Komoditas alam indonesia yang menjadi daya tarik pedagang internasional yaitu

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211223135555-97-737817/komoditas-ekspor-unggulan-indonesia-sawit-hingga-batu-bara

Indonesia memiliki sejumlah komoditas ekspor unggulan di pasar global. Secara garis besar, Badan Pusat Statistik (BPS) mengategorikan komoditas ekspor Indonesia menjadi dua, yakni minyak dan gas (migas) dan nonmigas.

Kinerja ekspor Indonesia diumumkan setiap bulannya oleh BPS. Apabila ekspor lebih besar daripada impor, maka Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan. Sebaliknya, apabila nilai impor lebih tinggi, maka neraca perdagangan mengalami defisit.

Untuk memudahkan pendataan, BPS menggolongkan setiap komoditas berdasarkan kode barang yang sistematis sesuai dengan standar internasional, yakni kode Harmonized System (HS). Tidak hanya keperluan data statistik, kode HS juga berfungsi untuk mempermudah sistem tarif, transaksi perdagangan, pengangkutan, dan lainnya. Saat ini, terdapat ribuan kode HS untuk masing-masing komoditas yang bisa diakses melalui laman resmi BPS, serta diperbaharui secara berkala. Dari ribuan produk ekspor Indonesia tersebut, berikut daftar komoditas ekspor Indonesia paling unggul di pasar global.

Komoditas Ekspor Nonmigas

Ekspor nonmigas masih mendominasi total ekspor Indonesia, yakni mencapai US$22,84 miliar pada November 2021. Komoditas unggulan dalam ekspor nonmigas meliputi:

1. Kelapa sawit

Indonesia dikenal sebagai raja sawit dunia karena menguasai sekitar 55 persen pangsa pasar ekspor sawit global. Tahun lalu, data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat volume ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 34 juta ton senilai US$22,97 miliar. Kelapa sawit dan turunannya masuk dalam golongan barang lemak dan minyak hewan/nabati. BPS mencatat capaian ekspor golongan barang ini paling tinggi dalam kategori ekspor nonmigas. Minyak sawit banyak diekspor ke China, India, Eropa, dan lainnya.

2. Batu bara

Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ketiga di dunia, setelah China dan India. Produksi batu bara bisa mencapai lebih dari 500 juta ton per tahun, sementara permintaan domestik masih rendah, sehingga sebagian besar batu bara atau sekitar 70 persen batu bara nasional dikirim ke luar negeri. Kementerian ESDM mencatat realisasi ekspor batu bara Indonesia pada 2020, yakni 405 juta ton atau melebihi target ekspor (102,5 persen) yang ditetapkan di awal sebesar 395 juta ton. Sepuluh negara tujuan ekspor batu bara meliputi China, India, Filipina, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Vietnam, Taiwan, Thailand, dan Bangladesh.

3. Besi dan baja Besi dan baja menempati posisi ketiga ekspor komoditas nonmigas setelah lemak dan minyak hewan/nabati serta bahan bakar mineral. Pada November 2021, ekspor besi dan baja mencapai US$276 juta. Pemerintah terus mendorong ekspor besi dan baja melalui program hilirisasi atau pengolahan bijih nikel menjadi besi dan baja. Produk besi dan baja buatan Indonesia diekspor ke sejumlah negara seperti China, Korea Selatan, India, Singapura, Thailand, Australia, Malaysia, UEA, Taiwan, AS, dan lainnya.

4. Karet

Karet merupakan salah satu produk pertanian unggulan ekspor Indonesia. Pada 2020, BPS mencatat Indonesia berhasil mengekspor sekitar 2,2 juta ton karet ke mancanegara senilai US$2,9 miliar. Negara utama tujuan ekspor karet dan barang dari karet meliputi AS, Jepang, China, India, Korea Selatan, Brasil, Kanada, Jerman, Belgia, Turki, dan lainnya.

5. Kopi, teh, dan kakao

Kopi, teh, dan kakao merupakan produk pertanian Indonesia yang unggul di pasar ekspor. Indonesia mengirim produk kopi, teh, dan kakao ke sejumlah negara seperti Jepang, Singapura, Malaysia, India, Mesir, AS, Inggris, Italia, dan sebagainya.

6. Alas kaki

Tak hanya sektor perkebunan dan pertambangan, Indonesia juga mengekspor produk industri. Salah satu produk hasil industri unggulan ekspor adalah alas kaki. Produk alas kaki yang dikirim ke mancanegara ini meliputi sepatu olahraga, sepatu teknik lapangan, sepatu keperluan industri, serta alas kaki untuk keperluan sehari-hari. Produk alas kaki Indonesia dijual ke berbagai negara meliputi, AS, Belgia, China, Jerman, Jepang, Belanda, Inggris, Korea Selatan, Italia, Meksiko, dan sebagainya.

Komoditas Ekspor Migas

Kontribusi ekspor migas masih cenderung lebih rendah dibandingkan produk nonmigas. Pada November 2021, kontribusi ekspor nonmigas adalah US$21,51 miliar. Komoditas unggulan ekspor migas Indonesia minyak mentah, hasil minyak, dan gas. Contoh produk migas yang dikirim PT Pertamina (Persero) ke mancanegara meliputi avtur, pelumas, High Speed Diesel (HSD), Marine Fuel Oil (MFO), dan lainnya. Selain komoditas di atas masih banyak barang ekspor Indonesia lainnya. Dari sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan meliputi: kayu dan barang dari kayu, ikan, udang, rempah-rempah, tembakau, kapas. Sedangkan, produk ekspor dari sektor industri mencakup: kertas/karton, berbagai produk kimia, pakai jadi, plastik, bubur kayu (pulp), mesin, perabot rumah, makanan olahan, dan sebagainya. Adapun ekspor produk pertambangan meliputi: tembaga, emas, timah, nikel, aluminium, dan sebagainya.

Demikian, daftar komoditas ekspor Indonesia yang unggul di pasar global. Saat ini, pemerintah tengah mendorong program hilirisasi untuk mengolah produk mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi agar produk ekspor memiliki nilai tambah.

1.apa arti materi?2.sebutkan 3 batang?3.kasih lah 5 dari suku kata yang di edaran suku yang memiliki kawasan utama....??plizz jawab ya kkno ngasal!!sa … tu kali aja jangan ngasal jawabnya!!​

mengapa Presiden Soekarno mempercayakan tugas penyelamatan Bendera Pusaka kepada H. Mutahar?​

1.apa arti materi?2.sebutkan 3 batang?3.kasih lah 5 dari suku kata yang di edaran suku yang memiliki kawasan utama....??jawab ya kk!!!no ngasal lo​

tagor dan teman-teman bekerja sama menyusun kubus mainan mereka telah melakukan kegiatan yang menunjukkan persatuan saat....​

Tagor dan teman-teman bekerja sama menyusun kubus mainan mereka telah melakukan kegiatan yang menunjukkan permainan saat.... ​

perhatikan kegiatan-kegiatan berikut! 1) Deni selalu makan tiga kali sehari 2)arya pergi ke kebun teh bersama teman-temannya3) Rianti membantu ibunya … memasak di dapaur4)pak ruri memveli martabak manis dan martabak telurkegiatan manusia sebagai homo socius ditunjukkan oleh angka.... a. 1) dan 2)b. 1) dan 4)c. 2) dan 3)d. 2) dan 4)​

8. Tulislah pengaruh kegiatan ekonomi berikut bagi kesejahteraan masyarakat. Ibu Ana membuka usaha pembuatan suvenir. a. b. Pak Beni membeli jeruk dar … i pedagang buah. C. Pak Heru bekerja sebagai kurir.​

Sebutkan 10 contoh modernisasi di Indonesia​

Hak adalah... tolong kak plis​

Simbol garis : menggambarkan kenampakan yang memiliki luasTentukan jarak sebenarnya dipermukaan bumi, jika skala 1 : 1.500.000 dan jarak pada peta … 6 cm !A. 9 kmB. 90 kmC. 2,5 kmD. 25 km​

  Ilustrasi jejak pelaut Aceh. Foto: Dok. History Nusantara

Paruh kedua abad 17, kompetisi internasional untuk menguasai komoditas-komoditas berharga dari Asia Tenggara hanya tinggal menyisakan beberapa pemain saja.

Anthony Reid, peneliti sejarah Asia Tenggara, dalam bukunya Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia (1996) mencatat berbagai hal menarik yang membuat perburuan rempah ke kepulauan timur Nusantara di abad ke-15 melonjak pesat.

Sekitar 1390, setiap tahunnya, cengkeh yang masuk ke Eropa mencapai sekitar 6 metrik ton. Sedangkan buah pala sekitar 1,5 metrik ton. Satu abad kemudian terjadi lonjakan kapasitas. Cengkeh melonjak hingga 52 metrik ton, sedangkan pala 26 metrik ton.

Catatan itu didapat dari pedagang-pedagang Venesia yang membelinya di pasar-pasar yang ada di Mesir dan Beirut. Pedagang-pedagang Muslimlah yang membawa komoditas itu melewati Samudera Hindia. Setelah memasuki Laut Merah, komoditas itu dibawa melalui Sungai Nil menuju ke Mediterania.

Catatan itu tentu saja hanya sebagian kecil dari perdagangan Asia Tenggara yang berkembang pada waktu itu. Abad ke-15 adalah zaman meningkatnya populasi dan perdagangan internasional. Tidak hanya ke Mediterania, tetapi juga ke pasar terbesarnya yakni Cina.

Kekuasaan Dinasti Ming yang kedua di bawah Kaisar Yongle (1403-22) adalah periode yang berperan penting dalam peningkatan perdagangan cengkeh dan lada. Meningkatnya pasokan rempah-rempah di pasar Cina pada zaman itu membuat gaji pegawai kerajaan dan tentara dinasti MIng dibayar dengan lada dan gaharu.

Pelayaran besar Admiral Cheng Ho, yang rekam sejarahnya terserak di dua Samudera, terjadi pada zaman ini. Ironisnya, pelayaran besar ini sebenarnya dilakukan pada masa munculnya kebijakan Kaisar untuk melarang pedagang-pedagang Cina melaut dengan bebas. Kebijakan itu dinamakan Haijin atau larangan melaut.

Larangan itu adalah larangan untuk melaut secara bebas. Melaut dengan inisiatif dan biaya sendiri tidak diperkenankan. Sebagai konskuensinya Dinasti Ming membentuk armada pelayaran 'nasional' yang paling besar dalam sejarah. Armada inilah yang dipimpin Cheng Ho dengan misi utama memberantas bajak-bajak laut dan penguasa-penguasa pelabuhan yang memberontak terhadap kekuasaan Dinasti Ming.

Renaisance dan Kebutuhan Rempah

Setelah Dinasti Cordoba runtuh di Andalusia, catatan-catatan penting sarjana-sarjana Muslim dipelajari dengan seksama oleh Eropa. Salah satunya adalah Al Kanun fit Tib karya Ibnu Sina. Kitab babon kedokteran yang ditulis di zaman kemajuan Dinasti Fatimiyah inilah yang dipelajari di biara-biara Katolik Venesia. Salah satu bab dalam kitab Ibnu Sina ini menjelaskan tentang tanaman-tanaman penting yang berguna bagi pengobatan dan kesehatan.

Seperti banyak diketahui, setelah zaman Reconquesta, Eropa mengalami zaman Renaisance atau Zaman Pencerahan. Salah satunya adalah berkembangnya ilmu kedokteran dan pengobatan. Akibatnya muncul kebutuhan yang tinggi terhadap tanaman-tanaman rempah yang selama dua ratus tahun sebelumnya hanya bisa diperoleh dari tangan pedagang-pedagang Islam.

Hal inilah yang membuat pelaut-pelaut Iberia, masih dengan spirit Reconquesta, mengitari Tanjung Harapan untuk mencari sumber muasal rempah eksotis di tanah Hindia. Hal ini pula yang kemudian membuat mereka bisa sampai ke "benua baru" Amerika.

Sejarah komoditas rempah abad ke-15, hingga saat ini masih memerlukan studi yang lebih mendalam. Sumber-sumber kesejarahan yang ada pada masa ini sebagian besar masih harus dipelajari dengan seksama.

Periode satu abad sesudahnya di awal abad 17 relatif lebih jelas penggambarannya. Periode ini adalah saat Belanda dan Inggris ikut bersaing dengan  Portugis dan Spanyol berkompetisi dengan para pemain lama seperti orang-orang Arab, Persia, India, Jepang, dan Cina untuk berburu lada, cengkeh, pala, kayu manis, gaharu, getah dan minyak pinus, sutera, blacu, hingga kulit rusa.

Monopoli Kolonial

Saat Portugis menguasai Malaka, para ahli sejarah mencatat periode ini sebagai pembawa perubahan berikutnya. Distribusi rempah dari kepulauan Nusantara di timur menuju pasar besar di barat harus mengikuti kemauan penguasa Selat.

Berkembangnya kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara yang menjadi penantang kekuasaan Portugis di Selat Malaka menandai sebuah zaman 'perubahan besar' yang sedang terjadi di tiga bagian kepulauan Nusantara.

Kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Demak Bintara, dan Kerajaan Ternate adalah pembawa spirit antikolonialisme yang akan menentukan arah zaman beberapa abad sesudahnya. Zaman ini pula yang menandai perubahan besar-besaran struktur masyarakat di beberapa wilayah Nusantara yang sebelumnya masih mengacu pada warisan kerajaan Hindu-Buddha.

Paruh kedua abad 17, kompetisi internasional untuk menguasai komoditas-komoditas berharga dari Asia Tenggara hanya tinggal menyisakan beberapa pemain saja. Jepang menarik diri dari kompetisi lewat ditandai dengan Dekrit Tokugawa pada 1635. Pedagang-pedagang Gujarat, Persia, dan Arab-Hadrami yang sudah berkompetisi ratusan tahun merasa kekuatan Eropa di Asia Tenggara terlalu kuat. Perlahan mereka menarik diri dari konfrontasi langsung.

Puncaknya Portugis yang menjadi rezim penjaga benteng kekuasaan kalah oleh kemunculan Verenigde Ost Indische Company atau VOC yang datang dengan kapital dan organisasi armada laut yang lebih modern pada 1641.

Pada periode ini lah muncul monopoli, yang telah lebih dulu dilakukan VOC pada komoditas pala di tahun 1621. Menyusul di tahun 1650-an cengkeh juga dikenakan monopoli.

Berbagai produk-produk selain dua rempah berharga itu sebenarnya masih bisa menggerakkan iklim kompetisi. Tetapi kekuatan dan kekayaan VOC yang sangat dominan membuat banyak pelaku perdagangan tidak lagi melihatnya sebagai pangsa yang menguntungkan.

Hingga periode-periode berikutnya, VOC yang menjadi perusahaan swasta paling kaya di sepanjang zaman menerapkan kebijakan monopoli dan tanam paksa yang mengubah warna perdagangan dunia. Sampai dengan abad 18 produk-produk baru muncul dari Asia Tenggara dalam skala yang selalu lebih besar dari masa sebelumnya. Beberapa di antaranya  adalah gula, kopi, dan tembakau.

Pada periode ini pelaku sesungguhnya adalah perpaduan antara kekuatan kapital Eropa dengan kekuatan pekerja dari Cina. Pada masa inilah, opium atau candu telah menjadi satu komoditas yang paling banyak ditukarbelikan dengan komoditas-komoditas berharga Asia Tenggara.

Produk-produk sutera, katun, dan blacu yang sebelumnya menjadi andalan pemain besar di Samudera Hinda menjadi kalah bersaing. Pada masa inilah kekayaan terbesar VOC dihasilkan. (Y-1)

  Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber Indonesia.go.id