Apa fungsi upacara vratyastoma yang dilakukan kaum brahmana di kutai

Dalam Kerajaan Kutai dikenal istilah upacara Vratyastoma, yaitu?

  1. Upacara penyucian dimana orang dari kasta waisya ingin menjadi Pendeta
  2. Upacara pengorbanan raja yang diperrsembahkan kepada para dewa
  3. Upacara pengorbanan yang ditujukan untuk keselamatan dalam pembangunan
  4. Upacara penyucian diri bagi kaum ksatria yang ingin menjadi kaum Brahmana
  5. Upacara penobatan raja yang di anggap sebagai titisan dewa wisnu

Jawaban: D. Upacara penyucian diri bagi kaum ksatria yang ingin menjadi kaum Brahmana

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, dalam kerajaan kutai dikenal istilah upacara vratyastoma, yaitu upacara penyucian diri bagi kaum ksatria yang ingin menjadi kaum brahmana.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Prasasti Tugu dibangun pada masa pemerintahan? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

Dalam Kerajaan Kutai dikenal istilah upacara Vratyastoma, yaitu?

  1. Upacara penyucian dimana orang dari kasta waisya ingin menjadi Pendeta
  2. Upacara pengorbanan raja yang diperrsembahkan kepada para dewa
  3. Upacara pengorbanan yang ditujukan untuk keselamatan dalam pembangunan
  4. Upacara penyucian diri bagi kaum ksatria yang ingin menjadi kaum Brahmana
  5. Upacara penobatan raja yang di anggap sebagai titisan dewa wisnu

Jawaban: D. Upacara penyucian diri bagi kaum ksatria yang ingin menjadi kaum Brahmana.

Dilansir dari Ensiklopedia, dalam kerajaan kutai dikenal istilah upacara vratyastoma, yaitu upacara penyucian diri bagi kaum ksatria yang ingin menjadi kaum brahmana.

Itulah tadi jawaban dari Dalam Kerajaan Kutai dikenal istilah upacara Vratyastoma, yaitu?, semoga membantu.

Kemudian, Pak Guru sangat menyarankan siswa sekalian untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu petani dan nelayan adalah contoh pekerjaan yang menghasilkan dengan penjelasan jawaban dan pembahasan yang lengkap.

Nantikan Jawaban Yang Lainnya,

Jawaban ini telah diperbaharui pada tanggal 2022-04-17 12:12:05

Lihat Foto

artstation

Kerajaan Kutai

KOMPAS.com - Kerajaan Kutai Martapura adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang didirikan sekitar abad ke-4.

Letak kerajaan ini berada di daerah Muara Kaman di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

Keberadaan Kutai diketahui berdasarkan sumber sejarah yang ditemukan, yaitu berupa tujuh Prasasti Yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa dengan Bahasa Sanskerta.

Dalam Prasasti Yupa, disebut nama Raja Kudungga yang pertama menduduki takhta Kerajaan Kutai.

Disebut pula bahwa Kudungga memiliki seorang putra bernama Asmawarman yang menjadi raja kedua Kutai.

Asmawarman memiliki tiga orang putra, salah satunya bernama Mulawarman, yang akhirnya menjadi raja dan berhasil membawa Kerajaan Kutai menuju masa kejayaan.

Baca juga: Kerajaan Kutai: Kerajaan Hindu Tertua di Nusantara

Masa Kejayaan Kerajaan Kutai

Dari Prasasti Yupa, dapat diketahui bahwa Kerajaan Kutai mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Mulawarman.

Mulawarman disebut-sebut sebagai raja yang memiliki budi pekerti baik, kuat, dan pernah mengadakan upacara persembahan 20.000 ekor lembu untuk kaum Brahmana yang bertempat di Waprakecvara.

Waprakecvara adalah tempat suci (keramat) yang merupakan sinkretisme antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Indonesia.

Sebagai keturunan Aswawarman, Mulawarman juga melakukan upacara Vratyastoma, yaitu upacara penyucian diri untuk masuk pada kasta Ksatria.

UPACARA VRATYASTOMA  DAN  SISTEM KASTA PERTAMA DI INDONESIA  

Upacara, kata upacara berasal dari dua suku kata, yaitu; Upa dan Cara. Upa artinya dekat atau mendekat. Dan Cara berasal dari kata “Car” yang berarti harmonis, seimbang, selaras. Sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia, Upacara yaitu rangkaian tindakan atau perbutan yg terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama.

Upacara vratyastoma sendiri adalah upacara penyucian diri dalam agama hindu, sebelum seseorang masuk dalam agama hindu dan menjadi anggota suatu kasta. Upacara vratyastoma juga dilakukan ketika ada seseorang yang di keluarkan dari kasta. Melalui upacara yang cukup berat ini, segala macam kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan oleh seorang anggota kasta dapat di hapus, dan orang yang telah di keluarkan dari kasta dapat di terima kembali menjadi anggota kasta.

Upacara vratyastoma dalam agama hindu ini dikenal dan diterapkan oleh bangsa Indonesia pertama kali diperkirakan di wilayah Kalimantan Timur, karena pada tahun 1879 ditemukan 7 buah prasasti yupa, tepatnya di Bukit Berubus, Muara Kaman, yang mengindikasikan adanya kerajaan pada masa itu, pada prasasti yupa ini bahasa yang di gunakan adalah bahasa sansekerta dan menggunakan huruf palawa yang diperkirakan berasal dari abad ke-V Masehi, yang berarti kebudayaan India telah masuk pada kerajaan itu, kerajaan ini adalah kerajaan Kutai, yang didirikan oleh Kudungga yang merupakan orang asli Indonesia, kebudayaan India mulai masuk kerajaan ini, ketika raja yang memimpin adalah Asmawarman,anak dari kudungga, dari prasasti yupa itulah kita mengetahui bahwa kebudayaan india pertama kali masuk di Indonesia berasal dari kerajaan kutai, karena tidak ada bukti yang lebih tua dari prasasti yupa.

Sejak kapan dan bagaimana  kebudayaan India ini masuk ke kerajaan Kutai masih menjadi sebuah misteri, banyak pendapat dari para ahli tentang proses masuknya agama Hindu di Indonesia, beberapa hipotesis dan pendapat tentang itu antara lain hipotesis ksatria yang dikemukakan oleh F.D.K Bosch yang menyebut kebudayaan ini dibawa oleh orang-orang dari golongan prajurit,yaitu kasta ksatria, oleh karena itu Bosch menyebutnya dengan hipotesis ksatria, yang berarti ini adalah sebuah kolonisasi, ada pula yang berpendapat bahwa kebudayaan ini dibawa oleh para kaum pedagang yang berdagang di Indonesia, karena golongan pedagang adalah orang-orang dari kasta waisya, maka hipotesis ini diberi nama hipotesis waisya, hipotesis ini dikemukakan oleh N.J Krom.

Kedua hipotesis diatas mendapat penganut yang luas, tapi karena adanya kemajuan penelitian, muncul sebuah pendapat baru tentang hal ini, Van Leur mengajukan keberatan dengan kedua hipotesis di atas, keberatan terhadap hipotesis pertama, adalah mengenai kolonisasi, suatu penaklukan yang mengakibatkan penaklukan oleh golongan ksatria tentu akan di catat sebagai sebuah kemenangan, catatan yang seperti itu tidak ada dalam sumber tertulis India. Di Indonesia sendiri juga tidak ditemukan sebuah bukti pun yang mengatakn tentang hal ini, misalnya pada prasasti-prasasti. Sedangkan keberatan untuk hipotesis yang kedua adalah kalau ada pedagang-pedagang India yang menetap, maka diperkirakan bahwa mereka bertempat tinggal di perkampungan khusus, sampai saat ini kita masih bisa menemukan kampung keling di beberapa tempat di Indonesia barat. Kedudkan mereka tidak berbeda jauh dengan rakyat biasa, hubungan dengan para penguasa pun tak lebih dari sekedar hubungan dagang, dari mereka tidak diindikasi adanya pertukaran budaya hingga menyebabkan perubahan budaya dalam bidang tata negara ataupun agama, Van leur lebih cenderung menganggap peran penting penyebaran budaya dan agama ini kepada golongan-golongan Brahmana.

Mereka datang untuk memenuhi undangan-undangan para penguasa Indonesia yang tertarik kepada kebudayaan India , budaya yang diperkenalkan kepada para penguasa Indonesia ini adalah budaya golongan-golongan Brahmana.

Sesungguhnya dalam pendapat dari J.C. Van Leur ini sendiri terdapat sebuah keganjilan : Agama Hindu itu sendiri amat erat kaitannya dengan susunan masyarakat Hindu, yaitu sistem kasta, dalam agama Hindhu terdapat empat pengikat kasta dan empat tahapan hidup yang disebut dengan Chatur Varnashrama. Menurut kepercayaan orang Hindu, manusia lahir dalam  kasta dan meninggal pun juga dalam kondisi kasta, orang tak mungkin pindah dari kasta yang satu ke kasta yang lain, tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa semua orang Hindu terlahir dalam kasta Shudra hanya dengan ritus penyucian tertentu seseorang dapat mengklaim dirinya lahir dua kali (dvija) atau Brahmana atau oramg – orang yang berkasta lebih tinggi.

Dalam Brihadaranyaka Upanishad (1. 4, 11.5 ), dalam  Manu-smriti (1, 31), dalam mahabharata ( 12.188) opini ini diulang-ulang bahwa penciptaan adalah kekuasaan tuhan dan bahwa tidak seorang pun tinggi atau rendahnya melalui kelahiran. Ini hanya diperoleh melalui  Samsakara ( penyucian, pengalaman, duniawi, pelatihan ) bahwa seseorang menjadi seorang Brahmana :

 “Janmana jayate shudrah samkarairdvija uchyate”

(Semuanya lahir sebagai orang-orang Shudra, hanya karena melalui ritus-ritus tertentu atau pelatihan batin seseorang menjadi seorang Brahmana atau lahir dua kali).

Kasta itu sendiri berbeda dengan kedudukan (stand, kelas). Di dalam sebuah kasta Brahmana ada orang Brahmin yang kaya dan ada orang brahmin yang miskin.

Agama Hindu pada dasarnya bukanlah agama untuk umum dala arti agama hindu itu hanya boleh dianut oleh para anggota kasta, orang-orang diluar kasta atau dibawah kasta itu disebut sebagai orang paria, dan dianggap sebagai orang biadab (barbaar, Mlecha). Dan hanya para Brahmana yang diperbolehkan mendalami kitab suci dan mereka hanya boleh mengadakan upacara-upacara  untuk orang-orang didalam kasta, yakni orang Hindu. Lagipula orang-orang Brahmana mempunyai larangan tak boleh menyeberangi lautan, jadi bagaimanakah raja-raja Indonesia dapat memanggil orang-orang Brahmana ke istana mereka?

Inilah suatu keganjilan yang terjadi, ternyata didalam masyarakat yang amat keras aturannya itu, ada juga pengecualian.

Dalam kenyataan tertentu terdapat pelbagai tingkat keketatan pelaksanaan prinsip tersebut. Hal itu tergantung dari aliran sekte yang bersangkutan, di duga bahwa para Brahman yang menyeberangi lautan untuk menjadi purohita (pendeta rumah) di kerajaan Indonesia itu, termasuk aliran yang tidak orthodoks (kolot), adapun aliran atau sekte agama Hindu yang tersebar pengaruhnya Jawa dan Bali adalah sekte Saiwa-Siddhanta.

Aliran saiwa-siddhanta sangat esoteris. Seseorang yang dicalonkan untuk menjadi seorang Brahmanaguru harus mempelajari kitab-kitab suci agama selama bertahun-tahun sebelum mereka di uji, setelah di uji, mereka diizinkan menerima inti ajarannya langsung dari seorang Brahmanaguru. Brahmana inilah yang selanjutnya membimbing hingga dia siap untuk ditasbihkan menjadi Brahmanaguru pula . Setelah ditasbihkan mereka dianggap telah disucikan oleh siwa dan dapat menerima kehadirannya dalam tubuhnya pada upacara-upacara tertentu. Dalam keadaan demikian mereka dianggap dapat mengubah air menjadi amrta.

Brahmana seperti tersebut di atas lah yang diundang ke Indonesia. Mereka melakukan upacara khusus untuk dapat menghindukan seseorang. Upacara demikian disebut upacara  vratyastoma. Pada dasarnya kesaktian mereka itulah yang menyebabkan raja-raja Indonesia mengundang para brahmana ini. Mereka mendapat kedudukan yang terhormat di keraton-keraton dan menjadi inti golongan brahmana Indonesia yang kemudian berkembang. Penguasaan yang luas dan mendalam tentang isi dari kitab-kitab suci menempatkan mereka sebagai purohita yang memberi nasihat kepada para raja bukan hanya dalam bidang keagamaan, melainkan juga mengenai pemerintahan, peradilan, perundang-undangan, dan sebagainya.

Dari uraian tersebut sepertinya jelas bagi kita bahwa hubungan dagang antara Indonesia dan India merupakan suatu faktor dalam proses masuknya pengaruh budaya India. Hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses tersebut. Akan tetapi proses itu sendiri adalah sesuatu yang terpisah dari proses perdagangan. Akibat proses tersebut, misalnya perubahan dalam birokrasi pemerintahan, memang dapat berakibat pada jalannya perdagangan, tetapi inti perubahan yang terjadi sebagian besar terletak pada bidang keagamaan. Hal ini bukan hanya berlaku untuk bidang-bidang yang jelas bercorak agama seperti sastra, seni rupa, dan seni bangunan suci, tetapi juga berpengaruh pada tata cara upacara di keraton, organisasi ketatanegaraan, dan kelembagaan masyarakat.

Para ahli yang telah meneliti masyarakat Indonesia kuno semua berpendapat bahwa unsur budaya Indonesia lama masih tampak dominan sekali dalam semua lapisan masyarakat. Salah satu hal yang mencolok dari agama hindu adalah adanya sistem kasta. Keterangan – keterangan dari sumber-sumber epigrafi dan sastra kuno, maupun pengamatan-pengamatan terhadap keadaan di Bali sekarang, tidak menggambarkan keadaan seperti di India. Kasta memang ada, akan tetapi, ciri-ciri kasta seperti masyarakat di India tidak terdapat, begitu juga dengan seni arsitektur seperti yang ada pada candi-candi di Indonesia, bangsa Indonesia hanya mengambil unsur budaya India sebagai dasar ciptaan nya, akan tetapi hasilnya adalah sesuatu yang bercorak Indonesia.

Penelitian bahan epigrafi dan sastra kuno serta ekskavasi arkeologi masih dapat mengungkapkan keterangan lebih banyak lagi mengenai corak budaya Indonesia kuno yang mendapat pengaruh kebudayaan India. Akan tetapi , inti proses masuknya pengaruh budaya India agaknya telah jelas.

Berdasarkan apa yang telah di ungkapkan diatas, dapat kita ketahui bahwa Upacara vratyastoma dan adanya sistem kasta pertama di Indonesia, berasal dari Agama hindu ber aliran Saiwa-siddhanta, adapun kemungkinan upacara vratyastoma pertama kali dilakukan oleh para brahmana di Indonesia di lakukan untuk mengangkat Asmawarman menjadi anggota dari suatu kasta dan beragama Hindu. Karena tidak ada bukti lain yang lebih tua dari prasasti tentang Asmawaran. Dari sinilah akhirnya kebudayaan India dan agama Hindu akhirnya berkembang di Indonesia.


Page 2

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA