Jelaskan bagaimana kehidupan Sosial dan Ekonomi kerajaan Mataram Islam

tirto.id - Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang merupakan kerajaan yang didirikan oleh Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya sekitar abad ke-8. Kerajaan ini diyakni semula berkembang di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta pada Abad 8-10 Masehi, dengan pusatnya ada di poros Kedu-Prambanan.

Terdapat beberapa prasasti yang menjadi sumber informasi penting mengenai sejarah Kerajaan Mataram Kuno. Di antaranya adalah Prasasti Canggal dan Prasasti Mantyasih.

Prasasti Canggala memuat informasi tentang asal usul Sanjaya yang merupakan anak dari Sanna, seseorang yang berkuasa di tanah Jawa sebelum berdirinya Kerajaan Mataram Kuno.

Selain itu, dalam Prasasti Canggala, terdapat Candrasengkala menggunakan bahasa Sansekerta dan Huruf Palawa yang berbunyi, Cruti Indra Rasa. Arti candrasengkala itu ialah angka tahun 654 Cakra atau 732 Masehi.

Dalam perkembangannya, Kerajaan Mataram Kuno dibagi menjadi 2 periode, yaitu Kerajaan Mataram Kuno masa Jawa Tengah dan Kerajaan Mataram Kuno era Jawa Timur.

Pada periode Jawa Tengah, Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh Wangsa Sanjaya yang berkuasa hingga tahun 732 M dan Wangsa Sailendra yang bertakhta sampai 929 M. Setelah Dyah Wawa sebagai raja terakhir wafat, Mpu Sindok kemudian memindahkan Kerajaan Mataram Kuno ke daerah Jawa Timur.

Dikutip dari buku Sejarah Indonesia: Perkembangan Kehidupan Masyarakat Pemerintahan dan Budaya Pasa Masa Kerajaan Hindu Budha di Indonesia karya Veni Rosfenti (2020:40), tidak diketahui secara pasti akhir riwayat dari Dyah Wawa. Hanya ada keterangan bahwa raja Kerajaan Mataram Kuno setelah Dyah Wawa adalah Mpu Sindok.

Letusan gunung merapi diduga menjadi salah satu alasan perpindahan pusat Kerajaan Mataram Kuno ke wilayah Jawat Timur. Merujuk buku The Geology of Indonesia karya Rein van Bemmelen (1949), letusan besar Gunung Merapi pernah terjadi pada tahun 1006 Masehi.

Baca juga:

  • Sumber Sejarah Kerajaan Medang & Letak Mataram Kuno Era Jawa Tengah
  • Sejarah Kerajaan Medang: Masa Jaya & Candi Peninggalan Mataram Kuno

Selain itu, ada sejumlah faktor lain yang diperkirakan menjadi penyebab pindahnya Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur. Dinukil dari buku The Indianized states of Southeast Asia oleh George Coedes (1968), faktor lain yang menyebabkan terjadinya perpindahan Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur seperti ancaman serangan Kerajaan Sriwijaya dan wilayah yang kurang mendukung sektor ekonomi.

Lokasi Kerajaan Mataram Kuno setelah dipindahkan oleh Mpu Sindok, diperkirakan berada di kawasan Tamwlang (sekitar Jombang, Jawa Timur). Selain memindahkan kerajaan, Mpu Sindok juga mendirikan wangsa baru, yakni Wangsa Isyana pada 928 Masehi. Saat berkuasa, Mpu Sindok memperoleh gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa.

Sementara itu, runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur terjadi karena Peristiwa Mahapralaya. Pada peristiwa itu, Raja Dharmawangsa Teguh sedang menggelar pernikahan putrinya. Hal tersebut tentunya membuat pasukan Kerajaan Mataram Kuno menjadi lengah.

Situasi itu dimanfaatkan oleh Aji Wurawari dari Lwaram (Cepu), yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya, untuk menyerang Kerajaan Mataram Kuno. Penyerangan tersebut berhasil menewaskan Dharmawangsa Teguh sekaligus mengakhiri keberadaan Kerajaan Mataram Kuno.

Kehidupan Sosial Kerajaan Mataram Kuno & Sistem Ekonomi

Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu kerajaan di Jawa yang memiliki corak agraris. Maka itu, mayoritas penduduk Kerajaan Mataram Kuno memiliki mata pencaharian di sektor pertanian.

Bukti bahwa perekonomian Kerajaan Mataram Kuno ditopang oleh sektor agraris adalah keterangan dalam prasasti Canggal yang menjelaskan bahwa tanah Jawa kaya akan padi. Selain itu, wilayah Kerajaan Mataram Kuno memiliki banyak sungai dan dataran subur, baik saat periode Jawa Tengah maupun Jawa Timur.

Kehidupan Sosial-Budaya penduduk Kerajaan Mataram Kuno juga terbilang maju. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya peninggalan, terutama berupa candi. Contoh 2 candi peninggalan era Mataram Kuno yang hingga kini masih kesohor adalah Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Baca juga:

  • Sejarah Runtuhnya Kerajaan Giri Kedaton oleh Mataram Islam
  • Sejarah Kerajaan Mataram Kuno, Lokasi, & Nama Raja-Raja di Jawa

Candi Borobudur terletak Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi tersebut, didirikan ketika Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra berkuasa di Mataram Kuno. Candi Borobudhur ialah bangunan tempat ibadah agama Buddha.

Sedangkan Candi Prambanan merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang dibangun pada era kekuasaan Rakai Pikatan. Pembangunan Candi Prambanan dapat diselesaikan ketika Raja Daksa berkuasa.

Candi Prambanan terletak di Kranggan, Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Prambanan banyak terpengaruh corak dari agama Hindu.

Sistem sosial-politik masyarakat Mataram Kuno hingga kini masih terus dipelajari, mengingat terbatasnya sumber sejarah yang bisa digali informasinya. Adapun merujuk kajian Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya, Sejarah Kajian Terpadu; Jilid III: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris (1996), sejumlah prasasti yang berasal dari abad 8 M menunjukkan bahwa organisasi komunitas desa menjadi fondasi masyarakat Mataram Kuno.

Menurut Lombard, prasasti-prasasti tersebut memperlihatkan bahwa, pada abad 8 M, Jawa Tengah menjadi arena kontestasi sejumlah penguasa yang berhasil mempersatukan dan menguasai sejumlah wanua (komunitas desa).

Mereka yang berhasil menjadi pemimpin sejumlah wanua menerima gelar rakai atau rakryan. Mereka membawahi sejumlah rama, pembesar di tingkat wanua. Federasi regional beberapa wanua itu disebut watak.

Nama dari tiap watak akan disematkan pada rakai yang menjadi pemimpinnya. Sebagai misal, nama Rakai Pikatan menunjukkan bahwa pemilik gelar itu menjadi penguasa daerah Pikatan. Untuk meningkatkan prestisnya sebagai penguasa federasi wanua, para rakai kerap berlomba membangun bangunan-bangunan suci, seperti candi.

Baca juga artikel terkait SEJARAH KERAJAAN atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/add)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

a. Kehidupan Sosial-Budaya

Antara tahun 1614 hingga 1622, Sultan Agung mendirikan keraton baru di Kartasura, sekitar 5 km dari Keraton Kotagede. Ia memperkuat militer, berhasil mengembangkan kesenian, serta pertukangan. Selain itu, ia pun membangun komplek pemakaman raja-raja Mataram di Bukit Imogiri. Kalender Jawa ia ganti dengan sistem kalender Hijriah. Pada tahun 1639, sultan ini mengirim utusannya ke Mekah. Setahun kemudian, 1640, utusan Mataram ini membawakan gelar baru bagi Sultan Agung dari syarif di Mekah. Gelar baru itu adalah Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani.

Seperti halnya ibukota kerajaan Islam lainnya, ibukota Mataram memiliki ciri khas kota berarsitekturkan gaya Islam. Tata letak istana atau keraton senantiasa berdekatan dengan bangunan masjid. Letak keraton biasanya dikelilingi benteng dengan pospos pertahanan di berbagai penjuru angin. Di luar pagar benteng terdapat parit bautan yang berfungsi sebagai barikade pertahanan ketika menghadapi lawan. Parit buatan ini berfungsi juga sebagai kanal, tempat penampungan yang memasok air ke dalam kota.

Pada masa Paku Buwono II ini di istana Surakarta terdapat seorang pujangga bernama Yasadipura I (1729-1803). Yasadipura I dipandang sebagai sastrawan besar Jawa. Ia menulis empat buku klasik yang disadur dari bahasa Jawa Kuno (Kawi), yakni Serat Rama, Serat Bharatyudha, Serat Mintaraga, serta Arjuna Sastrabahu. Selain menyadur sastra-sastra Hindu-Jawa, Yasadipura I juga menyadur sastra Melayu, yakni Hikayat Amir Hamzah yang digubah menjadi Serat Menak. Ia pun menerjemahkan Dewa Ruci dan Serat Nitisastra Kakawin. Untuk kepentingan Kasultanan Surakarta, ia menerjemahkan Taj as-Salatin ke dalam bahasa Jawa menjadi Serat Tajusalatin serta Anbiya. Selain buku keagamaan dan sastra, ia pun menulis naskah bersifat kesejarahan secara cermat, yaitu Serat Cabolek dan Babad Giyanti.

b. Kehidupan Ekonomi

Posisi ibukota Mataram di Kota Gede yang berada di pedalaman menyebabkan Mataram sangat tergantung kepada hasil pertanian. Dengan kehidupan masyarakat yang agraris membentuk tatanan masyarakat sistem feodal. Bangsawan, priyayi dan kerabat kerajaan yang memerintah suatu wilayah diberi tanah garapan yang luas, sedangkan rakyat bertugas untuk mengurus tanah tersebut. Sistem ini melahirkan tuan tanah yang menganggap menguasai wilayahnya.

Kehidupan kerajaan Mataram mengandalkan dari agraris, sedangkan daerah pesisir pantai di wilayah yang dikuasai tidak dimanfaatkan. Dengan mengandalkan dari pertanian, Mataram melakukan penaklukan ke beberapa kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dan Jawa Barat. Dengan menarik upeti dari wilayah-wilayah penghasil beras menyebabkan perekonomian berkembang dengan cepat. Keadaan tersebut tidaklah menguntungkan bagi rakyat, karena mereka seakan-akan diperlakukan tidak benar oleh penguasa. Tidaklah mengherankan apabila banyak yang melarikan diri dari wilayah kekuasaan Mataram atau terjadinya pemberontakan.

Apa yang dilakukan penyelarasan iPod? Apa yang dilihat McQueary? Apa yang dimaksud dengan catatan DNS untuk domain? Apa yang dimaksud dengan Jo dalam pekerjaan? Apa yang dimaksud dengan karakter yang baik? Apa yang dimaksud dengan kolom & balok dalam konstruksi? Apa yang dimaksud dengan kualitas dalam diri seseorang? Apa yang dimaksud dengan lupa kata-kata? Apa yang dimaksud dengan mikro organisme? Apa yang dimaksud dengan pendapatan tahunan yang tinggi?

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA