Allah itu adil Jelaskan apa yang kamu pahami tentang keadilan Allah?

Mengasihi dengan benar bukan hanya merupakan sebuah tugas yang sukar, namun juga menjadi tantangan yang besar. Tidak sulit untuk membuktikan hal ini. Tengoklah keluarga-keluarga di sekitar kita. Banyak orang tua kurang mengasihi dan memperhatikan anak-anak mereka. Di sisi lain ada banyak orang tua yang menggelontor anak-anak mereka dengan kasih sayang, tetapi tanpa peraturan dan teguran. Semua permintaan anak selalu dipenuhi. Sejak kecil, anak-anak sudah dilatih untuk mengontrol dan mendominasi orang tua yang mudah diperdaya dengan tangisan. Ketidaksiapan orang tua untuk membiarkan anak menangis di masa kecil adalah kesiapan untuk menangisi diri sendiri di masa depan. Mereka terlalu memanjakan, bukan mengasihi dengan benar. Tidak ada keadilan dan kebenaran.

Selain contoh-contoh di atas, ada juga orang Kristen yang sangat mencintai kebenaran dan keadilan. Mereka selalu siap sedia untuk menentang orang-orang yang salah; tanpa malu-malu dan tanpa ragu-ragu menentang siapa saja yang tidak berdiri di atas kebenaran. Jika tidak lahir dari konsep yang benar, sikap semacam ini menghasilkan dominasi keadilan ketimbang kasih.

Tidak demikian dengan TUHAN. Kasih-Nya besar atas kita, namun bukan berarti keadilan-Nya diabaikan. Dia pengasih, tetapi tetap adil. Kasih-Nya berkawan dengan keadilan. Kasih-Nya berjalan beriringan dengan keadilan-Nya. Keduanya bahkan tidak bisa diceraikan satu sama lain. Hari ini, melalui Keluaran 34:4-7, kita akan belajar bagaimana kasih kita seharusnya berjalan beriringan dengan keadilan.

Pada saat bangsa Israel terjebak pada penyembahan berhala (Kel. 32), TUHAN menunjukkan kasih sekaligus keadilan-Nya kepada mereka. Dia sempat akan membinasakan seluruh bangsa Israel (32:9-10), tetapi Dia akhirnya menyesali rencana itu (32:11-14). Tiga ribu orang Israel memang dihukum mati (32:28), tetapi sisanya (sekitar 1,2 - 2,5 juta) tetap diantar TUHAN ke tanah perjanjian (32:33-34). TUHAN memang hanya akan mengutus seorang malaikat untuk menuntun perjalanan bangsa Israel selanjutnya (33:1-3), tetapi Dia juga yang akhirnya memilih untuk berjalan bersama mereka (33:15-17, NLT “If you don’t personally go with us, don’t make us leave this place”).

Singkatnya, TUHAN selalu menunjukkan kepada bangsa Israel betapa Dia tidak ingin kekudusan-Nya diremehkan dan dilanggar. TUHAN tidak bisa berkompromi ketika kekudusan-Nya dinodai oleh manusia. Tidak heran jika Ia bangkit membela kekudusan-Nya dan hendak membasmi orang-orang Israel. TUHAN adalah Pribadi yang adil. Dia tidak “peduli” dengan dosa manusia. Kesalahan menunut hukuman. Apabila TUHAN tidak memberitahu fakta ini kepada Musa, maka bangsa Israel mungkin akan memahami pembatalan pembinasaan itu sebagai sesuatu yang biasa (take it for granted) dan tidak kunjung memahami seberapa fatalnya dosa mereka. Keadilan-Nya menuntut adanya teguran keras, bahkan hukuman. Bagaimanapun, kasih-Nya tidak pernah gagal mengiringi keadilan itu. TUHAN melunakkan hati-Nya sendiri demi menunjukkan kasih-Nya.

TUHAN yang penuh kasih (ayat 6-7a)

Tidak sulit untuk menemukan bahwa di antara dua sifat TUHAN di teks ini – yaitu kasih (ayat 6-7a) dan keadilan (ayat 7b) – yang pertama mendapat sorotan lebih banyak. Sifat-sifat maupun tindakan ilahi yang menunjukkan kasih TUHAN diletakkan di depan. Jumlah kata yang digunakan pun jauh lebih banyak sebagai bukti penekanan. Sifat kasih TUHAN terasa begitu dominan dalam bagian ini.

Selain itu, kita juga perlu mengingat bahwa penampakan diri TUHAN di depan Musa merupakan kesediaan-Nya untuk mengabulkan permintaan Musa yang ingin melihat kemuliaan-Nya (33:18-23). Semua ini TUHAN lakukan bukan karena kebaikan, kesucian, maupun kehebatan Musa dibandingkan dengan orang Israel lainnya, melainkan semata-mata karena Musa mendapat kasih karunia di mata-Nya (33:17).

Mengapa Tuhan mengatakan kalimat di ayat 6b-7? Bukankah akan jauh lebih dramatis jika kalimat yang sama diucapkan oleh Musa ketika TUHAN lewat di hadapan-Nya? Apakah TUHAN sedang mengajarkan sebuah kesombongan dengan memuji diri-Nya sendiri?

Secara filosofis, kesombongan adalah sikap melebih-lebihkan diri yang tidak sesuai dengan realita, dengan maksud mendapatkan pujian dari orang lain. Dalam hal ini, TUHAN tidak mengucapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan realita. Ia juga menciptakan manusia demi kemuliaan-Nya. Ketika TUHAN menyatakan diri-Nya seperti dalam ayat 6b-7a, Ia ingin memberitahu sesuatu yang penting kepada Musa.

Kasih TUHAN dinyatakan melalui seruan yang diucapkan sendiri oleh TUHAN (34:5b, 6a). Pengulangan nama “TUHAN” (34:6) menambah suasana keagungan selama penampakan diri ini.  Pengulangan ini juga dimaksudkan untuk menegaskan bahwa semua peristiwa di pasal 32-34 hanya dimungkinkan karena siapa TUHAN, bukan apa yang dilakukan oleh bangsa Israel maupun Musa. Bangsa Israel tetap dipimpin ke negeri perjanjian bukan karena keberanian suku Lewi yang membela kekudusan TUHAN (32:26-29). Bukan pula karena doa syafaat Musa (32:11-14; 33:12-17). TUHAN melakukan semua itu karena Dia memang mengasihi umat-Nya. TUHAN adalah aktor utama. Itulah sebabnya nama-Nya diulang dua kali: “TUHAN, TUHAN”.


Page 2

Mengasihi dengan benar bukan hanya merupakan sebuah tugas yang sukar, namun juga menjadi tantangan yang besar. Tidak sulit untuk membuktikan hal ini. Tengoklah keluarga-keluarga di sekitar kita. Banyak orang tua kurang mengasihi dan memperhatikan anak-anak mereka. Di sisi lain ada banyak orang tua yang menggelontor anak-anak mereka dengan kasih sayang, tetapi tanpa peraturan dan teguran. Semua permintaan anak selalu dipenuhi. Sejak kecil, anak-anak sudah dilatih untuk mengontrol dan mendominasi orang tua yang mudah diperdaya dengan tangisan. Ketidaksiapan orang tua untuk membiarkan anak menangis di masa kecil adalah kesiapan untuk menangisi diri sendiri di masa depan. Mereka terlalu memanjakan, bukan mengasihi dengan benar. Tidak ada keadilan dan kebenaran.

Selain contoh-contoh di atas, ada juga orang Kristen yang sangat mencintai kebenaran dan keadilan. Mereka selalu siap sedia untuk menentang orang-orang yang salah; tanpa malu-malu dan tanpa ragu-ragu menentang siapa saja yang tidak berdiri di atas kebenaran. Jika tidak lahir dari konsep yang benar, sikap semacam ini menghasilkan dominasi keadilan ketimbang kasih.

Tidak demikian dengan TUHAN. Kasih-Nya besar atas kita, namun bukan berarti keadilan-Nya diabaikan. Dia pengasih, tetapi tetap adil. Kasih-Nya berkawan dengan keadilan. Kasih-Nya berjalan beriringan dengan keadilan-Nya. Keduanya bahkan tidak bisa diceraikan satu sama lain. Hari ini, melalui Keluaran 34:4-7, kita akan belajar bagaimana kasih kita seharusnya berjalan beriringan dengan keadilan.

Pada saat bangsa Israel terjebak pada penyembahan berhala (Kel. 32), TUHAN menunjukkan kasih sekaligus keadilan-Nya kepada mereka. Dia sempat akan membinasakan seluruh bangsa Israel (32:9-10), tetapi Dia akhirnya menyesali rencana itu (32:11-14). Tiga ribu orang Israel memang dihukum mati (32:28), tetapi sisanya (sekitar 1,2 - 2,5 juta) tetap diantar TUHAN ke tanah perjanjian (32:33-34). TUHAN memang hanya akan mengutus seorang malaikat untuk menuntun perjalanan bangsa Israel selanjutnya (33:1-3), tetapi Dia juga yang akhirnya memilih untuk berjalan bersama mereka (33:15-17, NLT “If you don’t personally go with us, don’t make us leave this place”).

Singkatnya, TUHAN selalu menunjukkan kepada bangsa Israel betapa Dia tidak ingin kekudusan-Nya diremehkan dan dilanggar. TUHAN tidak bisa berkompromi ketika kekudusan-Nya dinodai oleh manusia. Tidak heran jika Ia bangkit membela kekudusan-Nya dan hendak membasmi orang-orang Israel. TUHAN adalah Pribadi yang adil. Dia tidak “peduli” dengan dosa manusia. Kesalahan menunut hukuman. Apabila TUHAN tidak memberitahu fakta ini kepada Musa, maka bangsa Israel mungkin akan memahami pembatalan pembinasaan itu sebagai sesuatu yang biasa (take it for granted) dan tidak kunjung memahami seberapa fatalnya dosa mereka. Keadilan-Nya menuntut adanya teguran keras, bahkan hukuman. Bagaimanapun, kasih-Nya tidak pernah gagal mengiringi keadilan itu. TUHAN melunakkan hati-Nya sendiri demi menunjukkan kasih-Nya.

TUHAN yang penuh kasih (ayat 6-7a)

Tidak sulit untuk menemukan bahwa di antara dua sifat TUHAN di teks ini – yaitu kasih (ayat 6-7a) dan keadilan (ayat 7b) – yang pertama mendapat sorotan lebih banyak. Sifat-sifat maupun tindakan ilahi yang menunjukkan kasih TUHAN diletakkan di depan. Jumlah kata yang digunakan pun jauh lebih banyak sebagai bukti penekanan. Sifat kasih TUHAN terasa begitu dominan dalam bagian ini.

Selain itu, kita juga perlu mengingat bahwa penampakan diri TUHAN di depan Musa merupakan kesediaan-Nya untuk mengabulkan permintaan Musa yang ingin melihat kemuliaan-Nya (33:18-23). Semua ini TUHAN lakukan bukan karena kebaikan, kesucian, maupun kehebatan Musa dibandingkan dengan orang Israel lainnya, melainkan semata-mata karena Musa mendapat kasih karunia di mata-Nya (33:17).

Mengapa Tuhan mengatakan kalimat di ayat 6b-7? Bukankah akan jauh lebih dramatis jika kalimat yang sama diucapkan oleh Musa ketika TUHAN lewat di hadapan-Nya? Apakah TUHAN sedang mengajarkan sebuah kesombongan dengan memuji diri-Nya sendiri?

Secara filosofis, kesombongan adalah sikap melebih-lebihkan diri yang tidak sesuai dengan realita, dengan maksud mendapatkan pujian dari orang lain. Dalam hal ini, TUHAN tidak mengucapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan realita. Ia juga menciptakan manusia demi kemuliaan-Nya. Ketika TUHAN menyatakan diri-Nya seperti dalam ayat 6b-7a, Ia ingin memberitahu sesuatu yang penting kepada Musa.

Kasih TUHAN dinyatakan melalui seruan yang diucapkan sendiri oleh TUHAN (34:5b, 6a). Pengulangan nama “TUHAN” (34:6) menambah suasana keagungan selama penampakan diri ini.  Pengulangan ini juga dimaksudkan untuk menegaskan bahwa semua peristiwa di pasal 32-34 hanya dimungkinkan karena siapa TUHAN, bukan apa yang dilakukan oleh bangsa Israel maupun Musa. Bangsa Israel tetap dipimpin ke negeri perjanjian bukan karena keberanian suku Lewi yang membela kekudusan TUHAN (32:26-29). Bukan pula karena doa syafaat Musa (32:11-14; 33:12-17). TUHAN melakukan semua itu karena Dia memang mengasihi umat-Nya. TUHAN adalah aktor utama. Itulah sebabnya nama-Nya diulang dua kali: “TUHAN, TUHAN”.


Allah itu adil Jelaskan apa yang kamu pahami tentang keadilan Allah?

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 3

Mengasihi dengan benar bukan hanya merupakan sebuah tugas yang sukar, namun juga menjadi tantangan yang besar. Tidak sulit untuk membuktikan hal ini. Tengoklah keluarga-keluarga di sekitar kita. Banyak orang tua kurang mengasihi dan memperhatikan anak-anak mereka. Di sisi lain ada banyak orang tua yang menggelontor anak-anak mereka dengan kasih sayang, tetapi tanpa peraturan dan teguran. Semua permintaan anak selalu dipenuhi. Sejak kecil, anak-anak sudah dilatih untuk mengontrol dan mendominasi orang tua yang mudah diperdaya dengan tangisan. Ketidaksiapan orang tua untuk membiarkan anak menangis di masa kecil adalah kesiapan untuk menangisi diri sendiri di masa depan. Mereka terlalu memanjakan, bukan mengasihi dengan benar. Tidak ada keadilan dan kebenaran.

Selain contoh-contoh di atas, ada juga orang Kristen yang sangat mencintai kebenaran dan keadilan. Mereka selalu siap sedia untuk menentang orang-orang yang salah; tanpa malu-malu dan tanpa ragu-ragu menentang siapa saja yang tidak berdiri di atas kebenaran. Jika tidak lahir dari konsep yang benar, sikap semacam ini menghasilkan dominasi keadilan ketimbang kasih.

Tidak demikian dengan TUHAN. Kasih-Nya besar atas kita, namun bukan berarti keadilan-Nya diabaikan. Dia pengasih, tetapi tetap adil. Kasih-Nya berkawan dengan keadilan. Kasih-Nya berjalan beriringan dengan keadilan-Nya. Keduanya bahkan tidak bisa diceraikan satu sama lain. Hari ini, melalui Keluaran 34:4-7, kita akan belajar bagaimana kasih kita seharusnya berjalan beriringan dengan keadilan.

Pada saat bangsa Israel terjebak pada penyembahan berhala (Kel. 32), TUHAN menunjukkan kasih sekaligus keadilan-Nya kepada mereka. Dia sempat akan membinasakan seluruh bangsa Israel (32:9-10), tetapi Dia akhirnya menyesali rencana itu (32:11-14). Tiga ribu orang Israel memang dihukum mati (32:28), tetapi sisanya (sekitar 1,2 - 2,5 juta) tetap diantar TUHAN ke tanah perjanjian (32:33-34). TUHAN memang hanya akan mengutus seorang malaikat untuk menuntun perjalanan bangsa Israel selanjutnya (33:1-3), tetapi Dia juga yang akhirnya memilih untuk berjalan bersama mereka (33:15-17, NLT “If you don’t personally go with us, don’t make us leave this place”).

Singkatnya, TUHAN selalu menunjukkan kepada bangsa Israel betapa Dia tidak ingin kekudusan-Nya diremehkan dan dilanggar. TUHAN tidak bisa berkompromi ketika kekudusan-Nya dinodai oleh manusia. Tidak heran jika Ia bangkit membela kekudusan-Nya dan hendak membasmi orang-orang Israel. TUHAN adalah Pribadi yang adil. Dia tidak “peduli” dengan dosa manusia. Kesalahan menunut hukuman. Apabila TUHAN tidak memberitahu fakta ini kepada Musa, maka bangsa Israel mungkin akan memahami pembatalan pembinasaan itu sebagai sesuatu yang biasa (take it for granted) dan tidak kunjung memahami seberapa fatalnya dosa mereka. Keadilan-Nya menuntut adanya teguran keras, bahkan hukuman. Bagaimanapun, kasih-Nya tidak pernah gagal mengiringi keadilan itu. TUHAN melunakkan hati-Nya sendiri demi menunjukkan kasih-Nya.

TUHAN yang penuh kasih (ayat 6-7a)

Tidak sulit untuk menemukan bahwa di antara dua sifat TUHAN di teks ini – yaitu kasih (ayat 6-7a) dan keadilan (ayat 7b) – yang pertama mendapat sorotan lebih banyak. Sifat-sifat maupun tindakan ilahi yang menunjukkan kasih TUHAN diletakkan di depan. Jumlah kata yang digunakan pun jauh lebih banyak sebagai bukti penekanan. Sifat kasih TUHAN terasa begitu dominan dalam bagian ini.

Selain itu, kita juga perlu mengingat bahwa penampakan diri TUHAN di depan Musa merupakan kesediaan-Nya untuk mengabulkan permintaan Musa yang ingin melihat kemuliaan-Nya (33:18-23). Semua ini TUHAN lakukan bukan karena kebaikan, kesucian, maupun kehebatan Musa dibandingkan dengan orang Israel lainnya, melainkan semata-mata karena Musa mendapat kasih karunia di mata-Nya (33:17).

Mengapa Tuhan mengatakan kalimat di ayat 6b-7? Bukankah akan jauh lebih dramatis jika kalimat yang sama diucapkan oleh Musa ketika TUHAN lewat di hadapan-Nya? Apakah TUHAN sedang mengajarkan sebuah kesombongan dengan memuji diri-Nya sendiri?

Secara filosofis, kesombongan adalah sikap melebih-lebihkan diri yang tidak sesuai dengan realita, dengan maksud mendapatkan pujian dari orang lain. Dalam hal ini, TUHAN tidak mengucapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan realita. Ia juga menciptakan manusia demi kemuliaan-Nya. Ketika TUHAN menyatakan diri-Nya seperti dalam ayat 6b-7a, Ia ingin memberitahu sesuatu yang penting kepada Musa.

Kasih TUHAN dinyatakan melalui seruan yang diucapkan sendiri oleh TUHAN (34:5b, 6a). Pengulangan nama “TUHAN” (34:6) menambah suasana keagungan selama penampakan diri ini.  Pengulangan ini juga dimaksudkan untuk menegaskan bahwa semua peristiwa di pasal 32-34 hanya dimungkinkan karena siapa TUHAN, bukan apa yang dilakukan oleh bangsa Israel maupun Musa. Bangsa Israel tetap dipimpin ke negeri perjanjian bukan karena keberanian suku Lewi yang membela kekudusan TUHAN (32:26-29). Bukan pula karena doa syafaat Musa (32:11-14; 33:12-17). TUHAN melakukan semua itu karena Dia memang mengasihi umat-Nya. TUHAN adalah aktor utama. Itulah sebabnya nama-Nya diulang dua kali: “TUHAN, TUHAN”.


Allah itu adil Jelaskan apa yang kamu pahami tentang keadilan Allah?

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 4

Mengasihi dengan benar bukan hanya merupakan sebuah tugas yang sukar, namun juga menjadi tantangan yang besar. Tidak sulit untuk membuktikan hal ini. Tengoklah keluarga-keluarga di sekitar kita. Banyak orang tua kurang mengasihi dan memperhatikan anak-anak mereka. Di sisi lain ada banyak orang tua yang menggelontor anak-anak mereka dengan kasih sayang, tetapi tanpa peraturan dan teguran. Semua permintaan anak selalu dipenuhi. Sejak kecil, anak-anak sudah dilatih untuk mengontrol dan mendominasi orang tua yang mudah diperdaya dengan tangisan. Ketidaksiapan orang tua untuk membiarkan anak menangis di masa kecil adalah kesiapan untuk menangisi diri sendiri di masa depan. Mereka terlalu memanjakan, bukan mengasihi dengan benar. Tidak ada keadilan dan kebenaran.

Selain contoh-contoh di atas, ada juga orang Kristen yang sangat mencintai kebenaran dan keadilan. Mereka selalu siap sedia untuk menentang orang-orang yang salah; tanpa malu-malu dan tanpa ragu-ragu menentang siapa saja yang tidak berdiri di atas kebenaran. Jika tidak lahir dari konsep yang benar, sikap semacam ini menghasilkan dominasi keadilan ketimbang kasih.

Tidak demikian dengan TUHAN. Kasih-Nya besar atas kita, namun bukan berarti keadilan-Nya diabaikan. Dia pengasih, tetapi tetap adil. Kasih-Nya berkawan dengan keadilan. Kasih-Nya berjalan beriringan dengan keadilan-Nya. Keduanya bahkan tidak bisa diceraikan satu sama lain. Hari ini, melalui Keluaran 34:4-7, kita akan belajar bagaimana kasih kita seharusnya berjalan beriringan dengan keadilan.

Pada saat bangsa Israel terjebak pada penyembahan berhala (Kel. 32), TUHAN menunjukkan kasih sekaligus keadilan-Nya kepada mereka. Dia sempat akan membinasakan seluruh bangsa Israel (32:9-10), tetapi Dia akhirnya menyesali rencana itu (32:11-14). Tiga ribu orang Israel memang dihukum mati (32:28), tetapi sisanya (sekitar 1,2 - 2,5 juta) tetap diantar TUHAN ke tanah perjanjian (32:33-34). TUHAN memang hanya akan mengutus seorang malaikat untuk menuntun perjalanan bangsa Israel selanjutnya (33:1-3), tetapi Dia juga yang akhirnya memilih untuk berjalan bersama mereka (33:15-17, NLT “If you don’t personally go with us, don’t make us leave this place”).

Singkatnya, TUHAN selalu menunjukkan kepada bangsa Israel betapa Dia tidak ingin kekudusan-Nya diremehkan dan dilanggar. TUHAN tidak bisa berkompromi ketika kekudusan-Nya dinodai oleh manusia. Tidak heran jika Ia bangkit membela kekudusan-Nya dan hendak membasmi orang-orang Israel. TUHAN adalah Pribadi yang adil. Dia tidak “peduli” dengan dosa manusia. Kesalahan menunut hukuman. Apabila TUHAN tidak memberitahu fakta ini kepada Musa, maka bangsa Israel mungkin akan memahami pembatalan pembinasaan itu sebagai sesuatu yang biasa (take it for granted) dan tidak kunjung memahami seberapa fatalnya dosa mereka. Keadilan-Nya menuntut adanya teguran keras, bahkan hukuman. Bagaimanapun, kasih-Nya tidak pernah gagal mengiringi keadilan itu. TUHAN melunakkan hati-Nya sendiri demi menunjukkan kasih-Nya.

TUHAN yang penuh kasih (ayat 6-7a)

Tidak sulit untuk menemukan bahwa di antara dua sifat TUHAN di teks ini – yaitu kasih (ayat 6-7a) dan keadilan (ayat 7b) – yang pertama mendapat sorotan lebih banyak. Sifat-sifat maupun tindakan ilahi yang menunjukkan kasih TUHAN diletakkan di depan. Jumlah kata yang digunakan pun jauh lebih banyak sebagai bukti penekanan. Sifat kasih TUHAN terasa begitu dominan dalam bagian ini.

Selain itu, kita juga perlu mengingat bahwa penampakan diri TUHAN di depan Musa merupakan kesediaan-Nya untuk mengabulkan permintaan Musa yang ingin melihat kemuliaan-Nya (33:18-23). Semua ini TUHAN lakukan bukan karena kebaikan, kesucian, maupun kehebatan Musa dibandingkan dengan orang Israel lainnya, melainkan semata-mata karena Musa mendapat kasih karunia di mata-Nya (33:17).

Mengapa Tuhan mengatakan kalimat di ayat 6b-7? Bukankah akan jauh lebih dramatis jika kalimat yang sama diucapkan oleh Musa ketika TUHAN lewat di hadapan-Nya? Apakah TUHAN sedang mengajarkan sebuah kesombongan dengan memuji diri-Nya sendiri?

Secara filosofis, kesombongan adalah sikap melebih-lebihkan diri yang tidak sesuai dengan realita, dengan maksud mendapatkan pujian dari orang lain. Dalam hal ini, TUHAN tidak mengucapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan realita. Ia juga menciptakan manusia demi kemuliaan-Nya. Ketika TUHAN menyatakan diri-Nya seperti dalam ayat 6b-7a, Ia ingin memberitahu sesuatu yang penting kepada Musa.

Kasih TUHAN dinyatakan melalui seruan yang diucapkan sendiri oleh TUHAN (34:5b, 6a). Pengulangan nama “TUHAN” (34:6) menambah suasana keagungan selama penampakan diri ini.  Pengulangan ini juga dimaksudkan untuk menegaskan bahwa semua peristiwa di pasal 32-34 hanya dimungkinkan karena siapa TUHAN, bukan apa yang dilakukan oleh bangsa Israel maupun Musa. Bangsa Israel tetap dipimpin ke negeri perjanjian bukan karena keberanian suku Lewi yang membela kekudusan TUHAN (32:26-29). Bukan pula karena doa syafaat Musa (32:11-14; 33:12-17). TUHAN melakukan semua itu karena Dia memang mengasihi umat-Nya. TUHAN adalah aktor utama. Itulah sebabnya nama-Nya diulang dua kali: “TUHAN, TUHAN”.


Allah itu adil Jelaskan apa yang kamu pahami tentang keadilan Allah?

Lihat Humaniora Selengkapnya