Bagaimana kedudukan partai politik pada masa demokrasi Terpimpin brainly

Jakarta -

Demokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara, dalam pengambilan keputusan.

Sementara itu, demokratisasi diartikan sebagai proses menuju demokrasi. Dalam pemerintahan demokratis telah diterapkan asas-asas demokrasi, yaitu pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan dan pengakuan mengenai harkat dan martabat manusia.

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), demokrasi didefinisikan sebagai bentuk atau sistem pemerintahan, dengan pola gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak, kewajiban serta perlakuan bagi semua warga negara.

Berikut adalah penjelasan mengenai masa demokrasi liberal di Indonesia yang dilansir berdasarkan modul Sejarah Indonesia Kelas XII yang disusun oleh Mariana, M.Pd., dan modul PPKN bertajuk "Sistem dan Dinamika Demokrasi di Indonesia" karya Rizanu, M.Pd.

Sejarah Demokrasi Liberal

Pelaksanaan pemerintahan pada masa demokrasi liberal Indonesia berlangsung pada tahun 1950 hingga 1959. Setelah kembali menjadi negara kesatuan, keadaan politik Indonesia menganut sistem demokrasi liberal, dengan pemerintahan parlementer.

Sistem parlementer Indonesia masih berpedoman sistem parlementer Barat, yang dibentuk setelah dibubarkannya pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1950. Perubahan bentuk pemerintahan mengakibatkan perubahan pula pada undang-undang dasarnya, dari konstitusi RIS menjadi UUD sementara 1950.

Nama lain demokrasi liberal adalah demokrasi parlemanter. Dinamakan parlementer, karena pada masanya para kebinet memiliki tanggung jawab dan peran penting sebagai parlemen (DPR) di pemerintahan. Dalam sistem demokrasi liberal pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri, dan presiden hanya sebagai kepala negara.

Perkembangan Demokrasi Liberal

Demokrasi liberal sangat mengedepankan kebebasan. Ciri khas kekuasaan demokrasi ini adalah pemerintahnya dibatasi oleh konstitusi. Artinya, kekuasaan pemerintahannya terbatas, sehingga pemerintah tidak diperkenankan untuk bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.

Pada era demokrasi liberal juga, Indonesia mengadakan pemilihan umum pertama pada tahun 1955. Pemilu pertama dilaksanakan bertujuan untuk memilih para anggota parlemen dan anggota konstituante. Konstituante ditugaskan untuk membentuk UUD baru, sehingga mampu menggantikan UUD sementara.

Sistem politik masa demokrasi liberal banyak mendorong berkembangnya partai-partai politik, karena demokrasi liberal menganut sistem multi partai. Keberadaan partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia sedang menduduki masa panas-panasnya. Partai besar pada masa demokrasi liber antara lain Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU), Masyumi, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pada masa ini, telah terjadi pergantian kabinet di mana partai-partai politik terkuat yang mengambil alih kekuasaan. Partai terkuat dalam parlemen saat itu adalah PNI dan Masyumi.

Terjadi tujuh kali pergantian kabinet dalam masa demokrasi liberal. Susunan kabinet pada masa demokrasi liberal adalah sebagai berikut:

1. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 - 3 April 1952)3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 3 - Juni 1953)4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 - 12 Agustus 1955)5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956)6. Kabinet Ali Sastramojoyo II (20 Maret 1956 - 4 Maret 1957)

7. Kabinet Djuanda (9 April 1957 - 5 Juli 1959)

Masa kabinet kebanyakan hanya bertahan kurang lebih satu tahun. Mengapa pada era ini sering kali terjadi pergantian kabinet? Alasan utamanya disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antar partai yang ada. Sayangnya, perbedaan di antara partai-partai tersebut tidaklah pernah dapat terselesaikan dengan baik.

Akhir Masa dan Kegagalan Demokrasi Liberal

Kekacauan politik yang ada pada masa demokrasi liberal membuat, kabinet telah mengalami jatuh bangun, karena munculnya mosi tidak percaya dari partai relawan. Sehingga banyak terjadi perdebatan dalam konstituante, yang sering menimbulkan suatu konflik berkepanjangan, yang menghambat upaya pembangunan.

Penetapan dasar negara merupakan masalah utama yang dihadapi konstituante. Atas kondisi tersebut, kemudian pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit.

Dekrit Presiden yang dilekuarkan pada 5 Juli 1959, mengungkapkan bahwa tidak diberlakukannya lagi UUDS tahun 1950, maka secara otomatis sistem pemerintahan demokrasi liberal berakhir di Indonesia.

Berakhirnya masa ini merupakan awal mula sistem Presidensil, dengan demokrasi terpimpin ala Soekarno. Diberlakukannya pemerintahan demokrasi terpimpin bertujuan untuk menata kembali kehidupan politik di Indonesia, setelah keadaan pemerintahan yang tidak stabil pada saat demokrasi liberal.

(nwy/nwy)

Mustika Ning Widhi Hima Darmayanti

ABSTRAK

Darmayanti, Mustika Ning Widhi Hima. 2014. Peran Partai Politik Dalam Pemerintahan Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1966. Skripsi, Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. Hariyono, M.Pd, (II) Dra. Siti Malikhah Towaf, M.A., Ph.D.

Kata Kunci: peran, partai politk, demokrasi terpimpin

Indonesia sebagai sebuah negara memiliki sejarah yang menarik, salah satunya adalah sejarah politik Indonesia yang terjadi pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin. Pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin Presiden Sukarno memberi kebijakan yang berbeda pada masa sebelumnya yakni Demokrasi Liberal, salah satu kebijakan itu adalah penyederhanaan partai politik. Dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin peran Presiden Sukarno sangat kuat, sehingga dapat dikatakan otoriter, meski demikian tidak bisa dipungkiri bahwa saat itu Indonesia telah lahir sebagai negara yang ditakuti oleh bangsa Barat.

Permasalahan yang dikaji dari penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah situasi politik Indonesia masa Demokrasi Liberal; (2) bagaimanakah situasi politik Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin 1959-1966?; (3) bagaimanakah peran partai politik di Indonesia pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin 1959-1966?; (4) Bagaimanakah dampak penerapan Demokrasi Terpimpin terhadap ketatanegaraan Indonesia?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian historis, yang terdiri dari lima tahapan, yaitu: (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber (heuristik), (3) kritik (verifikasi), (4) interpretasi (sintesis dan analisis), (5) penulisan sejarah (historiografi).

Dari penelitian ini diperoleh hasil: (1) pada masa Demokrasi Liberal Indonesia menggunakan sistem pemerintahan Parlementer, namun sistem ini tidak sesuai dengan Indonesia, para perwakilan partai yang ada di parlemen lebih mementingkan kepentingan partai daripada kepentingan negara. Meski demikian pada masa Demokrasi Liberal Indonesia sukses menyelenggarakan pemilihan umum yang pertama kali. (2) Demokrasi Terpimpin merupakan masa dimana kedudukan partai politik tidak terlalu berperan dalam berlangsungnya pemerintahan. Hal ini dikarenakan peranan partai politik sebagian besar diambil oleh militer, dilanjutkan dengan peraturan presiden yang dikenal dengan penyederhanaan partai politik, sehingga menyebabkan dominasi satu partai politik tertentu yakni, PKI. (3) Keterlibatan PKI juga di dukung dengan konsepsi Presiden Sukarno tentang Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis). Konsepsi presiden ini menimbulkan perbedaan pendapat, sehingga dapat dibedakan menjadi 2 bagian yakni partai politik pendukung pemerintah dan partai politik bukan pendukung pemerintah. Hasil pemilu daerah 1957 menempatkan PKI menjadi partai besar, dengan hasil yang demikian partai-partai besar lainnya seperti PNI, Masyumi, NU menolak diadakan pemilu 1959 karena ditakutkan PKI akan menjadi pemenang di pemilu 1959. (4) Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin mempengaruhi ketatanegaraan Indonesia, hal ini tampak dari segala aspek ketatanegaraan dipimpin oleh Presiden Sukarno.

Masa kepemimpinan Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia merupakan bagian dari sejarah bangsa yang amat penting. Pada saat menjadi kepala negara, Soekarno pernah mencoba beberapa sistem pemerintahan, salah satunya adalah demokrasi terpimpin.

Sistem pemerintahan demokrasi terpimpin diawali sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Dekrit ini dianggap menandai kekuasaan Soekarno yang hampir tidak terbatas dan pemusatan kekuasaan berada di tangan Presiden Soekarno.

Masa Demokrasi Terpimpin dimulai dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai politik yang paling dominan dan TNI AD sebagai kekuatan Hankam dan sosial politik. Demokrasi Terpimpin merupakan penyeimbangan kekuasaan antara kekuatan politik militer Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia dan Presiden Soekarno sebagai penyeimbang di antara keduanya.

Baca Juga

Pertentangan antara Presiden Soekarno, TNI AD dan partai-partai politik dalam konteks Demokrasi Terpimpin menjadi kajian penting dalam melihat kekuasaan Presiden dalam kurun waktu berlakunya UUD 1945 di Indonesia. Pada era pemerintahan sistem politik Demokrasi Terpimpin ini, peranan PKI sangat menonjol dan berkembang menjadi kekuatan politik.

Sementara pihak yang gigih melawan PKI adalan Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena dianggap menjadi pendukung pemberontakan yang terjadi di daerah Sumatera dan Sulawesi. TNI AD juga turut menjadi pihak yang anti komunis. Presiden Soekarno bekerjasama dengan TNI AD untuk mengendalikan partai politik, namun di sisi lain Soekarno melindungi PKI.

Soekarno membutuhkan PKI karena merasa terancam akan kemungkinan pengambil-alihan kekuasaan oleh Angkatan Darat, maka terjadilah persaingan antara tiga kekuatan, yaitu Presiden, TNI AD dan PKI. Otoritas dan kedudukan Soekarno sebagai penentu kebijakan-kebijakan politik menjadikannya sebagai ajang perebutan dua kekuatan politik antara TNI dan PKI untuk saling mendekati dan mempengaruhi Presiden.

Advertising

Advertising

Baca Juga

Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan UUD baru untuk pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956, namun pada kenyataannya hingga tahun 1958 belum sukses mendefinisikan UUD yang diharapkan.

Sementara di kalangan warga pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 lebih kuat. Dalam menanggapi hal itu, pada 22 April 1959 Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45.

Pada 30 Mei 1959 Konstituante menerapkan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang mencetuskan setuju lebih banyak dan tetapi karenanyanya pemungutan suara ini harus diulang, sebab banyak suara tidak memenuhi kuorum.

Kuorum adalah banyak minimum anggota yg harus benar di rapat, majelis, dan untuknya (biasanya lebih dari separuh banyak anggota) supaya dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali diterapkan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum.

Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang parlemen; ketika istirahat dari cara bersidang) yang ternyata merupakan penghabisan dari upaya penyusunan UUD.

Hingga akhirnya, pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang diumumkan dalam upacara formal di Istana Merdeka.

Isi dari Dekrit tersebut antara lain:

  • Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
  • Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlangsungnya UUDS 1950.
  • Pembubaran Konstituante.

    Baca Juga

Ciri-ciri Demokrasi Terpimpin

Apa yang membedakan demokrasi terpemimpin dengan jenis demokrasi lain? Untuk lebih memahaminya simaklah ciri demokrasi tersebut.

1. Adanya Lembaga Perwakilan Rakyat

Ciri pertama demokrasi terpemimpin adalah adanya lembaga perwakilan rakyat. Setelah kembali kepada UUD 1945, Presiden Soekarno mencoba mengikuti aturan yang ada di dalamnya.

MPRS, DPRS, dan DPAS dibentuk. Hanya saja lembaga negara yang seharusnya menjadi ciri demokrasi ini, semua anggotanya dipilih oleh Presiden. Beberapa jabatan bahkan dipegang secara rangkap. Ini menyebabkan lembaga negara eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak independen.

2. Kedudukan Presiden Sebagai Kepala Pemerintah dan Kepala Negara

Pada saat demokrasi parlementer, Presiden berkedudukan hanya sebagai kepala negara. Menteri-menteri dibentuk dan bertanggung jawab kepada parlemen. Sebagai kepala pemerintahan ada perdana menteri.

Demokrasi terpimpin kembali merujuk pada UUD 1945. Di sini Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus pemerintahan. Menteri-menteri diangkat untuk membantu tugas presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. Dengan demikian, kabinet yang dibentuk kembali kepada kabinet presidentil.

3. Kekuasaan Presiden Tidak Terbatas

Semua urusan negara tergantung pada presiden. Presiden menunjuk anggota lembaga negara dan ketuanya. Sementara anggota lembaga negara tersebut ada pula yang menjabat sebagai menteri.

Akibatnya, semua berada di bawah kekuasaan Presiden. Bahkan, Presiden Sukarno diangkat sebagai presiden seumur hidup. Sebuah pengangkatan yang melanggar ketentuan dalam UUD 1945.

4. Dibentuk Poros Nasakom

Nasakom merupakan singkatan dari nasionalis dan komunis. Di sini merupakan penyatuan ide Sukarno yang ingin merangkul kaum nasionalis dan komunis di bawah naungan negara Indonesia. Padahal komunis merupakan ajaran yang tidak mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa. Sesuatu yang tidak hanya melanggar UUD 1945 tetapi juga Pancasila.

5. Penyederhanaan Partai

Pada awalnya penyederhanaan partai merupakan bagian dari menghapuskan kepentingan partai dan golongan yang sangat mendominasi. Namun, pada prakteknya penyederhaan partai termasuk pada pembubaran partai-partai yang tidak sejalan dengan pemerintah.

6. Peran Serta ABRI dalam Politik

Saat demokrasi terpemimpin ABRI menganut dwi fungsi, yaitu peran sebagai pelindung negara sekaligus dalam kegiatan politik. Akibatnya peran ABRI yang lebih utama banyak ditinggalkan.

7. Kebebasan Pers Dilarang

Pada masa pemerintahan demokrasi terpemimpin tidak semua orang bebas menyuarakan pendapatnya. Padahal hal itu dijamin dalam UUD 1945. Pemerintah melarang kebebasan pers. Siapa saja yang mengkritik pemerintah maka akan ditangkap.

8. Berlaku Politik Mercusuar

Kelompok atau perorangan yang identik dengan Barat dan Amerika dilarang. Pemerintah saat itu memberlakukan politik mercusuar. Politik yang didominasi atau berkiblat ke Cina sebagai negara komunis.

Baca Juga

Pada masa Demokrasi Terpimpin, banyak terjadi penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 seperti:

  • Pembentukan Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis).
  • Tap MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup.
  • Pembubaran DPR hasil pemilu oleh Presiden.
  • Pengangkatan ketua DPRGR/MPRS menjadi menteri negara oleh Presiden.
  • GBHN yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” ditetapkan oleh DPA, bukan MPRS.

Konsep & Tujuan Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Gagasan ini dikenal sebagai Konsepri Presiden 1957. Terdapat dua pokok pemikiran dalam konsepsi tersebut, di antaranya:

  • Pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem Demokrasi Terpimpin yang didukung oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang.
  • Membentuk kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat, yang terdiri atas wakil partai politik dan kekuatan golongan politik baru atau golongan fungsional alias golongan karya.

Demokrasi Terpimpin memiliki tujuan untuk menata ulang kehidupan politik serta pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Namun, justru terdapat banyak pelanggaran UUD 1945 pada proses pelaksanaannya.

Kemudian, sistem Demokrasi Terpimpin mulai ditinggalkan setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang menjadi awal melemahnya pengaruh dan kekuasaan Presiden Soekarno.