Show Cerita perjalanan penulis pada Maret 2009 sangat terkesan ke desa Babadan, Sleman. Daerah yang dikenal lingkar lereng Gunung Merapi, sebelum meletus 27-28 Oktober 2010. Topografi berbukit-bukit terjal, tapi kendaraan roda empat dapat sampai ke dalam desa tersebut. Sebahagian besar penduduknya bertani dan beternak skala pedesaan, dan di beberapa tempat ditemui wadah penampung air cukup besar,dengan distribusi air melalui pipa pvc dan slang plastik setiap rumah. Setelah berbincang bincang dengan beberapa penduduk, bahwa mereka tidak mengandalkan hujan untuk air minum dan kebutuhan rumah tangga lainnya, tetapi mereka mendapatkan air dari lembah bukit di bawah, dengan airnya yang mengalir naik ke atas secara terus menerus melalui pipa akhir PVC 0,5 inchi masuk ke dalam wadah penampung air tersebut. Ternyata penduduk desa ini menggunakan Pompa Ram Hidraulik, ditemui berjumlah 3 buah dengan jarak tidak begitu berjauhan pada dasar lembah tersebut, tetapi arah pipa masuk air (input) sama kearah sumber air yang keluar dari sisi lembah tersebut. Pompa Ram Hidraulik (hydraulic ram pump = hydram) adalah salah satu jenis pompa air yang bekerja tidak menggunakan tenaga listrik atau bahan bakar (bensin atau minyak diesel), tetapi Pompa Ram dapat bekerja karena dijalankan oleh tenaga air itu sendiri, dengan memanfaatkan sejumlah besar tenaga aliran air akan bekerja menaikkan air ke tempat yang lebih tinggi. Prinsip Kerja Pompa Ram. Prinsip kerja Pompa Ram adalah proses perubahan energi kinetik aliran air menjadi tekanan dinamik dan sebagai akibatnya menimbulkan palu air (water hammer) sehingga terjadi tekanan tinggi dalam pipa. Dengan mengusahakan supaya katup limbah (waste valve) dan katup pengantar (delivery valve), terbuka dan tertutup secara bergantian, maka tekanan dinamik diteruskan sehingga air naik ke pipa pengantar keluar (outlet). Bila ke dua katup tersebut bekerja efektif dan lancar, maka keluaran air terjadi terus menerus tanpa henti.
Pada akhir abad kedua puluh, penggunaan Pompa Ram kembali dikembangkan, karena kebutuhan pembangunan teknologi di negara-negara berkembang, dan konservasi energi dalam mengembangkan perlindungan ozon. Contoh yang baik adalah AID Foundation Internasional di Filipina, yang memenangkan Penghargaan Ashden, mereka mengembangkan Pompa Ram yang dapat dipelihara dengan mudah untuk digunakan di desa-desa terpencil. Di Indonesia, penggunaan Pompa Ram sudah banyak digunakan, oleh misi-misi internasional, yayasan, perorang yang peduli, dan inisiatif beberapa aparat pemerintah daerah bagi kawasan yang sulit terjangkau sistem irigasi. Kita lihat beberapa penggunaan Pompa Ram, sebagai berikut :
Pompa Air Tanpa Listrik – Di dunia ini sudah sering banget terdengar cerita orang-orang inovatif. Bahkan tanpa pendidikan tinggi pun Sang Inovator berhasil merubah wajah kehidupan di sekelilingnya. Bahkan dunia. Merubah sesuatu jadi lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Membuat masyarakat keluar dari kesulitan sekaligus memperbaiki kualitas hidup. Saya menyebut mereka orang-orang terpilih. Mereka yang berkemampuan berpikir di luar konteks dan mau bekerja untuk mewujudkan ide. Lahir lah Pompa air tanpa mesin. Nyedot air tanpa listik. Harga Pompa Air Tanpa Listrik Hysu Adalah Sudiyanto, seorang terpilih itu, mantan Kelapa Desa Kotayasa Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas – Jawa Tengah. Ia melihat sesuatu yang bagi orang lain pun belum terpikir. Baginya tak masuk akal bila desa subur yang terletak di lereng Gunung Slamet itu penduduknya kesulitan mendapat air bersih.
Masalahnya bukan karena alam enggan memberi. Alam sungguh ramah di bawah kaki Gunung Slamet. Hanya saja sumber air jauh dari lokasi pemukiman. Maklum desa mereka di bangun 3000 di atas permukaan laut. Kalau pun ada sumber air bersih dari Sungai Tuk Seladan atau Tuk Poh harus di capai dengan berjalan berkilometer dari desa. Itu pun jalan setapak berliku dan turun naik tebing. Tak jarang terjadi berbagai kejahatan selama pengambilan air berlangsung atau keperluan hajat di sungai. Karena warga harus meninggalkan rumah mulai subuh dan hari masih gelap. “Masyarakat sangat membutuhkan pompa air. Tapi tanpa listrik!” Pikir Pak Sudiyanto. Ia memutar pikir bagaimana caranya menyedot air tanpa mesin? Tonton kunjungan Juguran Blogger melihat Pompa Air Sudiyanto di sini Buku Tua Pencetus Inovasi Pompa Air Tanpa ListrikJelas saja letak desa dengan ketinggian 3000 di atas permukaan laut, mustahil menggali sumur. Satu-satunya cara menghisap air Sungai Tuk Seladan yang berlimpah. Masalahnya sungai itu mengalir di lembah. Terus bagaimana caranya mengalirkan air tersebut dari dataran rendah menuju dataran tinggi? Sudiyanto bukan lah seorang insinyur jebolan perguruan tinggi. Ia tak punya pendidikan tehnik. Sekolah pun tidak pula terlalu tinggi. Jabatan tertinggi yang pernah ia raih sebagai kepala desa. Untung lah sebuah buku tua berbahasa Belanda di perpustakaan desa, jadi tenggara yang terpandang dari jauh, menyalakan lampu di kepala Sudiyanto:. Mengapa tidak menggunakan air untuk mengalirkan air? Air untuk air! No listrik! No mesin! Yeay!
Bermodalkan pinjaman 5 juta dari para kerabat mulai lah lelaki ramah ini menggambar, otak-atik pipa, sekrup dan semacamnya. Hukum fisika sudah jelas tertulis dalam buku. Yang ia perlukan sekarang improvisasi sebab melalui sejumlah percobaan pompa itu hanya sanggup “menendang” air sampai ketinggian 7 meter. Sementara rumah-rumah yang membutuhkan tak kurang 300 meter dari tempat operasi pompa. Dan yang paling penting adalah pompa air tanpa listrik. Pompa air tanpa Mesin. Opo jal? Dan Sudiyanto tahu bahwa karya seperti itu tak mungkin sekali jadi. Cara membuat pompa air tanpa listrik butuh inovasi. Karena ilmu yang ia dapat sudah berusia ratusan tahun. Ia perlu menambahkan ide baru. Dan ia pun bertekat meneruskan percobaan membuat pompa air tanpa mesin, tanpa listrik. Bahkan sebutan “wong gendeng – orang gila” tak membuatnya berhenti. Sama seperti cap “orang gila” yang dilekatkan pada semua pioner, akhirnya sejarah mencatat mereka. Pak Sudiyanto ada di dalam. Pompa Hydram Sudiyanto Dipatenkan Pihak Lain dan Lahirnya HysuKeberhasilan pompa air tanpa mesin dan tanpa listrik ini menjadikan Sudiyanto berada di bawah lampu sorot. Ia diundang ke sana-kemari untuk sharing ilmu. Dapat penghargaan di sana-sini. Ilmu dibuka secara blak-blakan, tak sedikitpun rumus tersembunyi. Dan tak lama ia pun akhirnya tahu bahwa pompa air inovasinya dipatenkan orang tapi bukan atas namanya. Yeay! Ini bagian tersedih dari seorang inovator!
Pemenang Kompetisi Karya Inovatif 2005 toh tak patah arang. Dunia tak berhenti, ia terus berkreasi. Di bawah bimbingan Litbang Bapeda Banyumas sekarang ia sudah menemukan sistem pemompaan jauh lebih baik. Benda inovasinya itu sekarang bernama Pompa Air Hysu ( Hydram Sudiyanto). Bekerja tidak seperti hydram umumnya sebab pompa air Hysu menggunakan katup kerucut, bukan silinder hingga membuat aliran lebih konstan. Pak Sudiyanto masih belum berhenti. Pompa Air Tanpa Listrik Hysu selalu ia rekayasa. Tujuannya tentu saja agar hasilnya semakin sempurna. Selain memindahkan pompa secara berkala juga penambahan berbagai komponen agar Hysu bekerja dengan kualitas terbaik.
Tak heran bila Bapak yang ramah dan rumahnya selalu di datangi tamu ini sekarang sibuk menerima order. Undangan untuk membuat pompa hidram pun meningkat dari berbagai daerah. Tak hanya dari Jawa seperti Purwokerto, Purbalingga, Wonosobo, Ngawi, Bogor, dan Bandung, pompa air tanpa listrik, tanpa mesin Sudiyanto sekarang sudah merambah ke Sumatera dan Pulau Sumba. Sungguh prestasi yang membangkan dari seorang inovator Banyumas yang tinggal di desa di lereng Gunung Slamet ini. Harga Pompa Air Tanpa Listrik HysuNgomong-ngomong berapa harga seperangkat Pompa Air Hysu berikut instalasinya? Tergantung tingkat kesulitan wilayah dan bahan-bahan yang harus digunakan. Untuk daerah rata tentu berbeda dengan daerah berlembah dan berbukit seperti di Desa Kotayasa. Namun secara umum beliau mematok harga Rp 5-Rp 15 juta. Hasil penjualan pompa ini lah yang membuat Sudiyanto mampu membebaskan lahan dan dua mata air di Desa Kotayasa untuk keperluan ke muka. Distribusi air ke rumah warga saat ini sudah meliputi 7 RT dengan harga Rp.300 per kubik dan akan terus ditingkatkan. Untuk memastikan kelancaran administrai dan terus berkarya beliau juga membentuk Paguyuban Masyarakat Pendamba Air Bersih (PMPAB). Paguyuban ini lah yang bekerja sehari-hari dalam mengelola iuran, memperbaiki, mengganti kran atau meteran yang rusak. Harga air ternyata cukup terjangkau. Dengan Rp.300 per kubik, paling banya warga hanya ditarik Rp 5.000/ bulan. Dan subsidi bagi yang kurang mampu juga berjalan dengan membebaskan mereka dari membayar iuran. Sepertinya Pak Sudiyanto sangat menyadari bahwa air adalah berkat alam dan semua orang berhak sejahtera atasnya. Menurut teman-teman, harga pompa air tanpa listrik Hysu ini mahal atau murah? Terakhir Catatan ini dibuat dari kegiatan Juguran Blogger di Banyumas bersama Blogger Banyumas dan di dukung oleh Bapeda Litbang Banyumas, Bank Indonesia, Loja De Cafe, Fourteen Adventure, PANDI.ID dan Hotel Santika Purwokerto. Selamat bersua pada pos berikutnya Pompa Air Tanpa Mesin dan Listrik was last modified: Desember 7th, 2021 by |