Di bawah ini negara yang tidak terlibat dalam berdirinya GNB atau Gerakan Non-Blok adalah

Di bawah ini negara yang tidak terlibat dalam berdirinya GNB atau Gerakan Non-Blok adalah
Ilustrasi Bendera Indonesia. ©2016 Merdeka.com

JATIM | 13 Oktober 2021 15:00 Reporter : Edelweis Lararenjana

Merdeka.com - GNB atau Gerakan Non-Blok adalah sebuah organisasi yang diciptakan dengan tujuan sebagai sarana bagi negara dunia ketiga menghadapi kubu Barat dan kubu Timur yang sedang bertikai pada saat itu, demi tercapainya perdamaian dan keamanan dunia. GNB sendiri adalah kekuatan multipolar yang menentang dominasi kekuatan bipolar pada masa Perang Dingin.

Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang dilaksanakan di Bandung pada tahun 1955 adalah proses awal lahirnya GNB. KAA diselenggarakan pada tanggal 18 - 24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 Kepala Negara dan Kepala Pemerintah dari benua Asia dan Afrika yang baru saja merdeka. GNB bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendalami permasalahan dunia dan berupaya memformulasikan kebijakan bersama negara-negara baru tersebut pada tatanan hubungan internasional.

Indonesia sendiri adalah negara yang sangat berperan penting dalam proses berdirinya organisasi ini. GNB telah menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam pendiriannya. Berikut penjelasan selengkapnya mengenai sejarah pembentukan dan tujuan GNB yang menarik dipelajari.

2 dari 4 halaman

Penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955 adalah proses awal lahirnya GNB. Dalam proses ini, terdapat beberapa tokoh yang memegang peran kunci sejak awal. Mereka adalah Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini kemudian dikenal sebagai para pendiri GNB.

Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955 itu merupakan hasil dari pertemuan lima kepala negara yang sebelumnya berkumpul di Kolombo (Sri lanka) pada tanggal 28 April–2 Mei 1952. Pertemuan lantas dilanjutkan di Istana Bogor pada tanggal 29 Desember 1954.

Dua pertemuan atau konferensi inilah menjadi cikal bakal diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada 18 April – 25 April 1955. Dalam konferensi ini, telah hadir setidaknya dari 29 negara Asia dan Afrika. Konferensi Asia-Afrika inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Gerakan Non Blok (GNB).

3 dari 4 halaman

Dilansir dari kemlu.go.id, GNB sebagai sebuah organisasi berdiri saat diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I GNB di Beograd, Yugoslavia, pada 1-6 September 1961. KTT I GNB dihadiri oleh 25 negara yakni Afghanistan, Algeria, Yaman, Myanmar, Kamboja, Sri Lanka, Kongo, Kuba, Cyprus, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Arab Saudi, Somalia, Sudan, Suriah, Tunisia, dan Yugoslavia.

Dalam KTT I GNB, negara-negara pendiri berketetapan untuk menciptakan suatu gerakan, bukan suatu organisasi, untuk menghindarkan diri dari implikasi birokratis dalam membangun upaya kerja sama di antara mereka.

Pada KTT I GNB ini juga ditegaskan bahwa GNB tidak diarahkan pada suatu peran pasif dalam politik internasional, tetapi untuk memformulasikan posisinya sendiri secara independen yang merefleksikan kepentingan negara-negara anggotanya.

4 dari 4 halaman

Tjuan GNB pada awalnya difokuskan pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan,dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan GNB yang penting lainnya adalah:

  • penentangan terhadap apartheid; 
  • tidak memihak pada pakta militer multilateral; 
  • perjuangan menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme; 
  • perjuangan menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan, dan dominasi asing; 
  • perlucutan senjata; 
  • tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan secara damai; 
  • penolakan terhadap penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; 
  • pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional; serta 
  • kerja sama internasional berdasarkan persamaan hak. 

Sejak pertengahan 1970-an, isu-isu ekonomi mulai menjadi perhatian utama negara-negara anggota GNB. Untuk itu, GNB dan Kelompok 77 (Group of 77/G-77) telah mengadakan serangkaian pertemuan guna membahas masalah-masalah ekonomi dunia dan pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru (New International Economic Order).

Menyusul runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 dan kekuatan militer-politik komunisme di Eropa Timur, muncul perdebatan mengenai relevansi, manfaat dan tujuan GNB. Muncul pendapat yang menyatakan bahwa dengan berakhirnya sistem bipolar pada konstelasi politik dunia, eksistensi GNB menjadi tidak bermakna.

Namun, sebagian besar negara mengusulkan agar GNB menyalurkan energinya untuk menghadapi tantangan-tantangan baru dunia pasca-Perang Dingin, di mana ketegangan Utara-Selatan kembali mengemuka dan jurang pemisah antara negara maju dan negara berkembang menjadi krisis dalam hubungan internasional.

Perhatian GNB lantas beralih ke masalah-masalah yang terkait dengan pembangunan ekonomi negara berkembang, pengentasan kemiskinan dan lingkungan hidup, yang mana hal ini telah menjadi fokus perjuangan GNB di berbagai forum internasional pada dekade 90-an. 

(mdk/edl)

tirto.id - Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non-Aligned Movement (NAM) merupakan suatu gerakan yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga, beranggotakan lebih dari 100 negara dan berusaha menjalankan kebijakan luar negeri dengan tidak memihak serta tidak menganggap dirinya beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur.

GNB didirikan pada 1 September 1961 yang dipelopori oleh sejumlah tokoh, yakni Soekarno (Indonesia), Gamal Abdul Nasser (Mesir), Jawaharlal Nehru (India), Kwame Nkrumah (Ghana), dan Joseph Broz Tito (Yugoslavia).

Mengutip dari Modul Sejarah Indonesia untuk kelas XII (2020) terbitan Kemdikbud, latar belakang didirikannya GNB yakni pada 1945, adalah ketika Perang Dunia II berakhir, muncul dua blok yakni Blok Barat (Liberalisme-Demokratis-Kapitalisme) dan Blok Timur (Sosialis-Komunis).

Negara di Blok Barat berjumlah lebih banyak yakni 8 negara (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, Luxemburg, Norwegia, dan Kanada). Sedangkan, Blok Timur hanya terdiri dari 4 negara (Uni Soviet, Cekoslovakia, Rumania, dan Jerman Timur).

Dalam mempertahankan kedudukan masing-masing, Blok Barat membentuk NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan Blok Timur membentuk Pakta Warsawa. Tak hanya itu, kedua blok tersebut masih mencari sekutu untuk menambah pertahanannya di Asia, Afrika, dan Amerika.

Kedua blok tersebut sudah tidak terjadi perang, namun perbedaan kubu ini masih menjadi permasalahan dalam kehidupan internasional. Menanggapi situasi ini, negara yang baru mendapatkan kemerdekaan di kawasan Asia-Afrika pun melakukan diskusi, tepatnya melalui Konferensi Asia Afrika (KAA) di daerah Bandung, Jawa Barat.

Melansir situs Kemlu RI, Konferensi Asia-Afrika memiliki hubungan erat dengan Gerakan Non-Blok. Pada pertemuan negara-negara anggota KAA di Indonesia pada 1955 lahirlah kesepakatan “Dasasila Bandung," di dalamnya berisi prinsip penyelenggaraan kerja sama internasional.

Setelah itu, tepat pada 1-6 Septermber 1961, diadakan kembali Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I di Boegord, Yugoslavia. Konferensi yang dihadiri oleh 25 negara ini, termasuk Indonesia, lahirlah organisasi negara netral, yakni GNB. Oleh sebab itu, GNB ditetapkan secara resmi berdiri pada 1 September 1961.

Negara yang terlibat dalam GNB dan menghadiri KTT I yaitu Afghanistan, Aljazair, Arab Saudi, Burma, Kamboja, Sri Lanka, Kongo, Kuba, Cyprus, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Somalia, Sudan, Tunisia, RPA, Yaman, dan Yugoslavia.

Peran Indonesia dalam Gerakan Non-Blok

Indonesia dapat dikatakan memiliki peran yang sangat penting dalam proses kelahiran GNB maupun aktivitas organisasi tersebut. Mulai dari langkah Indonesia sebagai negara yang baru merdeka dan ingin meredakan ketegangan dunia akibat perang dingin, hingga upaya memelihara perdamaian internasional.

Selain sebagai salah satu negara pelopor yang turut mendirikan GNB, seperti yang dikutip kembali dari Modul Sejarah Indonesia untuk kelas XII (2020) terbitan Kemdikbud, Indonesia memiliki peran yang cukup besar dalam organisasi tersebut, di antaranya:

1. Sebagai salah satu negara penggagas KAA yang merupakan cikal bakal digagasnya Gerakan Non-Blok. Presiden pertama Indonesia, Soekarno memelopori penyelenggaraan KAA yang memiliki peran penting dalam pendirian GNB. Presiden soekarno bersama empat pemimpin dunia lainnya juga menjadi pelopor berdirinya GNB.

2. Sebagai salah satu negara pengundang pada KTT GNB yang pertama. Hal tersebut dikarenakan Indonesia merupakan salah satu pendiri GNB dan berperan besar dalam mengundang, serta mengajak negara lain untuk bergabung dalam KTT.

3. Menjadi ketua dan penyelenggara KTT GNB yang ke X yang berlangsung pada 1-7 September 1992 di Jakarta dan Bogor, Indonesia turut pula menjadi perintis dibukanya kembali dialog utara-selatan, yakni dialog yang memperkuat hubungan antara negara berkembang (selatan) terhadap negara maju (utara).

4. Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan KTT Non-Blok yang diadakan di Jakarta, pada tanggal 1-6 September.

5. Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1992, presiden Indonesia kedua, Soeharto ditunjuk menjadi ketua Gerakan Non-Blok.

Baca juga:

  • Sejarah Gerakan Non Blok: Tujuan, Latar Belakang, & Peran Indonesia
  • Wapres Ingin Anggota Non Blok Punya Tujuan yang Sama

Baca juga artikel terkait GERAKAN NON BLOK atau tulisan menarik lainnya Yunita Dewi
(tirto.id - ynt/wta)


Penulis: Yunita Dewi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari
Kontributor: Yunita Dewi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates