Contoh partisipasi masyarakat dalam kebijakan Publik dalam bidang politik adalah

Contoh partisipasi masyarakat dalam kebijakan Publik dalam bidang politik adalah

Contoh partisipasi masyarakat dalam kebijakan Publik dalam bidang politik adalah
Lihat Foto

Kristian Erdianto

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Penyelenggaraan Pemilu mendesak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu di DPR dilakukan secara terbuka dan mengedepankan partisipasi publik.

KOMPAS.com - Partisipasi publik adalah keikutsertaan masyarakat dalam semua proses dan tahapan pembuatan keputusan serta ikut bertanggung jawab di dalamnya.

Partisipasi publik atau partisipasi masyarakat terhadap perumusan kebijakan publik menjadi salah satu hal penting dalam prosesnya.

Partisipasi masyarakat menjadi indikator penting dalam menghasilkan kebijakan publik yang tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan penyelenggaraan negara, terutama dalam negara demokrasi seperti Indonesia.

Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat

Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik dapat diwujudkan dalam tahapan proses perumusan kebijakan, yaitu:

  • Tahap Identifikasi Masalah: Masyarakat dapat berpartisipasi dengan cara menyampaikan atau menyalurkan aspirasi atau kebutuhan dan masalah yang sedang dihadapi kepada pemerintah. Masyarakat juga berhak menyampaikan opininya terkait hal tersebut.
  • Penyampaian Masalah: Penyampaian masalah dan cara pemecahannya bisa disampaikan langsung melalui media massa atau pada saat dengar pendapat yang diselenggarakan pemerintah. Di era digital kemudahan penyampaian aspirasi dapat dicapai melalui sosial media pemerintah dan instansi yang terbuka.
  • Tahap Perumusan atau Formulasi Rancangan Kebijakan: Masyarakat dapat memberikan opini, masukan, dan kritik rancangan kebijakan apabila rancangan kebijakan masih belum tepat dalam menyelesaikan masalah.
  • Tahap Pelaksanaan Kebijakan: Partisipasi masyarakat ditunjukkan dengan mendukung dan melaksanakan kebijakan. Sikap proaktif masyarakat sangat memengaruhi penyelesaian masalah. Tanpa dukungan masyarakat, kebijakan publik yang baik pun tidak akan mampu menyelesaikan masalah.

Baca juga: KPA Minta Proses Revisi Perpres Reforma Agraria Libatkan Partisipasi Publik

Hambatan Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik yang masih rendah dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Berikut faktor internal yang menghambat partisipasi masyarakat:

  • Masyarakat masih terbiasa pada pola lama, yaitu peraturan tanpa partisipasi warga. Warga hanya menerima dan melaksanakan saja.
  • Masyarakat tidak tahu adanya kesempatan untuk berpartisipasi.
  • Masyarakat tidak tahu prosedur partisipasi.
  • Rendahnya sanksi hukum di kalangan masyarakat.
  • Rendahnya sanksi hukum kepada pelanggar kebijakan publik.

Selain itu, faktor eksternal juga banyak menghambat terwujudnya partisipasi masyarakat. Berikut faktor eksternal yang menghambat partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik:

  • Tidak dibukanya kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
  • Masih adanya anggapan sentralistik atau pemusatan kekuasaan yang tidak sesuai dengan otonomi daerah.
  • Adanya anggapan bahwa partisipasi masyarakat akan memperlambat pembuatan kebijakan publik.
  • Kebijakan publik yang dibuat terkadang belum menyentuh kepentingan masyarakat secara langsung.
  • Hukum belum ditegakkan secara adil.
  • Tidak memihak kepentingan rakyat.

Baca juga: Kemenkominfo Sebut Keberhasilan Vaksinasi Membutuhkan Partisipasi Masyarakat

Dampak Negatif Rendahnya Partisipasi Masyarakat

Dampak negatif rendahnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik adalah:

  • Rendahnya efektivitas kebijakan publik.
  • Tidak memenuhi hak-hak rakyat secara menyeluruh.
  • Menyebabkan rendahnya kualitas kebijakan yang dihasilkan.
  • Tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat.
  • Tidak sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai budaya masyarakat.
  • Timbulnya gejolak dalam masyarakat yang dapat mengganggu stabilitas nasional.
  • Terhambatnya pelaksanaan pembangunan nasional dan akan semakin tertinggal dari bangsa lain.
  • Merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, sehingga memungkinkan terjadi anarkisme dalam masyarakat.

Referensi

  • Adnyani, Ni Ketut Sari. 2018. Hukum Pemerintahan Daerah dalam Perspektif Kajian Pengelolaan Potensi Lokal. Depok: Rajawali Pers
  • Dwiyanto, Agus. 2021. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: UGM Press
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Partisipasi masyarakat dalam sistem politik

Oleh : Ridha Ayu Lestari

Indonesia adalah negara demokrasi yang melibatkan seluruh rakyatnya untuk berperan aktif dalam menyuarakan pendapat. Salah satunya melalui partisipasi politik warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Partisipasi masyarakat dalam politik yaitu kegiatan masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Dan partisipasi politik itu sendiri bertujuan untuk mendorong perubahan bangsa.

Berikut adalah 2 contoh partisipasi masyarakat dalam sistem politik :

  • Memilih pemimpin negara atau perwakilan

Seperti yang kita ketahui bahwa kekuasaan di indonesia dibagi menjadi tiga,dan dua diantaranya yaitu cabang eksekutif dan legislatif dapat dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilihan ini disebut dengan pemilu.

UUD NKRI 1945 mengatur jalannya pelaksanaan pemilu dalam pasal 22 sampai pasal 22E. Lembaga yang bertugas menyelenggarakan pemilu adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan pelaksanaannya diawasi oleh Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Pemenang pemilu ditentukan oleh banyaknya jumlah pemilih yang memilihnya. Menjadi pemilih yang baik juga salah satu upaya kita berpartisipasi dalam ranah politik.

  • Menjadi anggota di dalam lembaga politik

Setiap warga negara berhak menjadi anggota dari lembaga politik tetapi harus dapat memenuhi persyaratan yang ada. Seperti menjadi presiden,wakilnya,kementerian,MPR,DPR,DPRD,partai politik,gubernur,dan lembaga politik yang lain. Sangat mudah berpartisipasi dalam politik dengan cara menjadi mereka yang ‘dipilih’,dan sangat penting bagi kita untuk aktif di dunia politik agar kita bisa memperbaiki bangsa ini.

Adapun ciri – ciri masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam sistem politik :

  • Adanya rasa peduli dan peka terhadap masa depan bangsa dan negara
  • Mempunyai rasa tanggung jawab terhadap keadaan negara
  • Memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebijakan negara
  • Patuh terhadap hukum
  • Mengawasi jalannya pemerintahan
  • Menjunjung tinggi demokraasi
  • Dapat menerima perbedaan pendapat
  • Memiliki wawasan kebangsaan
  • Adanya pihak yang melakukan perintah dan diperintah

Contoh partisipasi politik di lingkungan masyarakat :

  • Pemilihan ketua RT,RW,Kepala Desa,dan yang lainnya
  • Forum warga
  • Pembuatan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga bagi organisasi masyarakat,koperasi,RT/RW,Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa,dan yang lainnya.
  • Penyampaian saran/pendapat secara lisan ataupun tulisan melalui lembaga perwakilan rakyat atau media massa

Upaya Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu

Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu

Peran serta atau partisipasi masyarakat dalam politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah, public policy. Secara konvensional kegiatan ini mencakup tindakan seperti, memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan mengadakan pendekatan  atau hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya (Budiardjo, 2009).

Selama ini kegiatan partisipasi masyarkat masih dipahami sebagai upaya mobilitasi masyarakat untuk kepentingan Pemerintah atau Negara. Padahal sebenarnya partisipasi idealnya masyarakat ikut serta dalam menentukan kebijakan Pemerintah yaitu bagian dari kontrol masyarakat terhadap kebijakan Pemerintah.

Partisipasi politik akan berjalan selaras manakala proses politik berjalan secara stabil. Seringkali ada hambatan partisipasi politik ketika stabilitas politik belum bisa diwujudkan, karena itu penting untuk dilakukan oleh para pemegang kekuasaan untuk melakukan proses stabilisasi politik. Disamping itu pula proses berikutnya melakukan upaya pelembagaan politik sebagai bentuk dari upaya untuk memberikan kasempatan kepada masyarakat untuk mengaktualisasikan cita-citanya.

Di kebanyakan negara yang mempraktekkan demokrasi, pemilihan umumy yang dilaksanakan secara periodik dalam tenggang waktu tertentu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur dari sebuah demokrasi. Pemilu dianggap sebagai indikator utama negara demokrasi, karena dalam Pemilu rakyat menggunakan suaranya, melaksanakan hak politiknya dan menentukan pilihannya secara langsung dan bebas.

Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), menunjukan semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara. Dalam berdemokrasi, keterlibatan rakyat dalam setiap penyelenggaraan yang dilakukan negara adalah sebuah keniscayaan (keharusan yang tidak bisa tidak). Rakyat menjadi factor yang sangat penting dalam tatanan demokrasi, karena demokrasi mendasarkan pada logika persamaan dan gagasan bahwa pemerintah memerlukan persetujuan dari yang diperintah. Untuk itu, penyelenggaraan pemilu sebagai sarana dalam melaksanakan demokrasi, tentu saja tidak boleh dilepaskan dari adanya keterlibatan masyarakat (teori bahwa negara ada sebagai manivestasi kehendak tuhan di muka bumi yang menjelma dalam aspirasi rakyat).

Sesuatu yang tidak bisa dilepaskan ketika membahas tentang partisipasi adalah golput untuk menyebut bagi pemilih yang tidak menggunakan haknya. Fenomena golput ini ada di setiap pemilihan umum. Di hampir setiap pemilihan, jumlah golput akan dianggap sehat jika jumlah golput dalam kisaran angka 30 persen, meski banyak pemilihan jumlah golputnya melampaui titik itu, mencapai kisaran 40 persen bahkan ada yang lebih.

Meminjam tulisan muh Isnaini, Eep Saefulloh Fatah mengklasifikasikan golput atas empat golongan. Pertama, golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara, atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah. Kedua, golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu). Ketiga, golput politis, yakni mereka yang merasa tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pileg/pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan. Keempat, golput ideologis, yakni mereka yang tak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain.

Jika dilihat faktor penyebab seseorang tidak menggunakan hak pilihnya ada beberapafaktor. Pertama faktor teknis; ialah adanya kendala teknis yang dialami oleh pemilih sehingga menghalanginya untuk menggunakan hak pilihnya. Seperti pada hari pencoblosan pemilih sedang sakit, ada kegiatan yang lain, ada diluar daerah, atau berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih. Termasuk kendala pekerjaan sehari-hari pemilih sehingga menghalanginnya untuk menggunakan hak pilihnya. Seperti misalkan warga Kabupaten Kulonprogo yang bekerja diluar negeriatau luar daerah(merantau) sehingga ketika ada pemilu tidak sempat ikut berpartisipasi.

Kedua faktor politik; faktor ini adalah alasan atau penyebab yang ditimbulkan oleh aspek politik masyarakat tidak mau memilih. Seperti tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pileg/pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan, ketidak percaya dengan partai. Kondisi inilah yang mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Beredarnya berita negatif yang menerpa para wakil rakyat, yang notabene adalah para politisi, sedikit banyak berpengaruh pada pandangan masyarakat terhadap pemilu.  Kondisi lain adalah tingkah laku politisi yang banyak berkonflik mulai konflik internal partai dalam mendapatkan jabatan strategis di partai, kemudian konflik dengan politisi lain yang berbeda partai. Konflik seperti ini menimbulkan anti pati masyarakat terhadap partai politik.

Kedua faktor sosialisasi; Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan pemilu di Indonesia sangat penting dilakukan dalam rangka meminimalisir golput. Hal ini di sebabkan intensitas pemilu di Indonesia cukup tinggi mulai dari memilih kepala dusun, memilih kepala desa, bupati/walikota, gubernur,  pemilu legislatif dan pemilu presiden. Kondisi lain yang mendorong sosialisi sangat penting dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap pemilu terutama pemilu di era reformasi selalu diikuti oleh sebagian peserta pemilu yang berbeda. Sehingga menuntut penyelenggara pemilu, peserta pemilu, serta seluruh stakehoolder untuk terus selalu menyebarluaskan informasi seputasr pemilu secara massif.

Ketiga faktor administrasi; adalah faktor yang berkaitan dengan aspek adminstrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih dan tidak memiliki identitas kependudukan (KTP). Hal-hal administratif seperti inilah yang terkadang membuat pemilih tidak ikut dalam pemilihan. Meskipun seorang dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan identitas diri, meskipun  belum tercatat dalam DPT dengan syarat hanya di alamat sesuai dengan KTP.  Menjadi persolan jika tidak mempunyai KTP.

Faktor lainnya yang tidakkalahmenentukan adalah keakuratan data pemilih atau data kependudukan. Sebagaimana diketahui bahwa tingkat partisipasi diukur dengan melihat jumlah kehadiran pemilih dibandingkan dengan jumlah pemilih terdaftar. Jika validitas DPT rendah atau ada banyak data ganda, tidak valid maka otomatis banyak warga terdaftar yang tidak hadir. Terjadinya data ganda dalam DPT mempengaruhi tingkat partisipasi.

Contohnya adalah warga Sentolo yang secara de jure masih tercatat sebagai warga Sentolo, tetapi sebenarnya yang bersangkutan sudah tidak lagi di Sentolo. Atau seorang warga Sentolo yang sudah pindah domisili tetapi tidak pernah memperbarui data kependudukannya. Ada warga yang memiliki dua identitas dan tinggal di dua wilayah berbeda dan terdaftar di dua tempat tersebut. Para petugas PPDP/Pantarlih juga tidak berani mencoret pemilih tersebut karena secara de jure tercatat, dan keluarga juga tidak merekomendasikan untuk dicoret.

Bahwa partisipasi dipengaruhi oleh keakuratan data kependudukan dapat dilihat dalam metode pendaftaran pemilih. Keakuratan data penduduk dengan pendaftaran pemilih secara de facto menghasilkan partisipasi yang lebih baik, dibanding dengan metode de jure. Dibawah ini adalah data tingkat partisipasi pemilih pemilu legislatif dan pemilu presiden 2004, 2009, 2014 beserta Pilkada 2006 dan 2011

Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu

Peningkatan partisipasi masyarakat sangat penting dalam pelaksanaan pemilihan umum dalam proses memilih anggota legislatif dan eksekutif. Karena bagaimanapun masyarakat memiliki andil yang cukup besar dalam proses pemilihan umum dimana masyarakat sebagai pemilih yang menentukan dalam pemenangan dalam proses pemilihan umum tersebut. Adalah menjadi tanggungjawab pemerinta dengan melibatkan stakeholder  berupaya untuk meningkatkan peran masyarakat dalam pemilu sebagai proses demokratisasi yang sudah berjalan di Indonesia. Bahwa peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilu tidak semata-mata tanggungjawab penyelenggara KPU, tetapi peran partai poliitik cukup besar, disamping stakeholder yang lain. Meminjan tulisan muh Isnaini beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat.

1.    Pendidikan Politik Rakyat

Motivasi memilih atau tidak memilih tersebut lebih cenderung pada kepentingan politik semata dengan mengabaikan hal-hal ini seperti pendidikan politik rakyat. Istilah pendidikan politik sering disamakan dengan istilah political socialization, yang secara harfiah bermakna sosialisasi politik. Dengan kata lain, sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit. Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.

2.        Memaksimalkan Fungsi Partai Politik

Tujuan parpol adalah untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan /mewujudkan program-program yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu. Oleh karena itu maka untuk mencapai tujuannya tersebut maka partai politik memiliki fungsi. Menurut UU no 2 tahun 2008 bahwa partai poliitik berfungsi sebagai sarana:

  1. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara indonesia yang sadar akkan hak dan kewajibanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  2. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan keatuan bangsa indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
  3. Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
  4. Partisipasi warga negara indonesia.
  5. Rekruitmen plolitik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaran dan keadilan geneder.

Wallahualam bi sawabb....