangat memahami hal ini. Dalam pengertian yang sama, Anda tidak akan dapat memiliki seorang gadis sebelum Anda terikat dengannya dalam satu kuk pernikahan. Sebelum tanggal tersebut, setiap saat si gadis bebas untuk berkata, “Selamat tinggal!” Tak ada ikatan yang menyatukan Anda berdua. Demikianlah, perkara mengenakan kuk ini menjadi hal yang memungkinkan Anda untuk menjadi miliknya dan memiliki orang tersebut. Dengan kuk pula maka Yesus menjadi milik kita dan kita menjadi miliknya.

Berada di bawah kuk Yesus berarti sepenuhnya berada di bawah wewenang dia

Apakah yang Yesus maksudkan dengan hal berada di bawah kuknya? Sederhananya seperti ini: menyerahkan diri kita ke bawah kewenangannya. Kita lihat bahwa bentuk kuk menyerupai salib, dan mengenakan kuk berarti memikul salib Anda. Dan memikul salib dalam pengertiannya yang paling sederhana adalah menyerahkan hidup Anda sepenuhnya di bawah kewenangan Yesus karena segala kekuasaan dan kewenangan telah Allah berikan padanya. Kapanpun Anda datang kepada Yesus, bahkan pada saat ini, saat Anda sedang duduk di kursi Anda, lalu Anda berkata, “Yesus, pada saat ini juga, aku menyerahkan hidupku sepenuhnya ke bawah kekuasaanmu,” maka itu berarti Anda sudah mengambil satu langkah iman. Itulah makna “iman”, makna “percaya” di dalam Alkitab.

Di dalam perikop ini, Yesus menawarkan kepada Anda, dengan berkata, “Marilah kepadaku! Kenakanlah kuk milikku. Bersediakah kamu mengenakan kuk milikku?” Dan Anda berkata, “Ya Tuhan! Aku bersedia.” Maka pada saat itu juga, Anda bersatu dengan dia. Kesatuan itu terlaksana. Begitulah cara transaksi (perjanjian, persetujuan) di dalam hati itu berlangsung. Bagaimana cara dua orang menikah? Anggaplah, mereka sedang bersamaan pada suatu hari, dan salah satunya berkata, “Bersediakah kamu menikah denganku?” dan yang satunya lagi berkata, “Hmm…” dan sesudah berpikir keras tentang hal itu, akhirnya dia berkata, “Yah, aku bersedia menikah denganmu.” Tentu saja, Anda bisa membayangkan suasana yang lebih romantis; bisa sambil berlutut degan membawa seikat mawar. Masalah gaya itu urusan lain; yang sedang saya bahas adalah masalah isinya. Dan setelah Anda melakukannya, apa sebenarnya yang sedang terjadi? Yang sedang terjadi adalah komitmen dari kata-kata yang diucapkan, bukankah begitu? Yang satu berkata, “Bersediakah kamu?” dan yang satunya lagi berkata, “Ya,” dan komitmen itu sudah muncul.

Banyak orang yang berkata bahwa ketika mereka datang kepada Kristus, mereka berharap akan adanya sesuatu yang luar biasa yang turun dari langit, seperti kilat yang menyambar dari langit misalnya. Lalu mereka berkata, “Aku telah menyerahkan hidupku kepada Kristus, namun tak ada sesuatu hal yang terjadi.” Saya tidak tahu apa yang mereka maksudkan dengan berkata, “Tetapi tak ada sesuatu pun yang terjadi.” Apakah mereka berharap agar langit-langit ruangan runtuh? Ketika dua orang memutuskan untuk menikah, apakah yang terjadi? Peristiwanya mungkin berlangsung di sebuah taman, di bangku taman, di tepi sungai, atau di sebuah tempat yang indah di samping seekor burung yang sedang berkicau, atau mungkin di musim dingin. Akan tetapi maknanya yang penting adalah: yang satu berkata, “Bersediakah kamu?” dan yang satunya lagi berkata, “Ya!” dan persetujuan itu sudah terjadi. Hal apakah yang Anda harapkan untuk terjadi? Sesuatu yang indah memang telah terjadi: yang dua itu menjadi satu sekarang; mereka sudah menyerahkan dirinya satu dengan yang lain. Itu sebabnya saya seringkali menjadi bingung ketika orang-orang berkata, “Aku telah menyerahkan hidupku kepada Kristus, namun tak ada sesuatu hal yang terjadi.” Hal itu sudah terjadi. Anda telah bergabung menjadi satu. Itu adalah hal yang paling indah. Hal apa lagi yang Anda harapkan untuk terjadi?

Gambaran untuk baptisan

Selanjutnya, tentu saja, Anda masuk ke langkah yang berikut yaitu membeli gaun putih bagi para gadis dan mungkin menyewa jas yang bagus bagi para perjaka, dan Anda berusaha tampil sebagai pria yang paling mempesona. Akan tetapi itu hanya upacaranya saja. Karena jika si gadis belum berkata, “Ya, aku bersedia,” atau jika sang pria belum berkata, “Bersediakah kamu?” maka Anda belum akan masuk ke dalam tahap memakai gaun putih itu. Dan di dalam kehidupan Kristen, baptisan sejajar dengan upacara pernikahan ini. Anda datang, dan di sana tersedia sebuah kuk, yang diresmikan dalam sebuah janji perkawinan.

Dan bisa saya lihat dari mereka yang menikah di tahun ini bahwa kuk tersebut tampaknya tidak begitu menakutkan. Tampaknya kuk tersebut enak dan bebannya cukup ringan. Di dalam pernikahan manusia, saya harap keadaannya akan begitu seterusnya. Di dalam kehidupan rohani, hal yang sama terjadi juga. Sebagaimana yang kita lihat di Efesus, pernikahan adalah gambaran dari persatuan kita dengan Kristus. Pernikahan itu menggambarkan hubungan yang indah ini dengan Kristus.

Di dalam Alkitab, ada sebuah kitab yang berjudul Kidung Agung dan kadang kala, ia disebut “Canticles”, suatu kata yang diambil dari bahasa Latin, yang artinya adalah, “Kidung dari segala kidung.” Dan kita mendapati bahwa ada banyak orang merasa malu dengan adanya kitab ini di dalam Alkitab. Mereka berkata, “Bagaimana bisa Anda memiliki kitab semacam ini di dalam Alkitab? Saat saya membaca kitab ini, isinya adalah tentang kisah cinta. Dua orang saling jatuh cinta dan menyampaikan kata-kata yang romantis. Sungguh memalukan melihat tulisan itu ada di dalam Alkitab. Maksud saya, tak ada hal yang rohani sama sekali di sana. Tak ada rujukan kepada Allah di sana; hanya sekadar ucapan aku cinta padamu dan kamu cinta padaku. Tak menjadi masalah jika ini bagi orang dunia, namun tentunya Anda tidak mengharapkan tulisan semacam ini ada di dalam Alkitab.” Yah, mereka salah. Ingatlah bahwa Allah yang meneguhkan kasih ini. Allah-lah yang membuat laki-laki dan perempuan berpasangan. Allah-lah yang meneguhkan pernikahan, dan kuk pernikahan ini mestinya menjadi kuk yang enak dan beban yang ringan. Lalu mengapa kita menjadi malu berbicara tentang cinta? Dan Anda akan melihat bahwa pada umumnya para hamba Allah yang besarlah yang menulis tafsiran tentang Kidung Agung ini, karena mereka mendapati bahwa tak ada cara yang lebih baik lagi untuk mengungkapkan hubungan kita dengan Kristus ketimbang gambaran tentang percintaan ini. Mereka sejak dulu sudah melihat bahwa percintaan manusia adalah gambaran penyatuan kita dengan Allah melalui Yesus.

Apa yang akan terjadi saat kita berserah total?

Saat Anda melangkah dengan mata berbinar-binar dan senyum di wajah, maka Anda benar-benar mendapatkan ketenangan bagi jiwa Anda. Jika Anda pernah jatuh cinta, cobalah menggambarkannya sekali lagi. Kegelisahan, pergumulan, semuanya lenyap di dalam pengalaman percintaan ini. Sebelum titik itu, Anda tidak memiliki kepastian apakah Anda telah mendapatkan si dia atau belum, dan dia juga tidak yakin apakah dia telah mendapatkan Anda atau belum, dan semua urusan ini benar-benar menggelisahkan, serba tidak pasti, tidak terjamin, dan mengkhawatirkan. Dan setiap kali Anda melihat ada orang lain yang mendekati pacar Anda, Anda akan berpikir, “Ada apa ini. Apakah dia akan meninggalkanku? Dia sedang berbicara dengan seorang gadis lain?” Lalu Anda mengambil sapu tangan Anda untuk menyeka air mata Anda. Demikian pula, para perjaka, ketika melihat ada orang lain yang sedang berbicara dengan kekasihnya, wah, jantungnya berdegup kencang, bertanya-tanya apakah dia akan kehilangan kekasihnya. Tapi sekarang, di upacara pernikahan Anda telah tahu komitmen masing-masing dan komitmen ini memunculkan ketenangan. Jadi Anda bisa melihat bahwa, dalam rangka memahami seluruh perikop ini dengan baik, maka kita harus berpaling ke kitab Kidung Agung, kita harus mengamati pernikahan untuk mencoba memahami realitas rohani yang disajikan oleh ayat-ayat ini kepada kita.

Saat kita ke Matius pasal 12, kita melihat penerapan dari poin ini. Kita bisa melihat bagaimana ia diterapkan di dalam hubungan ini. Di Matius 12:1 pada saat Yesus sedang berjalan melintasi ladang gandum di hari Sabat, dan murid-muridnya merasa lapar. Saat mereka melintasi ladang itu, mereka memetik beberapa bulir gandum, lalu menggosoknya di tangan, meniup kulitnya yang sudah terkupas dan memakan gandum tersebut. Tindakan ini bukanlah suatu pencurian, berjalan di ladang orang lain dan memetik bulirnya diperbolehkan oleh Kitab Suci. Anda bisa lihat ini di dalam Ulangan 23:25. Anda tentu saja tidak boleh pergi ke ladang orang lain dan memotong semua gandumnya lalu membawa pulang semua hasil petikan tersebut. Itu adalah pencurian. Itu tindakan yang tidak diperkenankan. Akan tetapi jika Anda lapar, Anda boleh berdiri di sana, lalu memetik bulir-bulir gandum dan memakannya di sana juga. Hal tersebut diijinkan. Tindakan ini diperbolehkan. Dan Hukum Taurat memperbolehkan hal ini sebagai ukuran belas kasihan dan kebaikan, agar orang-orang belajar untuk saling berbuat baik. Jika Anda kebetulan sedang dalam perjalanan dan Anda merasa lapar, Anda boleh memetik gandum dan memakannya. Demikian pula, jika ada orang lain yang sedang melintasi ladang Anda, mereka boleh memetik gandum Anda di sana, tetapi tidak boleh membawanya pulang.

Untuk bisa melihat gambaran ini, kita harus melanjutkan bacaan kita: saat itu orang-orang Farisi sedang mengamati mereka, dan langsung saja, mereka segera mengacungkan telunjuknya dan berkata, “Lihat! Murid-muridmu melakukan hal yang dilarang pada hari Sabat.” Orang-orang Farisi hanya memikirkan Sabat sebagai aturan eksternal, bahwa Anda tidak boleh melakukan perjalanan jauh pada hari Sabat, Anda tidak boleh memasak makanan, dan ada banyak lagi larangan bagi Anda di hari Sabat. Hal ini karena mereka tidak mengerti makna hari Sabat.

Apa yang membuat kita tidak mendapatkan ketenangan?

Kata ‘Sabat’ berarti istirahat, dan itu berarti orang harus berhenti dari pekerjaannya sehari-hari serta beristirahat. Jadi, saat kita memasuki Sabat, di dalam pengertian rohani, itu berarti bahwa kita sampai pada titik akhir dari pergumulan kita dengan dosa di masa lalu; kita membuat pemisahan yang sepenuhnya dengan masa lalu; kita memutuskan hubungan dengan kehidupan lama yang dikuasai dosa. Jika Anda belum berhenti dari yang lama, maka Anda tidak akan pernah masuk ke yang baru. Dan kata Ibrani bagi ‘Sabat’ sebenarnya memang berarti akhir dari sesuatu.

Jika Anda ingin menjadi Kristen, maka Anda harus berhenti dari kehidupan lama Anda sekali untuk selamanya. Sama seperti dengan pernikahan, saat Anda masuk dalam pernikahan, maka Anda berhenti memakai cara hidup lama Anda. Anda masuk ke dalam cara hidup yang baru sepenuhnya. Pada kenyataannya, persoalan terbesar di dalam suatu pernikahan tepatnya adalah karena mereka yang menikah itu tidak melakukan hal ini. Mereka membawa cara hidup lama mereka ke dalam kehidupan pernikahan mereka. Jika Anda membawa cara hidup lama Anda ke dalam hidup yang baru ini, ke dalam pernikahan, maka dalam waktu singkat Anda akan segera mendapat masalah. Jika seorang istri atau suami terus saja berkata kepada pasangannya, “Beginilah biasanya caraku mengerjakannya dan aku akan terus memakai cara ini.” Pernikahan ini pasti akan menghadapi banyak masalah. Anda belum memahami bahwa dengan menikah berarti Anda berhenti dari cara hidup lama di mana Anda melakukan segala sesuatu menurut cara Anda sendiri.

Jika Anda sangat menyukai hidup lama Anda, maka janganlah menikah; jangan masuk ke dalam cara hidup yang baru. Demikian pula halnya, jika Anda sangat menyukai kehidupan sebagai orang non-Kristen sampai Anda tidak menginginkan cara hidup baru dalam penyatuan dengan Kristus, maka lupakan saja Kristus, jangan menjadi Kristen, karena kehidupan Kristen Anda tidak akan berjalan lancar. Itu sebabnya begitu banyak orang yang menyebut diri ‘Kristen’ di zaman ini, yang menghadapi begitu banyak persoalan karena mereka membawa cara hidup lama mereka dan memasukkannya ke dalam kehidupan Kristen mereka.

Namun hal yang kedua adalah janganlah berubah hanya di permukaan saja; harus ada perubahan sikap dari dalam. Artinya, saat kita memasuki cara hidup yang baru ini, kita harus datang dengan sikap hati bahwa, ini adalah cara hidup yang baru dan aku akan berpikir dalam cara yang baru, yaitu, berpikir sebagai orang yang tidak lagi bersikap sesuka hati. Di masa lalu, saya adalah orang yang mengerjakan segala sesuatu dengan cara saya sendiri, tetapi sekarang, saya adalah orang yang sudah bersatu dengan orang lain. Terdapat banyak perubahan yang harus berlangsung secara eksternal saat Anda menikah. Setelah Anda menikah, Anda mengalami tekanan untuk berubah. Akan tetapi, jika perubahan yang eksternal itu tidak diikuti oleh pemahaman tentang mengapa hal itu harus terjadi, maka Anda akan menghadapi banyak masalah.

Sebagai contoh, menjadi Kristen tidak sekadar berarti bahwa sebelumnya Anda merokok, dan sekarang Anda sudah berhenti merokok. Ini hanya perubahan di luar saja; bukan berarti telah terjadi suatu perubahan di dalam hati. Anda belum menjadi Kristen hanya dengan berhenti merokok; Anda baru menjadi Kristen kalau sudah terjadi perubahan di dalam hati Anda. Berhenti merokok hanyalah seperti orang-orang Farisi yang hanya melihat yang di luarnya saja: “Aku tidak melakukan hal ini, dan karena itu orang yang benar. Aku orang Kristen yang baik.” Anda tidak menjadi orang Krsiten yang baik hanya dengan berhenti merokok. Bukan begitu caranya menjadi orang Kristen. Dan itu sebabnya mengapa orang-orang Farisi, karena mereka begitu dangkal dan hanya melihat yang di luar saja, maka hidup lama mereka masih tetap tinggal bersama mereka; itu sebabnya kehidupan agama mereka hanya bagus di permukaannya saja. Sebenarnya masih banyak orang Kristen yang berpikir bahwa menjadi orang Kristen itu cukup dengan menjalani perubahan di permukaan dengan tidak melakukan beberapa hal tertentu. Jika Anda melakukan hal itu, maka Anda akan mendapati bahwa Anda tidak akan memperoleh hal-hal yang seharusnya Anda peroleh dari dikuk-kan bersama Kristus. Anda tidak akan mendapatkan kelegaan bagi jiwa Anda sebelum Anda mengalami perubahan di dalam hati Anda.

“Mengapa aku harus mengerjakannya dengan cara Allah?”

Hal yang aneh adalah bahwa seseorang seringkali menolak untuk berubah sekalipun dia mencintai orang lain. Hal ini sangat mengherankan saya. Jika kedua pasangan tersebut tidak benar-benar saling mengasihi, maka mereka tidak akan menikah. Dan sekalipun mereka telah saling berkomitmen atara satu dengan yang lain, keengganan untuk berubah itu tetap ada. Ada kasih namun tidak ada kesediaan untuk mengalami perubahan di dalam hati. Atau, mungkin ada niat untuk berubah akan tetapi tidak ada komitmen untuk melakukannya. Dan hal ini akan menimbulkan pergesekkan, yang menghasilkan ketegangan. “Mengapa aku harus mengerjakannya dengan caramu?” Ini adalah sikap hati yang lama yang dibawa masuk ke dalam hidup yang baru. Harus ada perubahan di dalam hati, bahkan di dalam kehidupan rumah tangga, terlebih lagi di dalam kehidupan rohani.

Memang benar bahwa perubahan itu membutuhkan waktu. Seringkali, orang yang baru menikah akan membuat keputusannya sendiri. Dia berkata, “Aku akan melakukan ini, dan aku akan mengerjakan itu” dan dia lupa bahwa dia sudah menikah. Dia lupa bahwa dia harus mempertimbangkan keputusan istrinya juga. Bukan karena dia tidak mencintai istrinya; ini terjadi karena dia sudah sangat terbiasa dengan cara hidup lamanya. Sebelumnya, dia selalu memandang dirinya sebagai seorang bujangan, dan setelahnya, dia ternyata masih tetap memandang dirinya secara ini. Namun, belakangan, dia akan mulai belajar untuk mengatakan “kami” dan bukannya “aku”, walau begitu, masih juga terdapat kecenderungan untuk egois.

Hal yang sama berlaku juga bagi orang Kristen. Ketika orang menjadi Kristen, mereka berkata, “Sekarang aku berada di bawah kuk Kristus,” akan tetapi cara mereka menjalani hidup mereka masih terlihat sebagai orang yang jauh terpisah dari Kristus. Tak ada perbedaan antara hidup mereka yang lama dengan yang baru. Mereka masih memutuskan kehidupan mereka sendiri tanpa konsultasi dengan Tuhan. Tampaknya tidak ada perbedaan sama sekali apakah mereka itu orang Kristen atau bukan.

“Ketenangan” atau Sabat itu sejajar dengan keselamatan

Demikianlah, hal itu juga terjadi pada orang-orang Farisi. Mereka mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri dan mereka mengira bahwa menjadi orang yang beragama itu cukup dengan perbuatan lahiriah saja. Yesus harus mengajarkan mereka hal yang berbeda. Dia mengungkapkan kepada mereka berdasarkan Firman Allah bahwa pemahaman mereka tentang Sabat, tentang “istirahat (=rest)” sepenuhnya salah. Kata ‘ketenangan (=rest)’ ini sejajar dengan keselamatan. Bagaimana cara memahami Sabat (yang berarti keselamatan sebagaimana yang bisa Anda lihat di dalam Ibrani pasal 4) ini? Yesus menunjukkan kepada mereka bahwa untuk bisa diselamatkan, untuk bisa masuk ke dalam Sabat Allah bukanlah sekadar urusan berhenti melakukan ini atau itu. Jika Anda termasuk jenis orang Kristen yang berpikir bahwa karena Anda tidak merokok dan Anda tidak mabuk-mabukan dan Anda tidak menonton porno, dan Anda tidak melakukan banyak hal lainnya lagi, dan semua itu mau Anda jadikan bukti bahwa Anda adalah seorang Kristen, maka berarti Anda sedang berada dalam keadaan yang sama dengan orang-orang Farisi.

Sama halnya dengan orang-orang Farisi, Anda tidak akan menikmati ketenangan ini, yaitu ketenangan dari kasih. Artinya Anda tidak akan menikmati keselamatan. Pernahkah Anda menikmati keselamatan? Pernahkah Anda mengalami sukacita keselamatan? Jika Anda termasuk orang yang tidak pernah tahu apa itu sukacita keselamatan, maka keadaannya sama dengan orang yang menikah tanpa pernah saling jatuh cinta, mereka tidak pernah tahu apa artinya sukacita dalam percintaan. Lalu apa artinya pernikahan Anda jika Anda tidak memiliki sukacita dalam berumah tangga, sukacita dalam percintaan? Apa gunanya menjadi seorang Kristen tanpa menikmati sukacita keselamatan? Apa gunanya? Apakah ini merupakan uji ketahanan, dengan harapan supaya bisa bertahan menghadapi ujian ini, walau akhirnya Anda tidak akan pernah masuk ke dalam surga? Akan tetapi Alkitab memberitau kita tentang sukacita dari keselamatan itu ada di sini dan sekarang juga.

Anda memasuki Sabat jika Anda melayani Allah

Lalu bagaimana cara untuk menikmatinya? Hal ini telah Yesus sampaikan kepada orang-orang Farisi. Dia berbicara tentang Daud yang sedang kelaparan di hari Sabat dan memakan roti sajian yang hanya diperbolehkan bagi para imam. Para imam mengijinkan Daud untuk memakan roti sajian itu, dan hal ini bukanlah suatu pelanggaran. Daud bukanlah seorang imam; dia seharusnya tidak boleh memakan roti sajian itu. Akan tetapi, dia tidak pernah menerima hukuman karena melakukan hal itu. Mengapa?

Ilustrasi kedua yang Yesus sampaikan benar-benar membungkamkan orang-orang Farisi. Yesus berkata: “Kalian berkata bahwa orang-orang tidak boleh melakukan pekerjaannya di hari Sabat, tetapi tidakkah kalian lihat para imam? Para imam bekerja di Bait Allah justru pada hari Sabat. Malahan, para imam bekerja lebih banyak di hari Sabat karena korban persembahan di hari Sabat jumlahnya sampai dua kali lipat dari hari-hari biasa.” Bagaimana bisa Daud melanggar aturan tentang hari Sabat tetapi tidak bersalah, dan para imam juga melanggar hari Sabat tetapi tidak bersalah? Bagaimana Anda bisa menjawab hal ini?

Jawabannya terletak pada makna hari Sabat. Para imam tidak bersalah karena mereka melayani Allah di hari Sabat. Dan bagaimana dengan Daud? Dia juga tidak bersalah kaena alasan yang sama: karena dia melayani Allah; dia adalah orang yang diurapi Allah. Dengan kata lain, jika Anda melayani Allah maka Anda telah benar-benar memasuki Sabat. Dengan kata lain, jika Anda ingin benar-benar menikmati keselamatan, maka Anda harus memahami apa makna melayani Allah sebagai seorang Kristen. Ada banyak orang Kristen yang tidak menikmati keselamatan karena mereka tidak pernah tahu apa arti melayani Allah.

Apa artinya melayani Allah?

Sekali lagi, untuk bisa melayani Allah maka pertama-tama Anda harus berada di bawah kuk-Nya, Anda harus tunduk dan taat kepada-Nya. Dan kedua, hal itu berarti sikap hati yang hidup untuk Dia, bekerja untuk Dia. Tenaga Anda, dan waktu Anda dipersembahkan kepada-Nya. Jika Anda tidak berminat untuk hidup buat Allah, Anda tidak berniat untuk melayani Allah, jangan berpikir untuk menjadi orang Kristen karena Anda tidak akan pernah menikmati sukacita keselamatan.

Mari kembali ke gambaran tentang kuk, mengapa Anda mengenakan kuk itu? Untuk apa hewan-hewan mengenakan kuk, apakah sebagai perhiasan? Kuk dipakai untuk melayani, untuk mengerjakan sesuatu, untuk membajak ladang, untuk mencapai tujuan. Kita diselamatkan untuk bisa melayani. Barangsiapa yang tidak melayani berarti dia tidak mengenakan kuk. Memikul salib Kristus berarti melayani Allah sebagaimana Kristus melayani Allah. Itu berarti hidup buat Tuhan hari demi hari. Jika Anda tidak siap untuk hidup buat Tuhan, melayani Dia, janganlah mengenakan kuk itu.

Apa ciri pernikahan yang bahagia?

Jika kita masuk ke dalam gambaran tentang pernikahan lagi, apakah sebenarnya yang kita inginkan dari sebuah pernikahan? Apakah sekadar untuk bisa memperoleh sesuatu atau untuk bisa memberi sesuatu? Di pesan yang lalu, kita melihat bahwa sikap hati seorang Kristen yang sejati, murid yang sejati, adalah memberi. Namun sekali lagi, di sini kita melihat begitu banyak rumah tangga mulai retak segera setelah mereka menikah, karena masing-masing tidak berpikir tentang berapa banyak yang bisa kuberi dalam rumah tangga melainkan berapa banyak yang bisa kuperoleh dari rumah tangga. Dan semakin Anda ingin memperoleh saja, dan masing-masing hanya mau mendapatkan saja, maka Anda akan segera menghadapi masalah. Akan bermasalah juga jika yang satu memberi terus sedangkan yang satunya lagi ingin mengambil terus. Pernikahan semacam itu juga tidak akan berhasil. Akan tetapi, begitu banyak orang menjadi Kristen dengan pikiran bahwa “Aku menjadi Kristen supaya bisa mendapatkan sesuatu dari Tuhan.” Kehidupan Kristen semacam itu tidak akan berhasil. Anda tidak akan pernah tahu apa itu sukacita dari keselamatan.

Pernikahan akan berhasil jika masing-masing berkata, “Aku akan mencari tahu apa yang bisa kulakukan bagi orang itu, mencari tahu apa yang bisa kubantu buat hidupnya, karena dengan dua orang maka akan bisa mencapai hasil yang lebih banyak.” Jadi, Anda memiliki kekuatan ganda untuk mencapai segala yang perlu dikerjakan. Paling tidak itulah yang idealnya. Dan hal itu baru bisa terjadi jika masing-masing membawa sikap hati yang baru, “Aku datang tidak sekadar untuk mendapatkan sesuatu, aku datang untuk memberi apa yang bisa kuberi.” Sebuah perkawinan baru bisa berhasil jika setiap orang memberi apa yang bisa dia berikan dan mengambil hanya yang benar-benar dia perlukan. Jadi, sama halnya dengan itu, saat Anda menjadi Kristen Anda tidak bisa menjadi Kristen dengan sikap, “Aku datang untuk menerima keselamatan dari Kristus. Aku mau supaya doaku dijawab, aku mau damai sejahtera, sukacita dan sebagainya…” Hal ini menunjukkan bahwa Anda membawa masuk sikap hati yang egois ke dalam kehidupan Kristen; cara berpikir Anda masih belum berubah.

Sebuah perkawinan akan menjadi sangat indah jika sang istri berpikir, “Apa yang bisa kulakukan untuk membantu suamiku sebaik-baiknya, untuk menjadikan dia jenis manusia sebagaimana yang Allah kehendaki?” Terdapat banyak orang besar yang berhutang budi sangat besar kepada istrinya masing-masing. Mereka tidak akan menjadi sebesar itu jika bukan karena dukungan dari istri mereka. Para istri ini berdiri di belakang, menolong suaminya agar sang suami bisa menjadi jenis orang yang sehebat itu, menguatkan sang suami untuk bisa mencapai potensi tertingginya. Dan kita juga bisa menemukan bahkan di dalam lingkungan Kristen, orang-orang semacam John Bunyan, yang jika bukan karena dukungan istrinya, tak akan bisa menjadi hamba Allah sebesar itu. Saya mendengar bahwa istrinyalah yang mengajari dia membaca dan menulis sehingga dia bisa menjadi seorang penulis besar.

Dan para suami juga, bisa berpikir tentang bagaimana cara membantu istri agar bisa menjadi seperti yang seharusnya di dalam Kristus, memberinya dorongan, pengajaran, apapun yang diperlukan untuk bisa melangkah maju di dalam kehidupan Kristen. Bayangkanlah perkawinan di mana masing-masing memasukinya dengan sikap hati yang baru semacam ini. Akan ada potensi yang nyata, akan ada masa depan yang bagus buat pernikahan semacam itu.

Apa yang akan terjadi di dalam suatu rumah tangga, jika masing-masing orang masuk ke dalamnya dengan menuntut ini dan itu dari yang lainnya? Jika yang satu berkata, “Karena aku adalah istri, maka aku berhak untuk memiliki ini”; dan yang satunya lagi berkata, “Aku adalah suami dan aku berhak untuk memperoleh ini darimu,” maka perkara ini tidak akan pernah berakhir.

Apakah Anda memahami arti Sabat secara spiritual?

Demikian pula halnya di dalam kehidupan Kristen, jika kita memasuki kehidupan Kristen dengan berpikir: Tuhan, Engkau telah sangat banyak berbuat untuk saya, apakah yang bisa kuperbuat bagi-Mu?” Orang Kristen ini punya masa depan yang bagus; orang Kristen itu akan tahu sukacita dari ketenangan bagi jiwanya; orang Kristen itu akan tahu sukacita keselamatan; dan orang Kristen itu akan semakin mengetahui kemuliaan Kristus. Kasih itu akan bertambah atau berkurang; hanya mengenal bertumbuh atau mati. Demikianlah, di dalam kehidupan Kristen, kasih Anda kepada Kristus juga bisa bertumbuh dari kekuatan menuju kekuatan yang lebih besar, dari kemuliaan yang satu pada kemuliaan yang lain. Dan hasrat untuk melayani ini, yang berkata, “Tuhan, inilah aku. Apakah yang bisa kuperbuat bagiMu?” saya beritahu Anda, orang Krsten jenis itu akan memahami apa makna Sabat di dalam pengertian rohaninya.

Tahukah Anda sukacita keselamatan? Sudahkah Anda menempatkan diri Anda di bawah kekuasaan Allah yang luar biasa? Sudahkah Anda datang dengan sikap hati, “Tuhan, Engkau telah begitu banyak berbuat untukku, apakah yang bisa kuperbuat bagiMu?” Itulah isi dari kehidupan Kristen!

Masih ada banyak kekayaan makna dan juga kehendak Allah di dalam perikop ini, kita akan melanjutkan dengan membahas kekayaan makna yang lainnya nanti. Namun himbauan saya adalah, jika Anda masih belum masuk pada kepenuhan kehidupan Kristen atau belum tahu sepenuhnya apa arti menjadi orang Kristen sejati, maka izinkanlah Firman Allah berbicara kepada Anda, kenakanlah kuk Kristus, dan Anda akan mendapati bahwa kuk tersebut enak dan sangat menyenangkan.

Berikan Komentar Anda:

Kuk itu apa artinya?

Kuk adalah beban atau palang kayu dengan jepitan kayu vertikal yang memisahkan kedua binatang penarik sehingga secara bersamaan dapat menarik beban yang berat. Kuk dibuat dari palang kayu tunggal dengan jerat tali yang diikatkan ke leher atau tengkuk binatang untuk menarik beban (bajak, pedati, dan sebagainya).

Apa artinya Pikullah kuk yang Kupasang?

Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan. Selain kedua makna di atas, kuk dalam Alkitab dan kekristenan saat ini dimaknai sebagai ketundukkan kepada Allah.