Istri nabi ibrahim yang melahirkan nabi ismail adalah

Jakarta -

Nabi Ishaq AS adalah keturunan dari Nabi Ibrahim AS dengan istrinya yang bernama Siti Sarah.

Kelahiran Nabi Ishaq AS merupakan mukjizat dari Allah SWT karena kedua orang tuanya sudah lanjut usia.

Dikutip dalam buku Kisah Nabi Ishaq AS: Rasul yang Kesalehannya Dipuji Allah SWT, dikisahkan bahwa Siti Sarah tidak bisa memiliki keturunan alias mandul. Hingga pada suatu saat kabar gembira datang ketika keduanya sudah berusia lanjut dan disebutkan dalam banyak riwayat berusia 90 tahun.

Nabi Ibrahim AS tak henti-hentinya berdoa memohon kepada Allah SWT agar dikaruniai keturunan dari istri pertamanya itu setelah sebelumnya dikaruniai keturunan Ismail AS dari istri keduanya, Siti Hajar.

Atas ketekunan dan kepasrahan Nabi Ibrahim AS, akhirnya Allah mengabulkan doa yang senantiasa dipanjatkan rasul-Nya itu. Allah SWT menyampaikan berita gembira ini lewat malaikat-Nya.

Datangnya Malaikat Menyampaikan Kabar Kelahiran Ishaq AS

Kisah datangnya utusan Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim AS dan istrinya diceritakan dalam Q.S Hud ayat 69-75.

Allah SWT berfirman dalam Q.S Hud ayat 69 sebagai berikut,

وَلَقَدْ جَآءَتْ رُسُلُنَآ إِبْرَٰهِيمَ بِٱلْبُشْرَىٰ قَالُوا۟ سَلَٰمًا ۖ قَالَ سَلَٰمٌ ۖ فَمَا لَبِثَ أَن جَآءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ

Artinya: "Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: 'Selamat'. Ibrahim menjawab: 'Selamatlah,' maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang."

Ibrahim AS merasa takut dengan tingkah tamunya yang aneh tidak seperti manusia pada umumnya. Bahkan tamunya sama sekali tidak mencicipi hidangan yang disuguhkan oleh Ibrahim AS.

Setelah itu, berkatalah tamu Ibrahim AS yang tidak lain adalah malaikat-malaikat utusan Allah SWT. Mereka diutus untuk menyampaikan kabar kelahiran Ishaq AS sekaligus untuk mendatangi kaum Nabi Luth AS.

Ketakutan Nabi Ibrahim AS diceritakan dalam Al Quran pada surat Hud ayat 70 sebagai berikut,

فَلَمَّا رَءَآ أَيْدِيَهُمْ لَا تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً ۚ قَالُوا۟ لَا تَخَفْ إِنَّآ أُرْسِلْنَآ إِلَىٰ قَوْمِ لُوطٍ

Artinya: "Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: "Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth".

Kabar yang disampaikan para malaikat itu tentu membuat Nabi Ibrahim AS dan istrinya terkejut. Mereka berpikir bagaimana mungkin mereka yang sudah lanjut usia akan memiliki seorang anak laki-laki.

Namun keduanya percaya bahwa kebesaran Allah SWT itu nyata. Termasuk hal yang tidak masuk akal pikiran manusia sekali pun. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Adz-Dzariyat ayat 30,

قَالُوا۟ كَذَٰلِكِ قَالَ رَبُّكِ ۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْحَكِيمُ ٱلْعَلِيمُ

Artinya: "Mereka berkata: "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan" Sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui."

Kelahiran Nabi Ishaq AS merupakan karunia kepada Nabi Ibrahim AS yang telah memerangi para penyembah berhala. Allah SWT berfirman dalam Q.S Maryam ayat 49,

فَلَمَّا ٱعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ ۖ وَكُلًّا جَعَلْنَا نَبِيًّا

Artinya: "Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya'qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi."

Allah SWT juga berfirman dalam Q.S Al-Hijr ayat 53, bahwa kelak Nabi Ishaq AS akan menjadi orang yang alim.

قَالُوا۟ لَا تَوْجَلْ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَٰمٍ عَلِيمٍ

Artinya: "Mereka berkata: "Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim."

Kisah Nabi Ishaq berikutnya dapat diklik pada halaman berikutnya

Siti Hajar (bahasa Arab: هاجر; Hājar) adalah istri Nabi Ibrahim as dan ibunda Nabi Ismail as. Sebelum itu, ia adalah budak raja Mesir yang telah dihadiahkan kepada Siti Sarah, istri Nabi Ibrahim as yang pertama. Sarah menghadiahkan Siti Hajar kepada Nabi Ibrahim as. Setelah beberapa masa berlalu, Siti Hajar melahirkan Nabi Ismail as.

Setelah kelahiran Nabi Ismail as, Siti Sarah merasa sedih menyaksikan Siti Hajar melahirkan seorang anak, sedangkan dirinya belum melahirkan anak. Lantaran kecemburuan Siti Sarah, Nabi Ibrahim as memperoleh perintah dari Allah untuk memindahkan Siti Hajar dan Nabi Ismail as dari negeri Syam ke negeri Makkah yang kala itu hanyalah sebuah padang pasir kering kerontang dan tak berpenghuni. Sesuai riwayat kitab Taurat, Siti Hajar berhijrah ke Makkah setelah Nabi Ishak as lahir dan tanpa ditemani Nabi Ibrahim as. Namun riwayat ini bertentangan dengan sumber-sumber referensi Islam.

Garis Keturunan

Menurut sebuah riwayat, Siti Hajar adalah seorang putri raja Mesir. Setelah sekelompok penduduk 'Ain al-Syams memberontak, ia diperbudak dan dijual kepada raja Mesir yang baru.[1] Menurut sebuah riwayat sejarah, Nabi Muhammad saw memerintahkan kepada seluruh sahabat supaya memperlakukan penduduk Mesir dengan lemah lembut lantaran Siti Hajar berasal dari kalangan mereka.[2]

Siti Hajar, Hadiah Raja Mesir untuk Siti Sarah

Menurut catatan riwayat Islam, Nabi Ibrahim as memperoleh perintah dari Allah pada usia 70 tahun supaya berhijrah dari Babilonia.[3] Untuk itu, ia pergi ke Mesir bersama Siti Sarah, Nabi Luth as yang masih keponakannya dan sebagian pengikutnya. Raja Mesir terpanah oleh Siti Sarah dan Nabi Ibrahim as melakukan taqiyah dengan memperkenalkan diri sebagai saudara Siti Sarah. Menurut riwayat Ibnu Atsir, setiap kali raja Mesir ingin berbuat jahat terhadap Siti Sarah, tangannya menjadi kaku. Kejadian ini terulang sebanyak tiga kali. Raja Mesir pun meminta doa kepada Siti Sarah supaya tangannya pulih seperti semula. Setelah doa terkabul, raja Mesir memerdekan Siti Sarah dan menghadiahkan Siti Hajar yang merupakan seorang budak Koptik kepadanya.[4]

Menurut Allamah Thabathaba'i, fakta bahwa Ibrahim memperkenalkan Sarah sebagai saudara perempuannya tidak sesuai dengan posisi kenabian. Ini adalah salah satu kontradiksi dari Taurat saat ini, yang juga telah dimasukkan dalam sumber sejarah dan hadits Ahlusunah.[5] Namun, Allamah Thabathaba'i, mengacu pada hadits yang dikutip dari kitab al-Kafi, mengatakan bahwa Ibrahim as memperkenalkan Sarah sebagai istrinya, dan setiap kali tangan raja menjadi kaku dan mati rasa, itu adalah doa Ibrahim as yang menyembuhkan tangan raja.[6]

Peristiwa Hijrah dari Syam ke Makkah

Nabi Ibrahim as tidak memiliki anak dari Siti Sarah. Untuk itu, Siti Sarah menghadiahkan Siti Hajar kepada Nabi Ibrahim as dengan harapan supaya bisa melahirkan seorang anak. Setelah Nabi Ismail as lahir,[7] peristiwa ini membuat Siti Sarah marah dan cemburu karena ia tidak bisa melahirkan seorang anak.[8] Untuk itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim as supaya menghijrahkan Siti Hajar dan Nabi Ismail as ke negeri Makkah.[9] Nabi Ibrahim as pun memindahkan mereka ke negeri Makkah yang kala itu hanyalah sebuah negeri kering kerontang dan tak berpenghuni. Ia meninggalkan mereka di sebuah tempat yang sekarang menjadi tempat Kakbah dibangun di dekat sumur Zamzam.[10] Nama Siti Hajar memang tidak disebutkan dalam Alquran. Akan tetapi, surah Ibrahim menyebutkan kisah hijrahnya dari Syam ke Makkah.[11]

Siti Hajar berkata kepada Nabi Ibrahim,

"Apakah kamu akan meninggalkan kami di sebuah negeri yang tak berpenghuni, tak berair, dan tak memiliki bahan pangan?" Nabi Ibrahim as menjawab, "Allah yang telah memerintahkanku untuk bertindak demikian akan mencukupkan kalian."[12]

Menurut sebuah riwayat dari Imam Shadiq as, setelah Nabi Ibrahim as meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail as di negeri Makkah, Nabi Ismail as tercekik kehausan. Dengan harapan memperoleh air, Siti Hajar berlarian kecil dari bukit Shafa hingga bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Akan tetapi, ia tidak menemukan setetes pun air. Ketika mendekati Nabi Ismail as, Siti Hajar menyaksikan Nabi Ismail as memukul-mukulkan kakinya ke atas tanah lantaran kehausan. Dan air pun memancar dengan deras dari bawah kakinya. Sumber ini dikenal dengan nama Zamzam. Peristiwa ini telah diabadikan sebagai kewajiban melalukan sa'i sebanyak tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah dalam ibadah haji.[13]

Menurut sumber-sumber riwayat Islam, Siti Hajar berhijrah sebelum Nabi Ishak lahir dan lantaran kecemburuan Siti Sarah.[14] Sedangkan menurut penuturan kitab Taurat, Siti Hajar berhijrah setelah Nabi Ishak as lahir.[15] Kitab Taurat menjelaskan faktor mengapa Siti Hajar berhijrah dari Syam ke Makkah sebagai berikut:

Siti Sarah menyaksikan Ismail mengganggu Ishak. Ia berkata Ibrahim, "Anak dari budak ini tidak akan mewarisimu selama anakku, Ishak ada. Usirlah dia dan anaknya dari rumah."[16]

Menurut riwayat Alkitab, berbeda dengan riwayat-riwayat Islam,[17] Nabi Ibrahim as tidak menemani Siti Hajar dan Nabi Ismail as dalam peristiwa hijrah ini.[18]

Wafat

Menurut sebuah riwayat, Siti Hajar meninggal dunia pada usia 90 tahun.[19] Menurut hadis dari Imam Shadiq as, Nabi Ibrahim as menguburkan Siti Hajar di Hijr Ismail dan meninggikan kuburannya. Ia juga membangun sebuah tembok di sekeliling kuburan ini supaya tidak dilewati oleh penduduk.[20]

Menurut penegasan beberapa hadis, demi menghormati Siti Hajar, orang-orang bertawaf di sekeliling Hijr Ismail dan tidak boleh memasukinya supaya tidak menginjak-injak kuburan wanita agung ini.[21]

Catatan Kaki

  1. Al-Balʻami, Tarikh-nameh-ye Thabari, 1373 S, jld. 3, hlm. 503.
  2. Ibnu Atsir, al-Kamil, 1385 H, jld. 1 , hlm. 101.
  3. Ibnu Atsir, al-Kamil, 1385 H, jld. 1 , hlm. 100.
  4. Ibnu Atsir, al-Kamil, 1385 H, jld. 1 , hlm. 101.
  5. Thabathabayi al-Mizan, jld. 7, hlm. 226-229.
  6. Thabathabayi al-Mizan, jld. 7, hlm. 231-232.
  7. Ibnu Atsir, al-Kamil, 1385 H, jld. 1 , hlm. 101.
  8. Allamah Thabathaba'i, al-Mizan, 1417 H, jld. 1, hlm. 288.
  9. Allamah Thabathaba'i, al-Mizan, 1417 H, jld. 1, hlm. 288.
  10. Allamah Thabathaba'i, al-Mizan, 1417 H, jld. 1, hlm. 288.
  11. QS. Ibrahim 14:37.
  12. Al-Qummi, Tafsir al-Qummi, 1404 H, jld. 1, hlm. 60.
  13. Syaikh Shaduq, Ilal al-Syara'i, 1385 S, jld. 2, hlm. 432.
  14. Allamah Thabathaba'i, al-Mizan, 1417 H, jld. 1, hlm. 288.
  15. Alkitab, Kejadian 21:9-12.
  16. Alkitab, Kejadian 21:9-12.
  17. Syaikh Shaduq, Ilal al-Syarayi, 1385 S, jld. 2, hlm. 432; Al-Qummi, Tafsir al-Qummi, 1404 H, jld. 1, hlm. 60.
  18. Alkitab, Kejadian 21:9-12.
  19. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, 1410 H, jld. 1, hlm. 44.
  20. Syaikh Shaduq, Ilal al-Syara'i, 1385 S, jld. 2, hlm. 37.
  21. Syaikh Shaduq, Man La Yahdhuruh al-Faqih, 1413 H, jld. 2, hlm. 193.

Referensi

  • Alquran.
  • Kitab Suci.
  • Ibnu Atsir. Al-Kamil fi al-Tarikh. Beirut: Dar Shadir.
  • Ibnu Sa'ad. Al-Thabaqat al-Kubra, dikoreksi oleh Muhammad Abdulqadir 'Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.
  • Al-Bal'ami. Tarikh-nameh-ye Thabari, diteliti ulang oleh Muhammad Rousyan, Teheran: Penerbit Alborz.
  • Syaikh Shaduq, Muhammad bin Ali. Ilal al-Syarayi. Qom: Toko Buku Dawari.
  • Syaikh Shaduq, Muhammad bin Ali. Man La Yahdhuruh al-Faqih, revisi Ali Akbar Ghaffari. Qom: Kantor Entesyarat-e Eslami beraviliasi dengan Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom.
  • Allamah Thabathaba'i, Muhammad Husain. Al-Mizan fi Tafsir Alquran. Qom: Maktabah al-Nasyr al-Islami, 1417 H.
  • Al-Qummi, Ali bin Ibrahim. Tafsir al-Qummi, revisi Thayyib Musa al-Jaza'iri. Qom: Dar al-Kitab.
  • Al-Kulaini, Muhammad bin Yakub. Al-Kafi. Tehran: Eslamiyyeh, 1407 H.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA