Di bawah ini yang dimaksud jual beli sistem putus adalah

Sistem konsinyasi dan beli putus merupakan dua jenis sistem kerjasama yang biasa diterapkan dalam bisnis fashion. Buat anda yang mau tahu lebih detail lagi mengenai definisi serta keuntungan dan kerugian dari kedua sistem tersebut langsung simak pembahasan berikut yuk.

Beberapa point penting yang akan dibahas dalam artikel ini diantaranya:

  • Kerjasama Bisnis Fashion
  • Jenis-Jenis Sistem Kerjasama
  • Kesimpulan

Kerjasama Bisnis Fashion

Kerjasama bisnis fashion dapat didefinisikan sebagai serangkaian metode untuk menawarkan suatu produk fashion (baik itu pakaian dan aksesoris) yang didalamnya memuat konsep atau mekanisme kerja sistematis agar tercapai penjualan yang stabil dan berkesinambungan.

Dalam pelaksanaannya,  penjualan  sendiri  tak  akan  dapat  dilakukan  tanpa adanya pelaku yang bekerja didalamnya seperti agen, pedagang dan tenaga pemasaran.

  • Jika angka penjualannya tinggi berarti pelanggan banyak yang membutuhkan barang yang dijual.
  • Sebaliknya jika angka penjualannya kecil berarti sedikit orang yang membutuhkan barang tersebut.

Di bawah ini yang dimaksud jual beli sistem putus adalah

Sumber : https://sourcingjournal.com/

Jenis-Jenis Sistem Kerjasama

Terkait dengan penerapannya dalam bisnis fashion, setidaknya dikenal dua tipe sistem kerjasama yang cukup populer yakni sistem beli putus dan sistem konsinyasi. Untuk mengetahui perbedaan kedua sistem tersebut lebih jelasnya anda bisa menyimak pembahasan berikut.

1. Sistem Beli Putus

Sistem beli putus merupakan model bisnis yang menerapkan prinsip pembelian barang dagangan dari pemilik produk dan seluruh risiko terkait barang ditanggung oleh pihak buyer. Sistem ini berlaku baik untuk penjualan yang dilakukan dengan cash atau kredit.

  • Sistem beli putus biasa dilakukan oleh pihak yang membeli barang dari pihak supplier atau pemilik produk secara penuh.
  • Pemilik produk hanya akan menerima satu kali pembayaran saja yaitu pembayaran di muka ketika kesepakatan sudah disetujui dan kontrak jual beli sudah ditandatangani.
  • Besarnya harga jual suatu produk bisa diatur tergantung kesepakatan antara pemilik produk dan buyer.
  • Strategi beli putus tidak melibatkan adanya kontrak dengan supplier atu pemilik produk.

Prinsip yang diterapkan dalam sistem beli putus sendiri secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut.

  • Perencanaan pembelian oleh merchandiser departement store/butik.
  • Pembelian di ajang fashion trade/fashion week.
  • Pemesanan produk.
  • Mutu dan pre-delivery check.
  • Pengiriman.
  • Distribusi.
  • Penjualan ke konsumen.

Keuntungan sistem beli putus bagi pemilik produk diantaranya:

  • Pemilik produk bisa mendapatkan harga beli dari buyer dan kuota produksi produk sesuai kesepakatan.
  • Pemilik produk bisa memperkirakan modal produksi yang harus dikeluarkan untuk memenuhi pesanan.
  • Karena sudah ada kesepakatan, nantinya tidak akan ada barang sisa yang tidak laku.
  • Harga jualnya juga bisa ditekan karena tidak ada biaya tak terduga lainnya dari buyer.

Kerugian sistem beli putus bagi pemilik produk yaitu jika produk ternyata tidak laku dijual di department store atau toko, buyer pasti tidak akan membeli atau memesan barang lagi.

Untuk bisa bertahan dengan sistem kerjasama seperti ini produsen atau pemilik produk mau tidak mau harus lebih kreatif dalam menciptakan desain produk yang unik, modern dan memiliki ciri khas tersendiri bukan hanya sekedar ikut trend agar busana laku di pasaran.

2. Sistem Konsinyasi

Sistem konsinyasi adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pemilik barang (consignor) dengan penjual (consignee) dimana pemilik barang menyerahkan barangnya kepada penjual. Strategi bisnis seperti ini sangat efektif bagi pemilik produk asal tepat memilih penyalur (toko) yang sesuai dengan target pasar.

Sedikit berbeda dengan sistem beli putus yang menerapkan pembayaran di awal, sistem konsinyasi sendiri tidak memerlukan harga modal karena secara kepemilikan barang masih menjadi milik supplier.

  • Dalam sistem konsinyasi, pihak pemilik produk secara suka rela menitipkan barangnya kepada pihak penjual.
  • Dengan menitipkan barang ke penjual artinya barang atau suatu produk menjadi lebih dekat kepada konsumen akhir.
  • Penjual atau consignee akan dianggap membeli persediaan setelah mereka berhasil menjual kembali produk ke konsumen.
  • Uang hasil jualan dan komisi akan dibagikan tergantung dengan kerjasama yang dilakukan.
  • Bayar sesuai penjualan (waktu nyata).
  • Bayar sesuai penjualan selama periode yang ditentukan sebelumnya misal seminggu sekali atau sebulan sekali.
  • Penjual tidak bisa menaikkan harga sebab komisi yang mereka dapatkan sudah ditentukan oleh pemilik produk.

Dalam ruang lingkup bisnis, sistem konsinyasi ini umum diberlakukan di departemen store lantaran dinilai memiliki manfaat yang sangat besar terhadap kelangsungan bisnis mereka. Manfaat sistem konsinyasi yang dimaksud yaitu :

  • Efektif untuk pengenalan produk baru.
  • Pengenalan lini produk fashioin yang ada ke channel penjualan baru.
  • Pengenalan produk fashion yang sangat mahal dengan segmen penjualan terbatas.

Adapun prinsip yang diterapkan dalam sistem konsinyasi sendiri secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut.

  • Desainer mempresentasikan konsep.
  • Departement store memberikan persetujuan area penjualan.
  • Penentuan margin (komisi).
  • Pembuatan produk.
  • Distribusi.
  • Penjualan.

Dilihat dari sisi ekonomisnya pun model bisnis fashion dengan sistem konsinyasi sebenarnya juga memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri yang akan berdampak kepada pihak yaitu pemilik produk dan penjualnya.

Keuntungan sistem konsinyasi bagi pemilik produk diantaranya:

  • Pemilik produk tidak perlu bingung memikirkan penjualan.
  • Pemilik produk tidak perlu membayar gaji pegawai.
  • Pemilik produk bisa lebih fokus untuk pengembangan produk.

Kerugian sistem konsinyasi bagi pemilik produk diantaranya:

  • Pemilik produk tidak bisa mengontrol penjualan.
  • Barang bisa dikembalikan tanpa terjual.
  • Resiko produk untuk tidak terjual cukup besar.
  • Barang yang dititipkan pada penjual bisa rusak.

Keunggulan sistem konsinyasi bagi penjual diantaranya:

  • Penjual tidak perlu bingung memikirkan stok barang.
  • Penjual tidak perlu khawatir rugi karena jika tidak laku produk bisa dikembalikan.
  • Penjual mendapat komisi dari laba penjualan produk kosinyasi tanpa mengeluarkan modal.
  • Penjual bisa menyediakan stok produk dengan beragam varian dan display produk di toko terlihat banyak.

Kerugian sistem konsinyasi bagi penjual diantaranya:

  • Penjual tidak bisa mark up atau menaikkan harga jual suatu produk.
  • Penjual tidak bisa menjual produk lain (bukan brand sendiri).
  • Jika produk tidak terjual, mereka tidak akan mendapat untung.

Dalam menjalankan sistem konsinyasi pun ada banyak sekali hal penting yang harus diperhatikan oleh pemilik produk, beberapa diantarannya:

  • Pilihlah toko atau tempat yang letaknya strategis agar produk cepat terjual dipasaran.
  • Jalin hubungan yang baik dengan pemilik toko agar proses kerja sama dapat dilakukan dengan lebih mudah.  
  • Kembangkan partner bisnis agar penjualan dapat meningkat.
  • Lakukan evaluasi secara rutin untuk meningkatkan kualitas serta performa penjualan.

Kesimpulan

Demikian pembahasan singkat mengenai tipe-tipe sistem kerjasama dalam bisnis fashion yang dapat kami bagikan untuk anda. Jadi intinya kalau pada sistem konsinyasi produk yang datang akan dibayar pada akhir periode, maka pada sistem beli putus pembayaran justru dilakukan di awal tanpa ada kontrak jangka panjang.

Mau belajar mendesain dan membuat baju sendiri tapi masih bingung harus memulainya dari mana?. Sebagai referensi anda bisa mendownload E-Book dan Video Tutorial yang kami miliki.

Semoga bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bintang, Sanusi.1998. Hukum Hak Cipta. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti.

Djumana, Muhammad dan R. Djubaedillah.1997. Hak Milik Intelektual:

Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Goldstein, Paul.1997. Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Hasibuan, Otto. 2008. HakCipta di Indonesia: Tinjauan Khusus Hak

Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society. Bandung: PT. Alumni.

Lindsey, Tim dkk. 2011. Hak Kekayaan Intelektual SuatuPengantar.

Bandung: PT.Alumni.

Lutviansori, Arif.2010. Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di

Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Margono, Suyud dan Amir Angkasa. 2002. Komersialisasi Aset Intelektual

Aspek Hukum Bisnis. Jakarta: PT. Grasindo.

Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Surabaya: Prenada

Media Group.

Maulana, Insan Budi. 2005.Biang lala HaKI (Hak Kekayaan Intelektual).

Jakarta: PT. Hecca Mitra Utama.

Miru, Achmadi. 2010. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Muhammad, Abdul kadir. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan

Intelektual. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2004. Seri Hukum Harta

Kekayaan: Kedudukan Berkuasa dan Hak Milik. Jakarta: Prenada Media.

Munandar, Haris dan Sally Sitanggang. 2008. Mengenal HAKI Hak

Kekayaan Intelektual

Hak Cipta, Paten, Merekdan Seluk-beluknya. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Purba, Achmad Zen Umar.2005.Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs.

Bandung: PT. Alumni.

Purwaningsih, Endang. 2005. Perkembangan Hukum Intellectual Property

Rights. Bogor: Ghalia Indonesia.

R. Soeroso. 2008.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Rahardi, Sapto. 2007. Kejahatan Kerah Putih Terhadap HaKI. Bandung:

Alumni Bandung.

Ramli, M. Ahmad dan Fathurahman. 2005.Independen dalam Perspektif

Hukum Hak Cipta dan Hukum Perfilman Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Riswandi, Agus Budi dan M. Syamsudin.2004. Hak Kekayaan Intelektual

Dan Budaya Hukum. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.

Saidin, OK.,2007. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual

Property Rights). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sardjono, Agus. 2006. Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan

Tradisional. Bandung: PT. Alumni.

Soelistyo, Henry. 2011.Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Subekti.1995. Aneka Perjanjian. Bandung: PT. Citra AdityaBakti.

Sunggono, Bambang. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

Supramono, Gatot. 2010. Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sutedi, Adrian.2009.HakAtas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar

Grafika.

Usman, Rachmadi.2003.Hukum HakAtas Kekyaaan Intelektual:

Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia.Bandung: PT.Alumni.

B. PerturanPerundang-Undangan

Undang-UndangNomor 28 Tahun 2014 TentangHakCipta

KitabUndang-UndangHukumPerdata