Bagaimana pemanfaatan panas bumi di Indonesia

Memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan yang Andal dan Utilisasi Tinggi

Panas bumi merupakan alternatif energi terbarukan yang tidak bergantung pada kondisi iklim maupun cuaca serta memiliki fleksibilitas utilisasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan energi manusia dan industri. PGE memanfaatkan panas bumi melalui skema pemanfaatan langsung maupun tidak langsung.

Saat ini sebagian besar pemanfaatan panas bumi dilakukan dengan skema pemanfaatan tidak langsung dimana PGE menyediakan uap yang dihasilkan dari lapangan panas bumi untuk serta menyediakan tenaga listrik yang dihasilkan dari pengelolaan energi panas bumi yang terintegrasi dari eksplorasi, pengeboran, hingga pengembangan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

Untuk skema pemanfaatan langsung, saat ini PGE sedang mengembangkan bisnis Geowisata, Geoagro Industri serta kegiatan lain yang memanfaatkan energi panas bumi secara langsung.

Bagaimana pemanfaatan panas bumi di Indonesia

Bagaimana pemanfaatan panas bumi di Indonesia

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis bisa mencapai target Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 dan akan naik sebesar 31 persen pada tahun 2050. Hal ini mengingatkan kita bahwa sumber energi yang biasa kita gunakan seperti minyak bumi, gas, batu bara, dan lain-lain agar segera diminimalisir penggunaannya. Menanggapi hal tersebut, pemerintah telah melakukan penggalian potensi energi terbarukan, salah satu yang sedang populer saat ini adalah energi panas bumi.

Panas bumi berasal dari dua kata yaitu geo yang berarti bumi dan thermal yang berarti panas, jadi secara umum geothermal dapat diartikan sebagai sumber energi yang berasal dari panas alamiah di dalam bumi. Bila diperhatikan, posisi negara kita yang berada dalam pertemuan lempeng tektonik dan garis khatulistiwa yang membuat kita memiliki cadangan energi yang cukup besar khususnya energi panas bumi.

Menurut data Badan Geologi Kementerian ESDM tahun 2018 telah ditemukan sebanyak 342 lokasi sumber daya panas bumi yang tersebar di 8 (delapan) kepulauan besar. Indonesia sendiri sudah mulai memanfaatkan energi panas bumi secara langsung maupun panas bumi tidak langsung. Contoh dari pemanfaatan energi panas bumi secara langsung yaitu sebagai pemanasan kolam renang, pengeringan hasil pertanian, pembuatan gula aren, budidaya jamur, green house heating dan lain-lain. Untuk pemanfaatan energi panas bumi secara tidak langsung dimanfaatkan sebagai energi listrik yang dihasilkan dari gerak turbin yang digerakkan oleh panas bumi atau yang sering kita dengar sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Melihat potensi tenaga panas bumi yang besar di Indonesia saat ini menjadikan pembangunan PLTP sebagai salah satu prioritas nasional di bidang energi. Beberapa contoh PLTP yang telah beroperasi di Indonesia yaitu; PLTP Sibayak, PLTP Sarulla,  PLTP Ulubelu, PLTP Salak, PLTP Wayang Windu, PLTP Patuha, PLTP Kamojang, PLTP Darajat, PLTP Dieng, PLTP Karaha, PLTP Matalako, PLTP Ulumbu, dan PLTP Lahendong.

Keberadaan area dengan prospek panas bumi yang tersebar di seluruh Indonesia ini tentunya berdampak bagi para penilai pemerintah. Salah satu jenis penilaian adalah penilaian Sumber Daya Alam (SDA) dimana objek penilaiannya berupa panas bumi, sinar matahari, angin, aliran dan terjunan air. Tujuan penilaian SDA ini sendiri sesuai dengan permohonan yang diajukan dalam rangka penatausahaan, pengusahaan, pemanfaatan, penggunaan, pemindahtanganan dan pelaksanaan kegiatan lain sesuai peraturan perundangan. Dari tujuan tersebut nantinya akan mendapatkan nilai wajar yang dapat digunakan oleh pemohon penilaian.

Pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku pemelihara aset negara, penilaian panas bumi sendiri dijadikan prioritas penilaian SDA pada tahun 2020. Penilaian tersebut sudah dilaksanakan dan menghasilkan beberapa data yang digunakan untuk kajian kebijakan bersama unit Kementerian Keuangan lainnya. Beberapa data hasil dampak nilai ekonomi dari yang didapatkan dari penilaian panas bumi yaitu adanya pengurangan emisi karbon sebesar 11,6 juta ton CO2/tahun atau sekitar USD 58 Juta/tahun, penghematan penggunaan energy fosil sebesar USD 3,95 Juta/hari, pengurangan dampa pencemaran pada masyarakat sekitar sebesar 31 persen, mengurangi biaya transportasi energi, serta memberikan manfaat ekonomi dari panas bumi bagi masyarakat sekitar USD 7,73 juta.

Berdasarkan data dampak ekonomi yang diperoleh di atas, diharapkan pengembangan energi terbarukan khususnya panas bumi dapat terus dilaksanakan dan ditingkatkan karna berpengaruh baik bagi negara dan juga masyarakat. Penilai pemerintah dalam hal ini juga diharapkan dapat semakin berperan aktif dalam melakukan penilaian SDA dan melakukan kajian mengenai energi terbarukan. Adanya kerjasama berbagai pihak dalam pemanfaatan energi panas bumi ini semoga dapat meningkatkan pemerataan energi khususnya listrik di Indonesia hingga ke kota dan pulau terpencil.


Penulis : Regina Ria Karolina (pegawai KPKNL Singkawang)

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

(dari kiri) Alya Idayu Safitri dan Rindang Riyanti sedang memperkenalkan diri sebelum menyampaikan materi dalam Geothermal Goes to Campus

Kampus ITS, ITS News – Memupuk minat mahasiswa dalam pemanfaatan energi geotermal, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) gelar rangkaian seminar bertajuk Geothermal Goes To Campus. Bertemakan Introduction to Geothermal,  kegiatan ini menghadirkan dua pakar di bidang energi panas bumi, Selasa (25/10).

Diadakan di Ruang AULA Prof Handayani Tjandrasa Departemen Teknik Informatika, Alya Idayu Safitri, salah satu pembicara seminar yang merupakan Reservoir Engineer pada perusahaan geotermal nasional mengungkapkan, energi geotermal adalah energi yang berasal dari panas bumi. “Kata geothermal berasal dari geo yang berarti bumi, dan thermal yang berarti panas,” ungkapnya mengawali pembahasan.

Lebih lanjut, Alya menjelaskan, terdapat tiga jenis pembangkit listrik bertenaga panas bumi. Ketiga jenis tersebut adalah flash steam, dry steam, dan binary cycle. Walaupun berbeda, ketiga pembangkit ini menggunakan konsep yang sama yakni memanfaatkan panas bumi sebagai sumber energinya. “Air panas dari dalam bumi akan diteruskan ke permukaan dan diambil uapnya (sebagai sumber energi, red),” tutur perempuan berkacamata tersebut.

Interaksi antara Alya Idayu Safitri dan Rindang Riyanti dengan peserta seminar

Selaras dengan penjelasan tersebut, pembicara kedua yang merupakan Geothermal Production Engineer pada salah satu perusahaan geotermal nasional, Rindang Riyanti menjabarkan cara kerja pembangkit geotermal. Panas bumi di bawah permukaan akan memanaskan air tanah, air ini kemudian menjadi uap yang menggerakkan turbin generator listrik. “Listrik ini akan dialirkan ke transmisi PLN untuk didistribusikan,” ucap Rindang.

Energi geotermal memanfaatkan panas bumi, dan panas bumi itu sendiri tidak akan pernah habis. Hal ini lantas membuat geotermal menjadi sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan. Tidak hanya itu, proses pengolahan geotermal tidak mengeluarkan banyak polusi. Energi panas bumi dapat memproduksi sedikit sulfur dioksida dan karbon dioksida, namun jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran minyak dan gas.

Materi yang disampaikan Rindang Riyanti yang disambut antusiasme peserta

Meskipun demikian, pemakaian energi geotermal ini masih memiliki beberapa kekurangan jika dibandingkan dengan energi minyak dan gas. Kekurangan ini berkaitan dengan biaya, karena secara umum, untuk menguapkan satu liter air menggunakan panas bumi diperlukan sekitar 700 dolar AS. Jumlah ini cukup banyak jika dibandingkan dengan penggunaan minyak dan gas yang hanya akan memerlukan sekitar 200 dolar AS.

Perbedaan biaya ini berkaitan dengan suhu dalam pengolahan energi geotermal. Proses pengolahan energi panas bumi melibatkan suhu yang sangat tinggi, yaitu sekitar 150 hinga 350 derajat celsius, sedangkan proses pengolahan minyak dan gas hanya sekitar 150 hingga 175 Celsius. “Yang membuatnya mahal adalah peralatan-peralatan yang dipakai harus tahan suhu tinggi,” imbuh Alya.

Pun demikian, seiring dengan berjalannya waktu, teknologi di bidang ini akan semakin maju dan biayanya makin menurun. Selain itu, dunia harus mulai beralih dari menggunakan energi tak terbarukan menjadi energi yang terbarukan serta ramah lingkungan. Melihat potensi ini, energi geotermal dapat menjadi salah satu alternatif energi pada masa depan. (*)

Reporter: ion11

Redaktur: Raisa Zahra Fadila