Casing untuk membuat sosis yang terbuat dari kulit hewan besar disebut

Sosis adalah makanan yang  umumnya terbuat dari daging  (daging sapi, ayam, domba, ikan atau babi) yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus/casing  yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan.

Sosis berasal dari kata dalam bahasa Latin “Salsus”, yang berarti diasinkan atau diawetkan. Menurut catatan sejarah, yaitu dokumen Yunani yang ditulis sekitar tahun 500SM, sosis pertama kali dibuat oleh orang Sumaria ( sekarang Irak ) sekitar tahun 300SM. Saat itu masyarakat Sumaria akan menghadapi musim paceklik, lalu timbulah ide bagaimana caranya agar makanan yang berlebih masih awet dan bisa dimakan dalam keadaan baik di musim paceklik itu. Alhasil terciptalah makanan siap saji dari daging  yang diberi garam dibumbui dan dimasukan dalam selongsong dari usus hewan.

Di banyak negara, sosis dikembangkan  dengan ciri khasnya masing-masing, dengan menggunakan bumbu lokal dan dimasak sebagai masakan tradisional. Bahkan beberapa olahan sosis dinamai dengan nama kota dimana sosis itu berasal antara lain : Sosis Bologna aslinya adalah nama kota di Itali Utara, Sosis Lyon berasal dari Lyon, Perancis, di Inggris misalnya dinamakan sebagai sosis Berkshire, Wiltshire, Lincolnshire dan lain – lain.

Ternyata sosis bernuansa lokal  tidak hanya ada di luar Indonesia. Kalau diluar negeri  dikenal dengan nama Sosis atau Sausage, kalau di Bali namanya jadi “urutan”. Namanya “urutan” karena untuk memasukkan isi ke dalam usus babi dilakukan sedikit demi sedikit  secara manual, dengan cara  seolah-olah tampak  seperti “diurut” . Bahan utama untuk membuat Urutan Babi atau Sosis Babi adalah usus babi, lalu didalamnya dimasukkan daging babi yang sudah diberi basa genep (bumbu lengkap ala Bali), lalu digoreng hingga matang dan berwarna kecoklatan. Namun ada cara tradisional lainnya biar urutan ini memiliki aroma khas dan pastinya jauh lebih enak. Sebeleum digoreng, Urutan biasanya dijempur beberapa hari atau diasapi. Baru setelah kering, bisa digoreng.

Berdasarkan kehalusan nya, sosis dibedakan menjadi 2, yaitu : Sosis Kasar dan Sosis emulsi. Sosis Kasar tahap pengolahannya lebih sederhana, yaitu menggiling lemak sampai halus kemudian mencampur dengan lemak sampai merata. Sosis Emulis, tahapan pencampurannya terdiri dari pencampuran, pencacahan dan pengelmusian.

Berdasarkan proses pengolahannya, sosis umum dapat dibagi 4 yaitu:

1)      Sosis mentah (fresh sausage) yaitu sosis yang diolah tanpa pemanasan.

Casing untuk membuat sosis yang terbuat dari kulit hewan besar disebut
     

2)  Sosis yang direbus dan diasap (process cooking-Boilling & Smooking )      contohnya frankfuter, bologna, knackwurst,.

Casing untuk membuat sosis yang terbuat dari kulit hewan besar disebut

                                             Gambar 2. Frankfurter sosis

3) Sosis yang direbus tanpa diasap ( Process Cooking-boilling ), contohnya beer salami, liver sausage.

Casing untuk membuat sosis yang terbuat dari kulit hewan besar disebut

4) Sosis kering, semikering (fermentasi), misalnya  dry salami.

Casing untuk membuat sosis yang terbuat dari kulit hewan besar disebut


Berdasarkan  jenis casing yang digunakan, sosis terbagi menjadi ; 1)  sosis dengan casing natural, terbuat dari usus sapi , kambing ( sheep) , domba ( lamb ), dan babi ( pork ), Casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet.

 Disamping itu juga ada casing sintetis, diantaranya ;  2) sosis  dengan casing  jenis colagen, terbuat dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk,

 3) Sosis dengan casing  Sellulosa, berbahan baku pulp,keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan ,

Gambar 3. Casing sellulosa

4) Sosis dengan casing polyamide ( turunan plastic  yang bersifat food grade ), Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak.

Gambar 4. Casing polyamide

            Faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan sosis adalah ;

Daging lean maet lebih baik dighunakan dari pada fat meat karena mudah dicincang sebagai bentuk body sosis yang baik. Feat meat susah dicincang dan penyebaran lemak dalam sistem emulsi tidak merata.

            Lemak yang dianjurkan dalam pembuatan sosis adalah 20-25%. Lemak merupakan pembentuk emulsi, memberi palabilitas. Biasanya digunakan minyak nabati seperti minyak jagung.

            Bahan curing dianjurkan tidak melebihi 200ppm pada produk sosis. Senyawa untuk curing adalah garam sendawa (natrium nitrit/nitrat). Keberadaan senyawa ini akan memperbaiki warna merah pink stabil pada sosis.

4.    Bahan pengisi (filler),

       Bahan pengisi berasal dari bahan sumber karbohidrat. Biasanya adalah tepung terigu sebanyak 3%. Filler akan berikatan dengan air membentuk masa (pada saat emulsifikasi) dan mengalami gelatinisasi pada proses pengasapan atau perebusan sehingga membantu stabilitas emulsi.

5.    Bahan pengikat (binder),

       Bahan pengikat berasal dari bahan sumber protein, contohnya adalah susu skim. Binder akan berkaitan dengan air membentuk masa, memperkuat kemampuan emulsifier daging sehingga emulsi semakin stabil.

                        Garam yang digunakan untuk memperbaiki rasa, mengerstrak dan melarutkan aktin myosin yang berperan sebagai emulsifier dan berfungsi untuk menghambat aktifitas mikroba.

7.    Bahan Tambahan Pengisi,

            Biasanya ditambahkan bahan pengenyal (STTP), penstabil emulsi lestin, Vitamin C sebagai antioksidan.

     Casing yang digunakan biasanya casing alami dari usus kambing, babi, dll.

            Proses untuk pembuatan sosis ;

       Daging dipotong dan dihilangkan lemak dipermukaannya.

       Daging yang sudah dipotong ditambahkan dengan campuran garam nitrat atau nitrit dan disimpan dalam lemari es selama 24 jam.

       Curing bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging, menghambat aktifitas mikroba terutama Clostridium botulinium, memperbaiki flavor serta tujuan utamanya adlah memperbaiki warna merah daging menjadi merah pink.

       Bahan curing biasanya adalah garam, gula, daram nitrat atau nitrit, phosfat, sodium erythorbat, asam askorbat.

·         Wet curing, lebih merata namun hasilnya basah.

·         Dry curing, peresapan tidak maksimal pada daging karena hanya ditaburi.

·         Wet & dry curing, kombinasi

·         Injection curing, menginjeksi cepat pada sasaran.

       Daging curing digiling dan ditambah garam untuk melarutkan dan mengeestrak aktin miosin,

       Daging giling dimasukkan dalam chopper ditambahkan dengan minyak jagung, bumbu-bumbu, air es, tepung terigu, susu skim, sampai halis dan merata terbentuk emulsi stabil yang ditandai dengan daging tidak lengket pada jari.

5.    Pemasukan dalam casing,

       Emulsi dimasukkan dalam cetakan casing sehingga casising terisi penuh dan tidak ada rongga udara/ ruang kosong namun tidak juga terlalu padat.

       Emulsi dalam casing dipiln dengan benang atau tali sepanjang 10-15cm kemudian digantung untuk pengasapan.

       Pengasapan dilakukan pada suhu 70oC selam 30 menit, asap diusahakan menempel dan masuk kedalam casing sehingga sosis berflavor asap.

       Pengaspan adlah suatu cara pengawetan bahan makanan terutama pada daging sapi & daging ikan.

       Sosis asap direbus dengan suhu 100oC selama 10 menit. Tujuan perebusan adalah untuk mematangkan sosis dan menghilangkan asap yang menempel.

            Dari beberapa uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ;

·         Sosis merupakan makan yang dibuat dari daging yang dihaluskan dan ditambah dengan bumbu-bumbu.

·         Dalam pembuatan sosis ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu jenis daging, lemak, bahan curing, bahan filler, bahan binder, garam, bahan tambahan pengisi, dan jenis casing yang digunakan.

·         Serta dalam  proses pembuatan sosis langkah pentingnya yaitu pemotongan daging, curing, penggilingan, emulsifikasi, pemasukan dalam casing, pemilinan, pengasapan, dan perebusan.

Sebaiknya dalam proses pembuatan sosis perlu diperhatikan beberapa faktor dan proses pembuatannya.

Kramlich, R. V. 1979. Meat Science. 3rd Ed. Pargamon Press.

Tsai, R., Cassens, R.G dan Briskey, E.J. 1972. J. Food Science. 37, 286.

USDA. 1977. The Staphylococcal enterotoxin problem in fermented sausage. Task Force Report. F.S.Q.S, Washington, D.C.

Wilson, G.D. 1960. The Scinece of meat and meat products. Ed Amer. Meat Inst.                                  Found. Einhold Publishing Co, New York. Hal 328-349.


Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

"SUSU PASTEURISASI" A.     PASTEURISASI Proses pasteurisasi pertama kali diuji cobakan oleh Louis Pasteur dan rekan kerjanya Claude Bernard pada 20 April 1862 atau pada saat Louis Pasteur berusia 40 tahun. Beberapa makanan dan minuman seperti anggur, susu, bir, jus buah, sari buah  apel , madu, minuman untuk penambah energi, telur, dan makanan kaleng adalah produk-produk yang bisa dipasteurisasi. Louis Pasteur sering dijuluki sebagai bapak mikrobiologi modern. Berkat penemuannya, kita sekarang memahami bahwa mikroorganisme seperti bakteri dapat menyebabkan penyakit. Pasteur merupakan orang pertama yang mampu mendemonstrasikan proses pasteurisasi di laboratorium dengan menunjukkan bukti yang tak terbantahkan. Pasteur juga berhasil mengembangkan teknik untuk melawan mikroba yang menyebabkan penyakit. Keberhasilan utama dan pertama dia adalah menyelamatkan industri sutra Prancis dengan mengidentifikasi penyebab matinya ulat sutera. Pasteur juga mengembangkan teknik un

Telur ada dalam keadaan terbaik sesaat ia dikeluarkan dari tubuh induknya. Namun ketika berada di luar tubuh induknya terjadi berbagai macam perubahan. Hal ini dikarenakan perbedaan lingkungan tempat telur berada. dalam tubuh induknya telur berada dalam kelembaban yang tinggi dan suhu hangat, sedangkan setelah berada di luar tubuh induknya, telur menghadapi lingkungan dengan kelembaban dan suhu yang lebih rendah. Awalnya telur diselimuti oleh cairan mukosa yang kental. Namun setelah telur berada di luar tubuh induknya, mukosa tersebut akan mengering. Ketika mukosa dalam keadaan basah, ia mampu untuk melindungi telur dari keluar masuknya air dan gas. Namun ketika mengering, pori-pori pada kulit telur menjadi semakin besar. Ketika pori-pori ini terbuka, maka air dan gas karbondioksida akan keluar dari dalam telur. Akibatnya berat telur berkurang, sementara volume telur tetap. Berat telur akan semakin berkurang seiring lama penyimpanan, karena asam karbonat yang ada dalam telur berub