Jelaskan beberapa faktor yang Mempengaruhi mobilisasi pasien

Uploaded by

Ghayut

0% found this document useful (0 votes)

3K views

8 pages

Description:

bab 2

Copyright

© Attribution Non-Commercial (BY-NC)

Available Formats

DOC, PDF, TXT or read online from Scribd

Share this document

Did you find this document useful?

Is this content inappropriate?

Report this Document

0% found this document useful (0 votes)

3K views8 pages

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini

Uploaded by

Ghayut

Description:

bab 2

Full description

MOBILISASI DINI

  • Website Administrator
  • 23 Agustus 2017
  • 15469

Jelaskan beberapa faktor yang Mempengaruhi mobilisasi pasien

Pengertian Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini setelah operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan setelah operasi dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur sampai dengan bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2002)

Tujuan Moblisasi Dini

Menurut Susan J. Garrison (2004), antara lain :

  1. Mempertahankan fungsi tubuh
  2. Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka
  3. Membantu pernafasan menjadi lebih baik
  4. Mempertahankan tonus otot
  5. Memperlancar eliminasi urin
  6. Mengembalikan aktivitas tertantu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian
  7. memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau berkomunikasi

Faktor yang Mempengaruhi

  1. Gaya hidup
  2. Proses penyakit
  3. Kebudayaan
  4. Usia
  5. Tingkat Energi pasien

Tahapan Mobilisasi

  1. Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pesien bisa melakukan latihan pernafasan dan batuk efektif kemudian miring kanan miring kiri sudah dapat dimulai.
  2. Pada hari ke 2, pasien didudukan selama 5 menit, disiruh latihan pernafasan dan batuk efektif guna melonggarkan pernafasan.
  3. Pada hari ke 3-5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri kemudian berjalan disekitar kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri.

Manfaat Mobilisasi Post Operasi

  1. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation, dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.
  2. Faal usus dan kandung kencing lebih baik, dengan bergerak akan merangsang peristaltic usus kembali normal. Aktivitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
  3. Mempercepat pemulihan misal konstraksi uterus post secarea, dengan demikian pasien akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat.
  4. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.

Kontra Indikasi Mobilisasi

  1. Miokard akut
  2. Disritmia jantung
  3. Syok sepsis
  4. Kelemahan unum dengan tingkat energi yang kurang

Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi

  1. Penyembuhan luka menjadi lama
  2. Menambah rasa sakit
  3. Badan menjadi pegal dan kaku
  4. Kulit menjadi lengket dan luka
  5. Memperlama perawatan di rumah sakit pasca operasi

Berita Lainnya

Cari Artikel

Profil

Alamat :

Jl. Prof. M. Yamin, SH. No.5 Pariaman, Kec. Pariaman Tengah, Kota Pariaman, Prov. Sumatera Barat


Telpon :

(0751) 91118 - 91428


Fax :

(0751) 91428 - Fax Direktur


Email :


Emergency Number

Hasil Polling

Bagaimana pelayanan RSUD Pariaman ?

Cukup Baik9.4%

Baik25.9%

Sangat Baik37.6%

Lain- lain27.1%

Ikuti Vote Disini

Link

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh : Noerini Rachmawati NIM. ST14045

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh : Noerini Rachmawati NIM. ST14045

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

i 

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI Oleh : Noerini Rachmawati NIM. ST14045 Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 10 Februari 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan Pembimbing Pendamping,

Pembimbing Utama,

Fakhrudin Nasrul Sani, S. Kep., Ns., M. Kep Wahyu Rima Agustin, S. Kep., Ns., M. Kep NIK. 201185071 NIK. 201079102 Penguji,

Galih Setia Adi, S. Kep., Ns., M. Kep NIK.201188089 Surakarta, 26 Februari 2016 Ketua Program Studi S-1 Keperawatan,

Atiek Murharyati, S. Kep., Ns., M. Kep NIK. 200680021

ii 

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini : Nama : Noerini Rachmawati NIM

: ST14045

Dengan ini menyatakan bahwa : 1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lainnya. 2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukkan Tim Penguji. 3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Surakarta, 07 Januari 2016 Yang membuat pernyataan,

(Noerini Rachmawati)

iii 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Pasien Post Appendiktomi Di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”. Dalam penyusunan skripsi ini, banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1.

Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya penelitian ini dapat terwujud.

2.

Wahyu Rima Agustin, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3.

Atiek Murharyati S.Kep., Ns., M. Kep, selaku Ka.Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

4.

Wahyu Rima Agustin, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku Pembimbing Utama.

5.

Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan masukkan dan arahan selama penyusunan skripsi.

6.

Galih Setia Adi, S. Kep., Ns., M. Kep selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran.

7.

Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.

iv 

8.

Direktur RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, yang telah memberikan ijin tempat dalam penelitian ini.

9.

Suami tercinta dan anak-anak tersayang yang selalu memberi semangat, dukungan, motivasi, do’a dan dorongan dalam menempuh pendidikan ini.

10. Teman-teman

seangkatan

Mahasiswa

Program

Studi

S1

Transfer

Keperawatan STIKes Kusuma Husada angkatan 2014, yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam penyusunan skripsi ini. 11. Responden dan keluarga yang telah memberikan izin untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, maka kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini, dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pelayanan keperawatan.

Surakarta, 07 Januari 2016 Peneliti

(Noerini Rachmawati) NIM : ST14045

v 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................

ii

SURAT PERNYATAAN ...........................................................................

iii

KATA PENGANTAR ................................................................................

iv

DAFTAR ISI ..............................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ......................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

x

ABSTRAK ..................................................................................................

xi

ABSTRACT .................................................................................................

xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................

1

1.2. Rumusan Masalah .....................................................................

3

1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................

3

1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teori .............................................................................

6

2.1.1. Appendiktomi .................................................................

6

2.1.2. Mobilisasi Dini ...............................................................

11

2.1.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dg Mobilisasi Dini .......

19

2.2.Keaslian Penelitian .....................................................................

27

2.3.Kerangka Teori............................................................................

30

2.4.Kerangka Konsep .......................................................................

31

2.5.Hipotesis ....................................................................................

31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis dan Rancangan Penelitan ..................................................... 32 3.2. Populasi dan Sampel .................................................................... 32 3.3.Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 34 3.4.Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 34

vi 

3.5.Alat Penelitian dan cara pengumpulan Data ................................... 36 3.6.Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................ 39 3.7.Tehnik Pengolahan dan Analisa Data ............................................ 40 3.8. Etika Penelitian ............................................................................. 42 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Responden .............................................................. 44 4.2. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasien Post Operasi Appendiktomi ..................... 45 4.3. Analisis Pengaruh Kondisi Kesehatan Pasien, Emosi, Gaya Hidup, Dukungan Sosial dan Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasien Post Operasi Appendiktomi .. 47 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden .............................................................. 48 5.2. Faktor kondisi Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini

48

5.3. Faktor Emosi Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini ................... 51 5.4. Faktor Gaya Hidup Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini .......... 52 5.5. Faktor Dukungan Sosial Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini .. 52 5.6. Faktor Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini ......... 53 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan ...............................................................................

54

6.2. Saran ........................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vii 

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Tabel

Halaman

Tabel 2.1

Keaslian Penelitan

25

Tabel 3.1

Definisi Operasional

32

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan

44

Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan Tabel 4.2

Analisis Faktor Kondisi Kesehatan

45

Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Tabel 4.3

Analisis Faktor Emosi Terhadap

45

Pelaksanaan Mobilisasi Dini Tabel 4.4

Analisis Faktor Gaya Hidup Terhadap

46

Pelaksanaan Mobilisasi Dini Tabel 4.5

Analisis Faktor Dukungan Sosial

46

Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Tabel 4.6

Analisis Faktor Pengetahuan Terhadap

47

Pelaksanaan Mobilisasi Dini Tabel 4.7

Analisis Uji Regression Faktor Mobilisasi Dini

viii 

47

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Gambar

Halaman

Gambar 2.1

Kerangka Teori

28

Gambar 2.2

Kerangka Konsep

29

ix 

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

Keterangan

1

Jadwal Penelitian

2

F.04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan

3

F.07 Pengajuan Ijin Penelitian

4

Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan

5

Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan

6

Surat Ijin Penelitian

7

Surat Balasan Ijin Penelitian

8

Surat Keterangan Selesai Penelitian

9

Lembar Permohonan menjadi Responden

10

Lembar Persetujuan menjadi Responden

11

Kuesioner dan Instrumen Penelitian

12

Sampel Isian Kuesioner Responden

13

Data Hasil Penelitian

14

Hasil Analisis SPSS v.18.00

15

Dokumentasi Penelitian

16

Lembar Konsultasi

x 

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

Noerini Rachmawati Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post Appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

ABSTRAK

Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Wonogiri didapatkan data bahwa 4 dari 5 pasien mengatakan takut untuk bergerak dalam waktu 1 x 24 jam setelah mengalami operasi appendiksitis dikarena merasa nyeri, takut jahitannya lepas dan takut lukanya tidak kunjung sembuh. Pelaksanaan mobilisasi dini sering tidak dihiraukan karena berbagai faktor yang membuat seseorang tidak melakukannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini pasien post appendiktomi. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang telah melakukan appendiktomi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu 19 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Pada penelitian ini data yang disajikan adalah frekuensi dari karakteistik responden yang meliputi jenis kelamin, umur, dan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor kondisi kesehatan (suhu, TD, pernafasan, Hb, nyeri), pengetahuan dan dukungan sosial mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan perawat dan tenaga medis lainnya mampu memberikan motivasi terhadap pasien dan keluarga dalam latihan mobilisasi dini. Kata Kunci : Appendiksitis, Appendiktomi, Mobilisasi Dini Daftar Pustaka : 18 (2005-2014)

xi 

BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

Noerini Rachmawati

Factors Associated with Early Mobilization of Patients Staying at Anggrek Ward of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri after Appendectomy

ABSTRACT Appendicitis refers to inflammation of the vermiform appendix and is supposed to be the cause of acute abdominal pain. This disease commonly occurs in developing countries. A previous study conducted in Regional Public Hospital of Wonogiri indicates that four of five patients were afraid of making movements in 1 x 24 hours after undergoing appendectomy due to the pain, fear of surgical knot loosening, and that of unrelieved pain. The implementation of early mobilization is often ignored because of several factors. This research aims at investigating the factors influencing the early mobilization of patients after appendectomy. This research belongs to descriptive research. The population includes all patients who underwent appendectomy at dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri. Samples comprising 19 respondents meeting inclusion criteria were selected using purposive sampling method. Descriptive analysis was applied to analyze the data presenting frequencies of respondents’ characteristics including gender, age, and other factors contributing to the early mobilization. The research findings demonstrate that factors of health conditions (temperature, blood pressure, respiration, hemoglobin (Hb), and pain), knowledge, and social support give influence to the implementation of the early mobilization. It is expected that nurses and other medical personnel give motivation to patients and their family when implementing the early mobilization.

Keywords : appendicitis, appendectomy, early mobilization Bibliography : 18 (2005-2014) 

xii 



BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki - laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki - laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. Salah satu kelainan atau penyakit yang terjadi dalam sistem pencernaan yang membutuhkan pembedahan secara khusus adalah Appendiksitis (Primariawan, 2010). Prevalensi tindakan operasi di Amerika serikat tahun 2009 dari 27 juta orang yang menjalani operasi setiap pelayanan kesehatan, pasien dengan infeksi pada daerah operasi abdomen akan menjalani perawatan dua kali lebih lama di rumah sakit daripada yang tidak mengalami infeksi. Kurangnya mobilisasi dini dapat menimbulkan lamanya hari perawatan dari pasien dengan laparatomi, selain itu kurangnya mobilisasi dini pada pasien pasca operasi laparatomi dapat menimbulkan adanya infeksi (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010). Penyakit appendiksitis merupakan penyakit dengan urutan keempat terbanyak pada tahun 2006 di Indonesia. Data yang dirilis oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008 jumlah penderita appendiksitis di indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang. Kelompok usia yang umumnya mengalami

1 

2 

appendiksitis yaitu pada usia antara 10 - 30 tahun. Insiden laki - laki lebih tinggi dibandingkan perempuan (Eylin, 2009). Laporan Departemen Kesehatan (Depkes) mengenai kejadian laparatomi atas indikasi appendiksitis meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007. Berdasarkan Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009, tindakan bedah menempati urutan ke 11 dari 50 pertama penyakit di rumah sakit se-Indonesia dengan persentase 12,8% yang diperkirakan 32% diantaranya merupakan tindakan bedah laparatomi (Hajidah & Haskas, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati dalam Hajidah & Haskas (2014),

menemukan

bahwa

ada

pengaruh mobilisasi

dini

dengan

pemulihan peristaltik usus pada klien pasca operasi laparatomi di Ruang Perawatan Bedah

RSU Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian lain dilakukan

oleh Isrofi menemukan bahwa mobilisasi dini 2 jam pasca operasi lebih efektif dari pada mobilisasi 6 jam pasca operasi terhadap pemulihan peristaltik

usus

pasien

pasca operasi

apendictomy

dengan

anastesi

subarchnoid blok di RSI Jemursari Surabaya. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Wonogiri bulan Juni 2015 didapatkan data bahwa 4 dari 5 pasien mengatakan takut untuk bergerak dalam waktu 1 x 24 jam setelah mengalami operasi appendiksitis dikarena merasa nyeri, takut jahitannya lepas dan takut lukanya tidak kunjung sembuh. Pelaksanaan mobilisasi dini sering tidak dihiraukan karena berbagai faktor yang membuat seseorang tidak melakukannya sehingga peneliti tertarik untuk

 

3 

melakukan penelitian dengan judul “Faktor – faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post Appendiktomi di bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mencoba merumuskan permasalahan yaitu faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post Appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri?

1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post Appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri? 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengidentifikasi hubungan faktor kondisi kesehatan pasien (suhu, tekanan darah, pernafasan, hemoglobin dan nyeri) dengan pelaksanaan mobiilisasi dini pasien post appendiktomi. b. Untuk

mengidentifikasi hubungan

emosi

terhadap

pelaksanaan

mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi. c. Untuk mengidentifikasi hubungan faktor gaya hidup terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien appendiktomi.

 

4 

d. Untuk mengidentifikasi hubungan faktor dukungan sosial dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi. e. Untuk

mengidentifikasi

hubungan

faktor

pengetahuan

dengan

pelaksanaan mobilisasi dini pasien post appendiktomi. f. Untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pasien post appendiktomi.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Rumah sakit Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi dan masukan bagi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pasien post appendiktomi di rumah sakit. 2. Institusi pendidikan Diharapkan dapat menambah pembendaharaan ilmu pengetahauan dalam keperawatan terutama dalam mobilisasi pasien paska operasi. Sebagai sumber pustaka tentang penelitian mobilisasi dini pada pasien post operasi. 3. Peneliti lain Memberikan pengalaman serta sebagai aplikasi praktik dari teori yang sudah didapatkan serta menambah wawasan pengetahuan tentang appendiksitis.

 

5 

4. Manfaat bagi peneliti Sebagai data bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup mobilisasi dini pasien post appendiktomi.

 

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Teori 2.1.1. Appendiktomi 1. Pengertian Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Appendiksitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Appendiksitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi. Klasifikasi

apendisitis terbagi

menjadi

dua

yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005). a. Apendisitis akut. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang

6 

7 

merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. b. Apendisitis kronik Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik mikroskopik. Kriteria

apendiks secara

makroskopik dan

mikroskopik apendisitis kronik adalah

fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik.Insiden apendisitis kronikantara 1-5%. 2. Etiologi dan predisposisi Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiksitis dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendiksitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi

 

8 

terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, 2005). 3. Patofisiologi Apendisitis biasanya

disebabkan

oleh

penyumbatan

lumen

apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebakan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding

 

9 

yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2009). 4. Manifestasi klinik Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik

Mc. Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka

superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial

 

10 

menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampa ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002). 5. Penatalaksanaan Pembedahan

diindikasikan

bila

diagnosa

apendisitis

telah

ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan (Akhyar & Yayan, 2008). Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila

apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak

dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat

 

11 

keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2005). 6. Komplikasi Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70 C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C. Suzanne, 2005). 2.1.2. Mobilisasi Dini 1. Pengertian Mobilisasi adalah jalan untuk melatih hampir semua otot tubuh dan meningkatkan fleksibilitas sendi (Rasjad, 1998). Tahap-tahap dalam melakukan mobilisasi adalah latihan ambulasi dilakukan lebih baik setelah 12 - 24 jam pertama dan harus dibawah pengawasan perawat untuk memastikan bahwa latihan tersebut dilakukan dengan tepat dan dengan cara yang aman. Latihan tersebut melalui tahap-tahap yaitu: a. Setelah 12-24 jam pertama postoperasi pasien berpindah posisi setiap 1-2 jam. Melakukan latihan kaki setiap jam jika pasien terjaga.

 

12 

b. Jika pasien mampu beradaptasi untuk melakukan miring kiri dan kanan, 6 – 12 jam berikutnya pasien dibantu untuk bergerak secara bertahap dari posisi berbaring ke posisi duduk sampai semua tanda pusing hilang. Posisi ini dapat dicapai dengan menaikan bagian kepala tempat tidur. c. Apabila pasien dapat duduk di tempat tidur tanpa mengeluh pusing hari ketiga post operasi anjurkan untuk menjuntai kaki di samping tempat tidur, jika tanda-tanda vital normal dan pasien tidak mengeluh pusing bantu pasien untuk berdiri disamping tempat tidur dan bantu pasien untuk berjalan perlahan dalam jarak pendek ± 2-3 meter. d. Hari keempat pasien dibantu untuk berjalan kekamar mandi dan jika luka operasi kering, pemenuhan nutrisi baik, hasil pemeriksaan penunjang baik, tidak ada komplikasi lainnya, perawat dapat memberitahukan kepada dokter agar pasien boleh dipulangkan (Perry dan Poter, 2006). Jenis-jenis latihan mobilisasi dini : 1) Kontraksi otot a) Latihan isotonik b) Latihan isometrik c) Latihan isokinetik

 

13 

2) Pergerakan tubuh a) Latihan aerobik b) Latihan peregangan c) Latihan kekuatan dan penahanan d) Pergerakan dan aktifitas sehari-hari Jenis bantuan untuk mobilisasi : 1) Dengan bantuan satu perawat 2) Dengan bantuan dua perawat 3) Dengan bantuan alat lain : a) Walker b) Cane ( tongkat ) c) Brace ( penyangga ) d) Crutch Jenis tindakan range of motion : 1) Range of motion pasif Range of motion pasif adalah rentang gerak yang dilakukan oleh pasien dengan bantuan perawat atau orang lain dengan posisi pasien pasif. 2) Range of motion aktif Range of motion aktif adalah rentang gerak yang dilakukan oleh pasien dengan tanpa bantuan perawat atau orang lain dengan posisi pasien aktif.

 

14 

3) Continuos passive motion machine a) Metode nafas dalam dan latihan batuk b) Tidur pada posisi semi fowler atau fowler, lutut dilipat untuk memekarkan otot dada sepenuhnya c) Tempatkan tangan yang ringan diatas perut d) Tarik nafas perlahan-lahan melalui hidung, membiarkan dada mekar dan rasakan perut naik menekan tangan e) Tahan nafas selama 3 detik 4) Dampak mobilisasi post operasi a) Peningkatan sirkulasi (1) Nutrisi untuk penyembuhan mudah didapat pada daerah luka (2) Mencegah trombophlebitis (3) Peningkatan kelancaran fungsi ginjal (4) Pengurangan rasa nyeri b) Peningkatan berkemih Mencegah retensi urine c) Peningkatan metabolisme (1) Mencegah berkurangnya tonus otot (2) Mengembalikan keseimbangan nitrogen d) Peningkatan peristaltik (1) Memudahkan terjadinya flatus (2) Mencegah distensi abdominal dan nyeri akibat gas

 

15 

(3) Mencegah konstipasi (4) Mencegah illeus paralitik Mobilisasi dini menurut Marlitasari, Ummah dan Iswati (2010) meliputi : 1.

Perencanaan mobilisasi dini Mobilisasi dini yang dilakukan pada pasien post appendiktomi adalah untuk membantu penyembuhan pada pasien post appendiktomi. Kategori ini diperinci dengan jawaban Ya = 90%, dan Tidak = 10%. Hal ini dikarenakan pendidikan perawat sangat mendukung dalam hal memberikan pendidikan kesehatan. Rata-rata pendidikan perawat di ruang rawat inap adalah DIII keperawatan, namun hal itu tidak menjadi masalah karena mereka dapat melaksanakan instruksi kerja yaitu dalam memberikan asuhan keperawatan maupun tindakan keperawatan khususnya mobilisasi dini dengan cukup baik. Mobilisasi dini memiliki tujuan bagi pasien post appendiktomi adalah untuk memperlancar peredaran darah, mencegah

komplikasi

pasca

operasi

seperti

ateletaksis,

pneumonia hipostatik, gangguan gastrointestinal, dan masalah sirkulasi (tromboplebitis, dekubitus). Manfaat mobilisasi bagi pasien post operasi adalah penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan ambulasi dini (early ambulation). Pergerakan yang

 

16 

dilakukan dapat membuat otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit, mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Mobilisasi dini dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula. Mencegah terjadinya trombosis dan

tromboemboli,

normal/lancar

dengan

sehingga

resiko

mobilisasi terjadinya

sirkulasi trombosis

darah dan

tromboemboli dapat dihindarkan. Mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu rentang gerak pasif. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Rentang gerak aktif untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya. Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan. 2.

Pelaksanaan mobilisasi dini Teknik mobilisasi berupa miring kanan miring kiri, menggerakkan ekstremitas atas dan bawah secara bergantian,

 

17 

serta menganjurkan pasien untuk duduk semi fowler diatas tempat tidur. Sehingga hanya sebagian saja teknik mobilisasi dini yang dilakukan pasien. Faktor pendidikan pasien juga mempengaruhi dalm pelaksanaan mobilisasi dini. Pasien tidak mengetahui tentang pentingnya mobilisasi dini post operasi. Kadang pasien hanya menjawab saja tanpa melakukan mobilisasi dini sesuai anjuran perawat. Jadi dalam hal ini sulit untuk menyalahkan pihak yang terkait. Pelaksanaan mobilisasi dini yang dilakukan perawat dalam memberikan tindakan keperawatan berupa latihan miring kanan miring kiri sejak 6-10 jam setelah pasien sadar, latihan menggerakkan ekstremitas atas dan bawah, latihan pernafasan yang dapat dilakukan pasien sambil tidur telentang, latihan duduk selama 5 menit, latihan nafas dalam dan batuk efektif, dan mampu merubah posisi tidur terlentang menjadi setengah duduk/semi fowler. Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Banyak keuntungan bisa diraih dari latihan ditempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resikoresiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan/penegangan otot-otot seluruh

 

18 

tubuh dan sirkulasi darah dan pernapasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih. Sering kali dengan keluhan nyeri di daerah operasi klien tidak mau melakukan mobilisasi ataupun dengan alasan takut jahitan lepas klien tidak berani merubah posisi. Disinilah peran perawat sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga klien tidak mengalami suatu komplikasi yang tidak diinginkan. Tahapan ambulasi dini yaitu dengan melakukan sitting balance yaitu membantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur dengan bantuan yang diperlukan. Pergerakan dimulai dari duduk di tempat tidur. Aktivitas ini dilakukan 2 atau 3 kali selama 1015 menit, kemudian dilatih untuk turun dari tenpat tidur dengan bantuan perawat sesuai dengan kebutuhan pasien. Jangan terlalu memaksakan pasien untuk melakukan banyak pergerakan pada saat bangun untuk menghindari kelelahan (Hoeman, 2011). Manfaat ambulasi dini yaitu peningkatan sirkulasi sehingga nutrisi untuk penyembuhan mudah didapat pada daerah luka, Mencegah trombophlebitis, Peningkatan kelancaran fungsi ginjal (Mencegah retensi urine), Pengurangan rasa nyeri, Peningkatan metabolisme (Mencegah berkurangnya tonus otot dan Mengembalikan keseimbangan nitrogen), Peningkatan peristaltik (Memudahkan terjadinya flatus, Mencegah distensi

 

19 

abdominal dan nyeri akibat gas, Mencegah konstipasi, Mencegah illeus paralitik (Hoeman, 2011). 2.1.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ambulasi Dini Faktor-faktor yang berhubungan dengan ambulasi dini pasien paska operasi ekstremitas bawah adalah : 1. Kondisi kesehatan pasien Perubahan

status

kesehatan

dapat

mempengaruhi

sistem

muskuloskeletal dan sistem saraf berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit, berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas (Kozier & Erb, 2007). Nyeri paska bedah kemungkinan disebabkan oleh luka bekas operasi tetapi kemungkinan sebab lain harus dipertimbangkan. Setelah pembedahan nyeri mungkin sangat berat, edema, hematom dan spasme otot merupakan penyebab nyeri yang dirasakan, beberapa pasien menyatakan

bahwa

nyerinya

lebih

ringan

dibanding

sebelum

pembedahan dan hanya memerlukan jumlah anlgetik yang sedikit saja harus diupayakan segala usaha

untuk mengurangi nyeri dan

kestidaknyamanan. Tersedia berbagai pendekatan farmakologi berganda terhadap penatalaksanaan nyeri. Analgesia dikontrol pasien (ADP) dan analgesia epidural dapat diberikan untuk mengontrol nyeri, pasien dianjurkan untuk meminta pengobatan nyeri sebelum nyeri itu menjadi berat. Obat harus diberikan segera dalam interval yang ditentukan bila awitan nyeri dapat diramalkan misalnya ½ jam sebelum aktivitas

 

20 

terencana seperti pemindahan dan latihan ambulasi (Brunner & Suddarth, 2005). Menurut Brunner & Suddarth (2005) kebanyakan pasien merasa takut untuk bergerak setelah paska operasi fraktur karena merasa nyeri pada luka bekas operasi dan luka bekas trauma. Efek immobilisasi pada sistem kardiovaskular adalah hipotensi ortostatik. Hipotensi orthostatik adalah suatu kondisi ketidak mampuan berat dengan karakteristik tekanan darah yang menurun ketika pasien berubah dari posisi horizontal ke vertikal (posisi berbaring ke duduk atau berdiri), yang dikatakan hipotensi ortostatik jika tekanan darahnya < 100 mmhg (Dingle, 2003 dalam Perry & Potter, 2006). Ditandai dengan sakit kepala ringan, pusing, kelemahan, kelelahan, kehilangan energi, gangguan visual, dispnea, ketidaknyamanan kepala dan leher, dan hampir pingsan atau pingsan (Gilden, 1993 dalam Potter & Perry, 2006) Keadaan ini sering menyebabkan pasien kurang melakukan mobilisasi dan ambulasi. Kelelahan dan kerusakan otot dan neuromuskular, kelelahan otot mungkin karena gaya hidup, bedrest dan penyakit, keterbatasan kemampuan untuk bergerak dan beraktivitas karena otot lelah menyebabkan pasien tidak dapat meneruskan aktivitas. Kelelahan otot dapat menurunkan kekuatan pasien untuk bergerak, ditandai dengan pergerakan yang lambat. Kelelahan yang berlebihan bisa menyebabkan

 

21 

pasien jatuh atau mengalami ketidak seimbangan pada saat latihan (Berger & Williams, 2012). Ketidakmampuan untuk berjalan berhubungan dengan kelemahan dan kerusakan otot ekstremitas bawah, terlihat tanda-tanda penurunan kekuatan dan massa otot kaki dan lutut yang selalu ditekuk ketika berusaha untuk berdiri (Berger & Williams, 2012). Ambulasi dini pada pasien paska operasi fraktur sulit dilakukan karena pemasangan alat fiksasi eksternal, luka bekas operasi dan luka bekas taruma (Gartland, 2007) yang mengakibatkan kerusakan pada neuromuskular atau sistem skeletal yang bisa memperberat dan menghambat pergerakan pasien (Kozier & Erb, 2007). Demam paska bedah dapat disebabkan oleh gangguan dan kelainan. Peninggian suhu badan pada hari pertama atau kedua mungkin disebabkan oleh radang saluran nafas, sedangkan infeksi luka operasi menyebabkan demam setelah kira-kira 1 minggu. Transfusi darah juga sering menyebabkan demam, dan diperkirakan kemungkinan adanya dehidrasi (Sjamsuhidajat & jong, 2005). Pasien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dispnea selama latihan tidak akan tahan melakukan ambulasi seperti pada pasien yang tidak mengalaminya. Pada pasien lemah tidak mampu meneruskan aktivitasnya karena energi besar diperlukan untuk menyelesaikan aktivitas menyebabkan kelelahan dan kelemahan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2006). Hipotermia, pasien yang telah mengalami anastesi rentan terhadap menggigil. Pasien yang telah

 

22 

menjalani pemajanan lama terhadap dingin dalam ruang operasi dan menerima banyak infus intravena dipantau terhadap hipotermi. Ruangan dipertahankan pada suhu yang nyaman dan selimut disediakan untuk mencegah menggigil. Resiko hipertermia lebih besar pada pasien yang berada diruang operasi untuk waktu yang lama (Brunner & Suddarth, 2005). Anemia adalah adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita. Gejala-gejala umum anemia antara lain cepat lelah, takikardia, palpitasi dan takipnea pada latihan fisik (Mansjoer et al, 2009). 2. Emosi Kondisi psikologis seseorang dapat memudahkan perubahan perilaku yang dapat menurunkan kemampuan ambulasi yang baik. Seseorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak termotivasi dan harga diri yang rendah akan mudah mengalami perubahan dalam ambulasi (Kozier & Erb, 2007). Orang yang depresi, khawatir atau cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas sehingga lebih mudah lelah karena mengeluarkan energi cukup besar dalam ketakutan dan kecemasannya jadi pasien mengalami keletihan secara fisik dan emosi (Potter & Perry, 2006).

 

23 

Hubungan antara nyeri dan takut bersifat kompleks. Perasaan takut seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan takut. Menurut Paice (1991) dalam Potter & Perry

(2006)

melaporkan

suatu

bukti

bahwa

stimulus

nyeri

mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya rasa takut. Setelah paska operasi fraktur nyeri mungkin sangat berat khususnya selama beberapa hari pertama paska operasi. Area insisi mungkin menjadi satu-satunya sumber nyeri, iritasi akibat selang drainase, balutan atau gips yang ketat menyebabkan pasien

merasa

tidak

nyaman.

Secara

signifikan

nyeri

dapat

memperlambat pemulihan. Pasien menjadi ragu-ragu untuk melakukan batuk, nafas dalam, mengganti posisi, ambulasi atau melakukan latihan yang diperlukan. Setelah pembedahan analgetik sebaiknya diberikan sebelum nyeri timbul dengan dosis yang memadai. Jenis obat dan pemberian bergantung pada penyebab, letak nyeri dan keadaan pasien (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Orang yang depresi, khawatir atau cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas. Pasien depresi biasa tidak termotivasi untuk berpartisipasi. Pasien khawatir atau cemas lebih mudah lelah karena mereka mengeluarkan energi cukup besar dalam ketakutan dan kecemasannya jadi mereka mengalami keletihan secara fisik dan emosional (Potter & Perry, 2006).

 

24 

Tidak

bersemangat

karena

kurangnya

motivasi

dalam

melaksanakan ambulasi. Penampilan luka, balutan yang tebal drain serta selang yang menonjol keluar akan mengancam konsep diri pasien. Efek pembedahan, seperti jaringan parut yang tidak beraturan dapat menimbulkan

perubahan

citra

diri

pasien

secara

permanen,

menimbulkan perasaan klien kurang sempurna, sehingga klien merasa cemas dengan keadaannya dan tidak termotivasi untuk melakukan aktivitas. Pasien dapat menunjukkan rasa tidak senang pada penampilannya yang ditunjukkan dengan cara menolak melihat insisi, menutupi balutannya dengan baju, atau menolak bangun dari tempat tidur karena adanya selang atau alat tertentu (Perry & Potter, 2006). 3. Gaya hidup Status kesehatan, nilai, kepercayaan, motivasi dan faktor lainnya mempengaruhi gaya hidup. Gaya hidup mempengaruhi mobilitas. Tingkat kesehatan seseorang dapat dilihat dari gaya hidupnya dalam melakukan aktivitas dan dia mendefinisikan aktivitas sebagai suatu yang mencakup kerja, permainan yang berarti, dan pola hidup yang positif seperti makan yang teratur, latihan yang teratur, istirahat yang cukup dan penanganan stres Pender (1990 dalam berger & Williams, 2012). Menurut Oldmeadow et al (2006) tahapan pegerakan dan aktivitas pasien sebelum operasi di masyarakat atau dirumah dapat mempengaruhi pelaksanaan ambulasi.

 

25 

4. Dukungan Sosial Dukungan sosial sebagai info verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dalam subjek didalam lingkungan soisialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005) Keterlibatan anggota keluarga dalam rencana asuhan keperawatan pasien dapat memfasilitasi proses pemulihan.

Membantu

pasien

mengganti

balutan,

membantu

pelaksanaan latihan ambulasi atau memberi obat-obatan. Menurut penelitian yang dilakukan Oldmeadow et al (2006) dukungan sosial yaitu keluarga, orang terdekat dan perawat sangat mempengaruhi untuk membantu pasien melaksanakan latihan ambulasi. Menurut Olson (1996 dalam Hoeman, 2011) ambulasi dapat terlaksana tergantung dari kesiapan pasien dan keluarga untuk belajar dan berpatisipasi dalam latihan (Olson, 1996 dalam Hoeman, 2011). 5. Pengetahuan Pasien yang sudah diajarkan mengenai gangguan muskuloskeletal akan

mengalami

peningkatan

alternatif

penanganan.

Informasi

mengenai apa yang diharapkan termasuk sensasi selama dan setelah penanganan dapat memberanikan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan dan penerapan penanganan. Informasi khusus mengenai antisipasi peralatan misalnya pemasangan alat fiksasi

 

26 

eksternal, alat bantu ambulasi (trapeze, walker, tongkat), latihan, dan medikasi harus didiskusikan dengan pasien (Brunner & Suddarth, 2002). Informasi yang diberikan tentang prosedur perawatan dapat mengurangi ketakutan pasien.

 

27 

2.2. Keaslian Penelitian Tabel 2.1 Keaslian Penelitian No 1

Nama Judul Pengarang Nova Mega Analisis Faktor-Faktor Yanty Yang Mempengaruhi (2009) Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 Rsup. H. Adam Malik Medan

 

Metodologi

Hasil

Desain penelitian menggunakan deskriptif observasi dengan jumlah sampel 24 responden pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Tehnik pengumpulan data menggunakan lembar checklis, kuesioner dan lembar observasi.

Hasil penelitian Analisis uji regresi logistik menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara: faktor kondisi kesehatan pasien: Hb terhadap pelaksanaan ambulasi dini dimana (p=0,026<0,05) dan faktor dukungan sosial terhadap pelaksanaan ambulasi dini dimana (p=0,029<0,05). Sedangkan faktor kondisi kesehatan: suhu, hipotensi ortostatik, pernafasan dan nyeri, faktor emosi, faktor gaya hidup dan faktor pengetahuan tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap pelaksanaan ambulasi dini (P>0,05)

28 

2

Ajidah & Yusran Haskas (2014)

Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peristaltik Usus Pada Pasien Pasca Operasi Laparatomi Di Ruang Rawat Inap Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

 

Rancangan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental design: non equivalent control group design. Penelitian ini dilaksanakan dengan memberikan intervensi berupa pemberian mobilisasi dini. Sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apa-apa oleh peneliti selain mengobservasi peristaltik usus. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang yang teridiri atas kelompok kontrol dan kelompok perlakuan masing-masing 15 orang, kemudian hasilnya diuji dengan cara Independen Sample T-Test dengan ti ngkat kemaknaan a = 0,05

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa perubahan peristaltik usus pada pasien pasca operasi laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada kelompok yang diberikan mobilisasi dini (kelompok perlakuan) rata-rata 11,200 (±0,262), perubahan peristaltik usus pada pasien pasca operasi laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada kelompok kontrol rata-rata 1,533 (± 0,723), dan ada pengaruh mobilisasi dini terhadap perubahan peristaltik usus pada pasien pasca operasi laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (p=0,001)

29 

3

Hesti Marlitasari, Basirun Al Ummah, Ning Iswati (2010)

Gambaran Penatalaksanaan Mobilisasi Dini Oleh Perawat Pada Pasien Post Appendiktomy Di Rs Pku Muhammadiyah Gombong

 

Jenis penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan menggunakan desain deskriptif observasional. mobilisasi dini pada pasien post appendiktomy sebanyak 27 orang (bangsal Inayah sebanyak 14 orang dan bangsal Barokah sebanyak 13 orang) pada hari pertama poat operasi

Gambaran penatalaksanaan mobilisasi dini oleh perawat pada pasien post appendiktomy telah dilakukan perawat sebanyak 19 responden dengan hasil yang baik dengan prosentase 62,96% (17 responden).

30 

2.3. Kerangka Teori Hiperplasia Jaringan Limfe

Erosi Mukosa

Peradangan

Appendiksitis

Appendiktomi

Mobilisasi Dini

Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1. Kondisi kesehatan pasien 2. Emosi 3. Gaya hidup 4. Dukungan sosial 5. pengetahuan Gambar 2.1 Kerangka Teori (Sumber : Sjamsuhidayat, 2005, Ummah dan Ismawati, 2010)

 

31 

2.4. Kerangka Konsep Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor-faktor Mobilisasi Dini

Mobilisasi Post Appendiktomi

1. 2. 3. 4. 5.

Kondisi kesehatan pasien Emosi Gaya hidup Dukungan sosial Pengetahuan Gambar 2.2 Kerangka Konsep Keterangan : __________ : diteliti - - - - - - - - - : tidak diteliti

2.5. Hipotesis H0

: Tidak ada faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso.

H1

: Ada faktor- faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso.

 

 

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif observasional yaitu mendiskripsikan (memaparkan) peristiwaperistiwa penting yang terjadi pada masa kini. Penelitian ini akan mendiskripsikan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post operasi appendiktomi (Nursalam, 2014).

3.2. Populasi dan Sampel Populasi adalah kumpulan subjek yang dijadikan sebagai responden suatu penelitian (Nursalam, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang telah melakukan appendiktomi di RSUD DR. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan didapatkan data bahwa dalam 3 bulan diperkirakan terdapat 20 pasien yang melakukan operasi appediktomi. Sampel adalah beberapa subjek yang dijadikan sebagai responden penelitian. Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling yaitu responden dipilih berdasarkan atas kriteria yang ditetapkan oleh peneliti (Nursalam, 2014). Kriteria-kriteria sampel pada penelitian ini adalah :

32 

33 

Kriteria inklusi : 1. Pasien yang telah menjalani operasi appendiktomi 2. Pasien yang bersedia menjadi responden 3. Keluarga pasien menyetujui pasien menjadi responden dan mendatangani lembar persetujuan (Informed Consent) Kriteria eksklusi : 1. Pasien yang tidak sadar penuh 2. Keluarga pasien menolak pasien menjadi responden Rumus penghitungan sampel

nൌ

୒ ଵାேሺௗ మ ሻ

Keterangan : n : Sampel N : Populasi d : Konstanta tingkat kesalahan (0,05)

nൌ

ଶ଴ ଵାଶ଴ሺ଴ǡ଴ହమ ሻ

= 19 Responden

Sampel pada penelitian ini menggunakan 19 sesponden yang telah melakukan operasi appendiktomi dan dalam keadaan composmentis.

 

34 

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD DR. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri pada bulan Desember 2015.

3.4. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel Definisi Alat Ukur Penilaian Faktor-faktor Mobilisasi Dini a. Faktor kondisi Kondisi kesehatan kesehatan pasien secara pasien umum yang berhubungan dengan kemampuan pasien paska appendiktomi 1) Suhu

Suhu pasien paska appendiktomi yang berhubungan dengan pelaksanaan ambulasi dini dikatakan abnormal jika hipotermi atau hipertermi

Lembar Checklis

2) Tekanan darah

Tekanan darah sistolik dan diastolik pasien appendiktomi yang berhubungan dengan pelaksanaan ambulasi dini,

Lembar Checklis

 

Skala

1. Normal: 35,80C37,00C 2. Abnormal: >370C (hipertermi) <350C (hipotermi)

Nominal

1. Normal: 120/80139/89 mmHg 2. Abnormal: <100/60 mmHg

Nominal

35 

dikatakan abnormal adalah hipotensi 3) Pernafasan

Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida

Lembar Checklis

4) HB

Kadar HB pasien appendiktomi yang berhubungan dengan ambulasi dini

Lembar Checklis

5) Nyeri

Skala nyeri yang dirasakan pasien appendiktomi saat melakukan mobilisasi dini

Lembar Checklis

b. Faktor Emosi

Kondisi psikologis pasien appendiktomi yang berhubungan dengan perilaku untuk melakukan ambulasi dini Pergerakan dan kebiasaan pasien seharihari dilingkungan dan dirumah sebelum appendiktomi yang

Kuesioner sebanyak 7 pertanyaan (1,5,9,13,1 7,21,23) 5 pertanyaan positif dan 2 pertanyaan negatif Kuesioner sebanyak 4 pertanyaan (2,6,10,14) 3 pertanyaan positif dan 1 pertanyaan

c. Gaya Hidup

 

1. Normal: 12-20 x/mnt 2. Abnormal: > 20x/mnt & < 12x/mnt

Nominal

1. Normal: 12g/dl-18g/dl 2. Abnormal: >18g/dl & <12g/dl

Nominal

1. Tidak nyeri s/d nyeri sedang: Skala 1-5 2. Abnormal: Nyeri hebat s/d paling hebat: Skala 6-10 1. Tidak stabil: <3 2. Stabil : •4

Nominal

1. Positif: <2 2. Negatif: ”2

Nominal

Nominal

36 

d. Dukungan Sosial

e. Pengetahuan

f. Tahapan Ambulasi

berhubungan dengan pelaksanaan ambulasi dini Dukungan psikologis berupa motivasi dan bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga dan orang lain dalam melaksanakan ambulasi dini Pengetahuan pasien tentang pengertian ambulasi, manfaat ambulasi dan pelaksanaan ambulasi dini paska operasi ekstremitas bawah Pelaksanaan ambulasi dini pasien appendiktomi sampai hari ketiga

negatif

Kuesioner sebanyak 5 pernyataan (3,7,11,15, 19) 4 pernyataan positif dan 1 pertanyaan negatif

1. Ada : > 3 2. Tidak ada: ”3

Nominal

Kuesioner sebanyak 8 (4,8,12,16, 18,20,22,2 3) pertanyaan positif

1. Pengetahuan baik : > 4 2. Pengetahuan Kurang: ” 4

Nominal

Lembar Observasi tahapan ambulasi dini (1-5)

1. Ambulasi terlaksana : •3 2. Ambulasi tidak terlaksana: <2

Nominal

3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1. Alat Penelitian Alat penelitan yang digunakan meliputi kuesioner tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan mobilisasi dini. Alat pendukung penelitian lainnya adalah bolpoin, kertas dan kuesioner.

 

37 

3.5.2. Cara pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan saat pasien sudah melakukan operasi tetapi sudah di Ruang. Data diambil dalam satu waktu dengan memberikan kuesioner sebagai alat pengambilan data. 1. Kuesioner Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa lembar checklist, kuesioner dan lembar observasi, instrumen ini terdiri dari 4 bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien appendiktomi, lembar checklist pemeriksaan kondisi kesehatan pasien dan lembar observasi pelaksanaan mobilisasi dini. Kuesioner yang berisi data demografi pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan tipe pembedahan. Data yang didapat melalui kuesioner ini tidak dianalisis, hanya mendeskripsikan distribusi dan presentase dalam bentuk tabel. Kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini di ambil dari penelitian yang dilakukan oleh Yanti (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan dengan berpedoman pada tinjauan

pustaka.

Kuesioner

tentang

faktor-faktor

yang

mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini responden terdiri dari 24 pertanyaan dalam bentuk pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak

(dikotomi),

meliputi

 

emosi

(pernyataan

no.

38 

1,5,9,13,17,21,24),

gaya

hidup

(pernyataan

no.

2,6,10,14),

dukungan sosial (pernyataan no. 3,7,11,15,19), pengetahuan (pernyataan no. 4,8,12,16,18,20,22,23). Kriteria pernyataan negatif yaitu no. 1,10,14,19,24 untuk jawaban ya nilainya 0 dan jawaban tidak nilainya 1. Sedangkan pertanyaan positif jawaban ya nilainya 1 dan jawaban tidak nilainya 0. Nilai terendah adalah 12 dan tertinggi adalah 24. 2. Lembar Checklist Faktor kondisi kesehatan pasien diidentifikasikan dengan 5 pemeriksaan meliputi: suhu, tekanan darah, frekuensi pernafasan Hb dengan kategori normal 2 dan abnormal 1, nyeri: kategori skala nyeri 1-5 (tidak nyeri sampai dengan nyeri sedang) adalah 2 dan skala nyeri 6-10 (nyeri hebat sampai dengan paling hebat) adalah 1. Untuk lembar checklist pemeriksaan kondisi kesehatan terdapat 5 item setiap item masing-masing nilai terendah diberi skor 1 dan nilai tertinggi diberi skor 2 sehingga nilai tertinggi adalah 10 dan nilai terendah adalah 1. 3. Lembar Observasi Pelaksanaan mobilisasi dini diidentifikasi melalui lembar observasi dengan 5 objek pengamatan (1-5) yang dilakukan peneliti untuk mengamati pelaksanaan mobilisasi dengan memilih tanda checklist pada kolom “ya” jika tahapan mobilisasi dilaksanakan dan idak” jika tahapan mobilisasi tidak terlaksana. Nilai 1 untuk

 

39 

jawaban ya dan nilai 0 untuk jawaban tidak, nilai tertinggi adalah • 3 dan terendah 0-2.

3.6. Reliabilitas Instrumen Reabilitas adalah alat ukur yang penting untuk menjamin pengumpulan data yang akurat (Assaf, 2003). Untuk mencari reliabilitas angket digunakan rumus Alpha Cronbaach : ­ k ½­ ¦ a 2 b ½ R11= ® ¾®1 − 2 ¾ a t ¿ ¯ (k − 1)¿¯ Keterangan :

R11

: realibilitas instrument

K

: banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

¦ a 2 b : jumlah varians butir

a 2t

: varians total

Jika nilai koefisien > 0,7 maka instrument dikatakan reliable (Arikunto, 2006). Uji realibilitas pada instrumen ini sebelumnya sudah diujikan oleh Yanti (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan yang diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali pengetasan. Untuk faktor kondisi kesehatan pasien dan kuesioner faktor emosi, gaya hidup, dukungan sosial dan pengetahuan pasien diuji dengan menggunakan Cronbach Alpha. Untuk lembar checklist faktor kondisi kesehatan pasien diperoleh hasil 0,737 dan untuk kuesioner emosi, gaya hidup, dukungan sosial dan pengetahuan hasil yang diperoleh 0,755 hasil ini dinyatakan sudah reliabel dan layak untuk dilakukan penelitian.

 

40 

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1. Pengolahan data Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahap sebagai berikut : 1. Editing Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner dari responden. Hal ini dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga bila ada kekurangan segera dapat dilengkapi. Selama proses penelitian ada beberapa data yang tidak terisi sehingga peneliti meminta responden untuk melengkapinya sehingga didapatkan data yang lengkap. 2. Coding Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk mempermudah mengolah data, hanya 1 variabel diberi kode yaitu variabel dependen (Nursalam 2013). 3. Entry data Merupakan suatu proses pemasukan data kedalam komputer untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan program komputer. 4. Cleaning Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan

 

41 

sebenarnya atau proses pembersihan data. Dalam proses ini peneliti melakukan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa semua data yang dimasukkan dalam program komputer telah sesuai dengan data asli yang didapat di lapangan. 5. Tabulating Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel kemudian diolah dengan bantuan komputer. 3.7.2. Analisa Data 1. Analisis Univariat dan Bivariat Data yang dikumpulkan disajikan secara deskriptif berbentuk tabel distribusi frekuensi. Pada penelitian ini data yang disajikan adalah frekuensi dari karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, umur. Analisis bivariat digunakan Uji chisquare, hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya proporsi faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan ambulasi dini pada masing-masing variabel yang diteliti dengan menggunakan program SPSS v.18 for windows. 2. Analisis Multivariat Analisis Multivariat digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan pelaksanaan ambulasi dini pada pasien post operasi appendiktomi dengan menggunakan analisis statistik regresi linier. Analisis regresi linier digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah variabel independen terhadap variabel

 

42 

dependen yang berupa variabel binominal atau juga untuk memprediksi nilai suatu variabel dependen (yang berupa nominal) berdasarkan nilai-nilai variabel independen (Dahlan, 2013). Model yang diasumsikan dari regresi linier adalah sebagai berikut: గ௝

ሺଵିగ௝ሻ = b0+ b1+ b2+ b3+ b4+ b5+ b6+ b7+ b8+ b9+ b10 Keterangan : గ௝

ሺଵିగ௝ሻ = Pelaksanaan mobilisasi dini Variabel yang memiliki nilai p-value terbesar dikeluarkan secara bertahap sehingga didapatkan variabel dengan nilai p-value < 0,005 artinya kesimpulan constant dari model regresi linier ini signifikan.

3.8. Etika Penelitian Ada beberapa etika yang dilakukan untuk mendukung kelancaran penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Informed consent (Lembar Persetujuan) Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan calon responden dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. Calon responden bersedia menjadi responden maka dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan.

 

43 

2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas) Anonimity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak mencantumkan nama responden dan tanda tangan pada lembar alat ukur, tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Kode yang digunakan berupa nama responden. 3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi) Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau masalah lain yang menyangkut privacy klien. Hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

 

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Analisis Univariat 4.1.1. Karakteristik Responden Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan (n=19) Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) 1. Umur 10.5 12-16 Tahun 2 6 31.6 17-25 Tahun 26-35 Tahun 8 42.1 15.8 36-45 Tahun 3 2. Jenis Kelamin Laki-Laki 10 52.6 Perempuan 9 47.4 3. Pendidikan 4 21.1 Tidak Sekolah 1 5.3 SD SLTP 6 31.6 SLTA 5 26.3 Perguruan Tinggi 3 15.8 4. Pekerjaan Tidak Bekerja 4 21.1 Petani 2 15.8 Buruh 2 15.8 Swasta 3 10.5 Karyawan 7 36.8 N=19 Sumber: data Primer yang di olah, 2015 Berdasarkan Tabel 4.1 distribusi responden berdasarkan umur diketahui jumlah paling sedikit berumur 12-16 tahun sebanyak 2 responden (10%) dan yang paling banyak berumur 26-35 tahun sebanyak 8 responden (42,1%). Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin diketahui jumlah paling sedikit berjenis kelamin perempuan sebanyak 9 responden (47,4%) dan

44 

45 

paling banyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 responden (52,6%). Distribusi responden berdasakan tingkat pendidikan diketahui jumlah paling sedikit berpendidikan SD sebanyak 1 responden (5,3%) dan paling banyak berpendidikan SLTP sebanyak 6 responden (31,6%). Distribusi responden berdasarkan pekerjaan diketahui jumlah paling sedikit bekerja di swasta sebanyak 2 responden (10,5%) dan paling banyak bekerja sebagai karyawan sebanyak 7 responden (36,8%).

4.2. Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasien Post Operasi Appendiktomi 4.2.1. Analisis Faktor Kondisi Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Tabel 4.2 Analisis Uji Chi-Square Faktor Kondisi Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) P-value Normal 19 100.0 .000 Tidak Normal 0 0 Total 19 100.0 Berdasarkan Tabel 4.2 faktor kondisi kesehatan (suhu, tekanan darah, pernafasan, Hb, nyeri) terhadap pelaksanaan mobilisasi dini diketahui 19 (100%) responden memiliki kondisi kesehatan yang normal dengan pvalue 0,000 (p-value < 0,05). 4.2.2. Analisis Faktor Emosi Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Tabel 4.3 Analisis Uji Chi-Square Faktor Emosi Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) P-value Tidak Stabil 6 31.6 .342 Stabil 13 68.4 Total 19 100.0

 

46 

Berdasarkan Tabel 4.3 faktor emosi terhadap pelaksanaan mobilisasi dini diketahui jumlah paling sedikit memiliki emosi tidak stabil sebanyak 6 responden (31,6%) dan paling banyak memiliki emosi stabil sebanyak 13 responden (68,4%) dengan p-value 0,345 (p-value > 0,05). 4.2.3. Analisis Faktor Gaya Hidup Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Tabel 4.4 Analisis Uji Chi-Square Faktor Gaya Hidup Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini (n=19) Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) P-value Negatif 4 21.1 .750 Positif 15 78.9 Total 19 100.0 Berdasarkan Tabel 4.4 faktor gaya hidup terhadap pelaksanaan mobilisasi dini diketahui jumlah paling sedikit memiliki gaya hidup negatif sebanyak 4 responden (21,1%) dan paling banyak memiliki gaya hidup positif sebanyak 15 responden (78,9%) dengan p-value 0,750 (pvalue > 0,05). 4.2.4. Analisis Faktor Dukungan Sosial Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Tabel 4.5 Analisis Uji Chi-Square Faktor Dukungan Sosial Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini (n=19) Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) P-value Ada 19 100.0 .002 Tidak Ada 0 0 Total 19 100.0 Berdasarkan

Tabel

4.5

faktor

dukungan

sosial

terhadap

pelaksanaan mobilisasi dini diketahui semua mendapat dukungan sosial sebanyak 19 responden (100%) dengan p-value 0,002 (p-value < 0,05).

 

47 

4.2.1. Analisis Faktor Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Tabel 4.6 Analisis Uji Chi-Square Faktor Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini (n=19) Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) P-value Pengetahuan Baik 19 100.0 .001 Pengetahuan Kurang 0 0 Total 19 100.0 Berdasarkan Tabel 4.6 faktor pengetahuan terhadap pelaksanaan mobilisasi dini diketahui semua berpengetahuan baik sebanyak 19 responden (100%) dengan p-value 0,001 (p-value < 0,05).

4.3. Analisis Multivariat Pengaruh Kondisi Kesehatan Pasien, Emosi, Gaya Hidup, Dukungan Sosial dan Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasien Post Operasi Appendiktomi Tabel 4.7 Analisis Uji Regression Faktor Mobilisasi Dini (n=19) Kategori Koefisien Regresi Thitung P-value Emosi .749 2.030 .063 Gaya hidup -1.208 -2.365 .562 Dukungan Sosial 1.429 1.674 .002 Pengetahuan .649 .718 001 Kondisi Kesehatan .650 .514 .000 Constant 11.571 1.181 .259 Berdasarkan Tabel 4.7 faktor mobilisasi dini diketahui yang mempunyai pengaruh signifikan yaitu faktor dukungan sosial, pengetahuan dan kondisi kesehatan karena memiliki p-value < 0,05 secara bertahap di dalam uji regresi linier, maka didapatkan hanya 3 variabel yang masuk sebagai prediktor yaitu faktor pengetahuan sebesar (0.649), faktor kondisi kesehatan (suhu, tekanan darah, pernafasan, Hb, nyeri) sebesar (0.650) dan faktor yang paling berpengaruh yaitu faktor dukungan sosial sebesar (1.429).

 

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan umur diketahui yang paling banyak berumur 26-35 tahun sebanyak 8 responden (42,1%). Jenis kelamin diketahui jumlah paling banyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 responden (52,6%). Tingkat pendidikan diketahui paling banyak berpendidikan SLTP sebanyak 6 responden (31,6%). Pekerjaan diketahui jumlah paling banyak bekerja sebagai karyawan sebanyak 7 responden (36,8%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ajidah (2014) karakteristik responden paling banyak berumur 21-30 tahun berjumlah 13 responden dengan total 30 responden, Namun untuk jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan terdapat perbedaan. Menurut peneliti hal ini dapat terjadi karena perbedaan tempat penelitian dan responden yang digunakan peneliti.

5.2. Faktor Kondisi Kesehatan (suhu, tekanan darah, pernafasan, Hb, nyeri) Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Hasil penelitian faktor kondisi kesehatan terhadap pelaksanaan mobilisasi dini diketahui 19 (100%) responden memiliki kondisi kesehatan yang normal. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Yanti (2010) yang memperlihatkan bahwa kondisi kesehatan yang normal tidak mempengaruhi

48 

49 

pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi. Pada penelitian ini mayoritas semua responden tidak mengalami suhu yang abnormal atau demam, sehingga melihat dari kondisi kesehatan pasien seharusnya memungkinkan untuk melakukan ambulasi dini. Dalam masa hospitalisasi, pasien sering memilih untuk tetap ditempat tidur sepanjang hari, meskipun kondisi mereka mungkin membolehkan untuk melakukan aktifitas pergerakan lain (Berger & Williams, 1992 dalam Yanti 2010). Tekanan

darah

pasien

juga

berpengaruh

terhadap

kondisi

kesehatannya. Memperhatikan pusing sementara adalah tindakan pencegahan yang penting saat mempersiapkan pasien untuk ambulasi. Bedrest jangka pendek, terutama setelah cidera atau tindakan pembedahan dapat disertai dengan hipotensi. Hipotensi dapat menyebabkan pasien kurang melakukan aktivitas seperti ambulasi (Perry & Potter, 2009). Tekanan darah pada semua responden adalah normal sehingga peneliti meyakini bahwa mobilisasi dini dapat dilakukan oleh semua responden. Frekuensi pernafasan yang abnormal misalkan pada pasien dispnea selama latihan ambulasi tidak akan tahan melakukan ambulasi seperti pada pasien yang tidak mengalaminya, pada pasien lemah tidak mampu meneruskan aktivitas latihan karena energi besar diperlukan untuk menyelesaikan latihan menyebabkan kelelahan dan kelemahan yang menyeluruh. Hasil penelitian rata-rata frekuensi pernafasan responden berkisar antara 12-20 x/mnt sehingga masih dalam kondisi normal dan tidak ada responden yang mengalami sesak nafas.

 

50 

Menurut pendapat Kozier & Erb (2010) menyatakan bahwa perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem saraf berupa penurunan koordinasi, perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit sehingga mengakibatkan berkurangnya kemampuan seseorang untuk melakukan aktivias dan latihan. Hal ini juga sependapat dengan Perry & Potter (2009) yang menyatakan bahwa seseorang yang mengalami sakit kepala ringan, pusing, kelemahan, kelelahan, kehilangan energi, dispnue dan hampir pingsan kurang mampu untuk melakukan aktivias seperti ambulasi. Kelelahan yang berlebihan

bisa

menyebabkan

pasien

jatuh

atau

mengalami

ketidakseimbangan pada saat latihan. Nyeri yang dirasakan pada responden berintensitas ringan sampai sedang sehingga tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap mobilisasi paska appendiktomi. Menurut Brunner & Suddarth (2002) yang menyatkan kebanyakan pasien merasa takut untuk bergerak setelah paska operasi karena merasa nyeri pada luka bekas operasi. Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005) menyatakan bahwa pasien menjadi ragu-ragu untuk melakukan batuk, nafas dalam, mengganti posisi, ambulasi atau melakukan latihan yang diperlukan. Masalah lain yang sering terjadi adalah ketika pasien merasa terlalu sakit atau nyeri, faktor lain yang menyebabkan mereka tidak mau melakukan mobilisasi dini dan memilih untuk istirahat ditempat tidur (Kozier & Erb, 2010). Pada penelitian ini responden mendapatkan terapi analgetik setelah pembedahan untuk mengurangi nyeri sehingga nyeri yang dirasakan tidak berat. Menurut Brunner & Suddarth (2002) beberapa pasien menyatakan bahwa nyerinya

 

51 

lebih ringan dibanding sebelum pembedahan dan hanya memerlukan jumlah analgetik yang sedikit, harus diupayakan segala usaha untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan.

5.3. Faktor Emosi Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Hasil penelitian faktor emosi terhadap pelaksanaan mobilisasi dini diketahui sebagian besar responden emosinya stabil sebanyak 13 responden (68,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh yanti (2010) yaitu tidak ada pengaruh antara emosi dengan pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi. Menurut Kozier & Erb (2010) yang menyatakan bahwa kondisi psikologis seseorang dapat memudahkan perubahan perilaku yang dapat menurunkan kemampuan ambulasi yang baik, seseorang yang mengalami perasaan tidak nyaman, tidak termotivasi dan harga diri yang rendah akan mudah mengalami perubahan dalam ambulasi. Hal ini didukung Perry & Potter (2005) menyatakan bahwa pasien paska operasi tidak bersemangat karena kurang motivasi untuk melaksanakan ambulasi, penampilan luka, balutan yang tebal akan mengancam konsep diri pasien. Efek pembedahan seperti jaringan parut yang tidak beraturan dapat menimbulkan perubahan citra diri pasien secara permanen, menimbulkan perasaan pasien kurang sempurna sehingga pasien merasa cemas dengan keadaannya dan tidak termotivasi untuk melakukan aktivitas latihan.

 

52 

5.4. Faktor Gaya Hidup Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Hasil penelitian faktor gaya hidup terhadap pelaksanaan mobilisasi dini diketahui sebagian besar responden memiliki gaya hidup positif sebanyak 15 responden (78,9%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh yanti (2010) yaitu tidak ada pengaruh gaya hidup terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan gaya hidup yang positif tidak mempunyai pengaruh signifikan dengan pelaksanaan mobilisasi karena dengan gaya hidup positif belum tentu pasien merasa lebih mudah untuk melakukan mobilisasi dini. Gaya hidup juga mempengaruhi mobilitas, tingkat kesehatan seseorang dapat dilihat dari gaya hidupnya dalam melakukan aktivitas dan mendefinisikan aktivitas sebagai suatu yang mencakup kerja, pola hidup yang positif seperti makan yang teratur, latihan yang teratur, istirahat yang cukup (Oldmeadow, 2006).

5.5. Faktor Dukungan Sosial Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Hasil penelitian faktor dukungan sosial terhadap pelaksanaan mobilisasi dini diketahui semua responden mendapatkan dukungan sosial sebanyak 19 responden (100%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Hoeman (2001), bahwa perlu adanya keluarga, orang terdekat dan perawat yang memberikan dukungan dan bantuan pada pasien dalam melakukan latihan ambulasi dini dapat memfasilitasi proses penyembuhan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Oldmeadow et al (2006) yang menyatakan bahwa

 

53 

dukungan sosial yaitu keluarga, orang terdekat dan perawat sangat mempengaruhi untuk membantu pasien melaksanakan latihan mobilisasi.

5.6. Faktor Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Hasil penelitian faktor pengetahuan terhadap pelaksanaan mobilisasi dini diketahui semua responden berpengetahuan baik. Menurut Brunner & Suddarth (2002) menyatakan bahwa pasien yang sudah diajarkan mengenai gangguan

muskuloskeletal

akan

mengalami

peningkatan

alternatif

penanganan. Informasi mengenai apa yang diharapkan termasuk sensasi selama dan setelah penanganan misalnya adanya balutan dapat memberanikan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan dan penerapan perawatan. Pada penelitian ini responden semua berpengetahuan baik sehingga mobilisasi dini dapat dilaksanakan dengan optimal.

 

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan 1.

Ada hubungan yang signifikan (p-value 0.000< 0.05) antara faktor kondisi kesehatan: suhu, tekanan darah, pernafasan dengan pelaksanaan mobiilisasi dini pasien post appendiktomi.

2.

Tidak ada hubungan (p-value 0.342> 0,05) antara emosi dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi.

3.

Tidak ada hubungan (p-value 0.750> 0,05) antara gaya hidup dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi.

4.

Ada hubungan yang signifikan (p-value 0.002< 0.05) antara dukungan sosial dengan pelaksanaan mobiilisasi dini pasien post appendiktomi.

5.

Ada hubungan yang signifikan (p-value 0.001< 0.05) antara tingkat pengetahuan dengan pelaksanaan mobiilisasi dini pasien post appendiktomi.

6.

Hasil uji statistik regresi linier menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor kondisi kesehatan p-value 0.000 < 0.05, dukungan sosial dengan nilai p-value 0.002 dan pengetahuan dengan nilai p-value < 0,001 terhadap mobilisasi dini pasien post operasi appendiktomi. Ketiga faktor yang berhubungan terdapat faktor yang paling dominan terhadap mobilisasi dini pasien post operasi appendiktomi yaitu faktor dukungan sosial dengan koefisien regresi

54 

55 

sebesar 1.429. Dari beberapa faktor yang diidentifikasi diketahui bahwa tidak ada hubungan signifika antara faktor emosi dan gaya hidup dengan pelaksanaan mobilisasi dinipasien post operasi appendiktomi.

6.2. Saran 1. Bagi Perawat Perawat dan tenaga medis lainnya mampu meningkatkan pemberian motivasi terhadap pasien dan keluarga dalam latihan mobilisasi dini pasien post operasi appendik. 2. Bagi Rumah Sakit Rumah sakit mampu menyediakan penambahan sumber daya berupa media promosi baik berupa cetak maupun media elektronik seperti menyediakan leaflet sebagai pendukung pelaksanaan mobilisasi dini. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi dalam penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini pasien post operasi dan bisa dikembangkan menjadi penelitian kualitatif dengan desain yang berbeda.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Ajidah & yusran Haskas. (2014). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peristaltik Usus pada Pasien Pasca Operasi Laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Kesehatan STIKes Nani Hasanuddin Makassar. vol.3 no. 6 Tahun 2014 ISSN:23021721. Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika Beger & Williams. (2012). Buku Ajar Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika Craven F.R & Hirnle J.C. (2009). Fundamental of Nursing Human, Health and Function (edisi ke 6).USA: Lippincott william & wilkins Dahlan, S. (2013). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Gartland,J.J. (2007). Fundamentals of Orthopaedics.(4th edition).USA: Saunders Company Hidayat, A.A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Hoeman, S.P. (2011). Rehabilitation Nursing (Process Application & out comes (3 th edition).United States Of America : Mosby Inc Jitowiyono & Kristiyanasari. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi Pendekatan Nanda, NIC NOC. Yogyakarta: Nuha Medika Kozier, B & Ebr, G. (2007). Time to Ambulation After Hip Fracture Surgery : Relation Hopitalization Outcomes. http : biomed. gerontologyjournal. org/ cgi/ content/ full/ 58/ 11/ M1042# T02. Kozier. Erb, Berman. Snyder. (2010). Buku Ajar Fondamental Keperawatan :Konsep, Proses & Praktik, Volume : 1, Edisi : 7. Jakarta: EGC Lewis et al. (2010). Medical Surgical Nursing : Assesment and Management of Clinical Problem. (5th edition). Philadelphia: Mosby.

 

 

Marlitasari, Hesti, Ummah, Basirun Al & Iswati, Ning. (2010). Gambaran Penatalaksanaan Mobilisasi Dini Oleh Perawat Pada Pasien Post Appendiktomy Di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 6, No. 2 Oldmeadow,B.L et al. (2006). No Rest for the Wounded: Early Ambulation After Hip Surgery Accelerates Recovery. http:// proquest. umi. com/ pqdweb?did=1682638771&Fmt=3&clienttld=6392&RQT=309&Vna me=PQD Perry.GA & Potter A.P. (2006). Clinical Nursing Skills & Techniques (edition 6). USA : Mosby Potter, P.A, Perry, A. G., Crisp, J. & Taylor, C. (2005). Fundamental of Nursing. Sixth Ed. Philadelphia: Mosby Inc. Setiawati & Dermawan. (2008) . Proses Pendekatan Dalam Pendidikan Kesehatan. Jakarta : Trans Info Media Sjamsuhidayat & De Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC Yanty, Nova Mega. (2009). Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah di RINDU D3 RSUP H.Adam Malik Medan. Skripsi. Universitas Sumatra Utara

 

Faktor apa saja yang mempengaruhi mobilisasi?

Mobilisasi yang dilakukan secara dini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor fisiologis seperti nyeri, peningkatan suhu tubuh, perdarahan, faktor emosional yakni kecemasan, motivasi, social support dan faktor perkembangan yakni usia dan status paritas (A Potter, & Perry, 2006).

Mobilisasi pada pasien apa saja?

Mobilisasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan setelah operasi dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur sampai dengan bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2002).

Apa yang dimaksud dengan mobilisasi dan apa tujuan dari mobilisasi pasien?

Mobilisasi dini adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk membantu pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya sedini mungkin untuk berjalan ( Dewi, 2010). Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur (Alimul, 2009).

Apa yang dimaksud dengan mobilisasi dalam keperawatan?

Mobilisasi merupakan kemampuan pasien untuk bergerak dan berjalan. Pada pasien fraktur dapat terjadi diskontinuitas jaringan tulang yang ditandai dengan nyeri, krepitasi, gangguan mobilisasi, sehingga pasien harus segera dimobilisasikan.