Bagaimana Peran pemerintah untuk menjaga stabilitas harga di pasaran

Merespon perkembangan harga kedelai dunia yang terus bergerak naik, Pemerintah telah merumuskan kebijakan untuk memastikan ketersediaan kedelai dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat. Lebih jauh lagi, harga dan ketersediaan kedelai secara lebih luas juga berpengaruh pada penyediaan bahan makanan bagi masyarakat.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyampaikan bahwa harga kedelai pada minggu II Februari 2022 mencapai 15,77 USD/bushels atau naik sebesar 18,9% dibanding minggu I Januari 2022 yang mencapai 13,26 USD/bushels. Hal ini berdampak kepada harga kedelai impor di tingkat pengrajin menjadi berkisar sebesar Rp11.631,00/kg.

“Kenaikan harga kedelai berpotensi mempengaruhi minat pengrajin untuk memproduksi tahu dan tempe sehingga berdampak pada kenaikan harga tahu dan tempe serta dapat mengganggu keberlangsungan usaha pengrajin tahu dan tempe. Rakornis ini merupakan bentuk respon cepat Pemerintah dalam mengambil kebijakan agar stabilitas harga dan ketersediaan kedelai terjaga,” tegas Deputi Musdhalifah saat memimpin Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Tingkat Eselon I di Jakarta, Selasa (15/02) lalu.

Adapun penyebab kenaikan harga kedelai di pasar global karena adanya gangguan cuaca kering yang melanda Amerika Selatan selama 2 bulan terakhir sehingga mengganggu produksi kedelai di negara Brazil, Argentina, dan Paraguay. Berdasarkan laporan USDA Februari 2022, sejak Desember 2021 produksi ketiga negara produsen tersebut mengalami penurunan lebih dari 18 juta ton. Penurunan produksi tersebut berdampak pada harga kedelai di pasar global yang mengalami kenaikan secara signifikan.

Mendukung pernyataan Deputi Musdhalifah, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyampaikan bahwa Kementerian Perdagangan telah berkoordinasi dengan para importir untuk memastikan komitmen penyediaan bahan baku kedelai bagi pengrajin tahu dan tempe. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir dampak atas kenaikan harga kedelai yang dirasakan pada sekitar 150.000 UMKM tahu dan tempe yang sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku kedelai.

Selain itu, Direktur Impor Kementerian Perdagangan Moga Simatupang juga menekankan bahwa Pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung keberlangsungan usaha pengrajin tahu dan tempe, salah satunya dengan mendukung penyediaan bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Industri Kecil dan Menengah Pangan, Furnitur dan Bahan Bangunan Kementerian Perindustrian Riefky Yuswanti menyampaikan bahwa pemenuhan kebutuhan kedelai dari produksi lokal juga tengah didorong Pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor.

Selanjutnya, Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi menyampaikan bahwa Pemerintah secara simultan mendorong kenaikan produksi kedelai dalam negeri seiring dengan mengupayakan komoditas lain untuk alternatif substitusi kedelai.

Kepala Pusat Distribusi dan Akses Pangan Kementerian Pertanian Risfaheri dalam kesempatan tersebut juga menegaskan bahwa perlu ada terobosan besar untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kedelai lokal. Dalam rangka meningkatkan produksi kedelai lokal, Kementerian Pertanian telah melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan GAKOPTINDO selaku offtaker dan perbankan untuk pelaksanaan program penanaman kedelai seluas 600.000 ha di 14 provinsi. Kegiatan penanaman akan mulai dilaksanakan pada bulan April 2022. Selain program tersebut, Kementerian Pertanian juga akan melaksanakan program bantuan Pemerintah untuk produksi kedelai seluas 52.000 ha.

Menindaklanjuti usulan kebijakan penyediaan bahan baku kedelai tersebut Mokhamad Suyamto selaku Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum BULOG menyatakan kesiapan Perum BULOG untuk mendukung program Pemerintah dan akan merumuskan mekanisme pengadaan dan penyaluran yang efisien untuk menjamin penyediaan bahan baku kedelai bagi pengrajin. (dep2/ltg/fsr)

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk mengatur jumlah uang yang beredar. Melalui kebijakan moneter, stabilitas harga dapat dijaga dengan mengupayakan agar jumlah uang yang beredar di masyarakat juga stabil. Kondisi ekonomi yang baik akan ditandai dengan tingkat harga barang yang stabil. Harga barang terjangkau oleh masyarakat sehingga daya beli masyarakat meningkat. Ada dua cara yang dapat dilakukan.

Kebijakan ini dapat diterapkan dengan cara sebagai berikut.

  1. Politik diskonto (pengaturan tingkat suku bunga).
  2. Politik pasar terbuka (pembelian/penjualan surat-surat perharga, contohnya saham dan obligasi).
  3. Politik cash ratio (cadangan kas).
  4. Politik kredit selektif.   

Penelitian yang dilakukan oleh Juli Panglima Saragih menemukan bahwa Peran pemerintah daerah sangat penting dalam menjaga stabilitas harga mengingat karakteristik inflasi di Indonesia yang masih dipengaruhi oleh gejolak di sisi pasokan (supply side shocks). Terjaganya inflasi daerah pada tingkat yang rendah dan stabil akan mendukung upaya pencapaian sasaran inflasi nasional. Hal ini didasari kenyataan bahwa inflasi nasional merupakan agregasi dinamika pembentukan harga yang terjadi di daerah. Terciptanya inflasi yang rendah dan stabil di daerah pada gilirannya akan meningkatkan daya saing dan dapat lebih menjamin kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, berbagai permasalahan struktural yang masih terjadi seperti konektivitas yang rendah, struktur pasar yang terdistorsi, kesenjangan informasi harga dan produksi pangan menyebabkan pergerakan inflasi sangat rentan berfluktuasi. Efisiensi perekonomian daerah yang berbeda antara kawasan barat dan kawasan timur juga menyebabkan terjadinya disparitas harga yang cukup besar.